• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Keislaman

Maskawin atau Mahar Hendaknya Tidak Memberatkan Calon Suami

Maskawin atau Mahar Hendaknya Tidak Memberatkan Calon Suami
Calon suami hendaknya tidak dibebani oleh tingginya mahar atau maskawin. (Foto: NOJ/Syaifullah)
Calon suami hendaknya tidak dibebani oleh tingginya mahar atau maskawin. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Sejumlah laki-laki akhirnya harus menunda keinginan untuk mempersunting gadis pujaan. Hal tersebut disebabkan antara lain karena biaya yang dibebankan demikian tinggi. Niat tulus membawa hubungan ke jenjang yang lebih serius ujungnya berakhir tragis disebabkan sang calon mengajukan maskawin yang sulit dijangkau.


Tingginya maskawin terkadang memang datang dari pihak perempuan. Bahwa dirinya berkeinginan memiliki mahar yang tinggi karena hal tersebut menjadi ukuran kalau yang bersangkutan demikian berarti. Namun tidak sedikit juga yang mengajukan maskawin mahal lantaran mendapatkan bisikan dari pihak lain.


Memang, selama ini cukup banyak orang terhalang menuju perkawinan karena masalah biaya. Karenanya ada sebagian anggota masyarakat yang enggan berkenalan dengan lain jenis. Dan tidak sedikit mereka yang berkenalan cukup jauh dengan lawan jenis kandas di tengah jalan karena terbentur biaya perkawinan. Kita juga menemukan sebagian masyarakat yang kawin di usia senja meski tidak ada salahnya. Bahkan kita menemukan juga sebagian masyarakat yang membujang (jomblo) seumur hidup.

 

Masalah perkawinan tidak sesederhana rukun dan syarat kawin di dalam buku-buku fiqih. Selain soal maskawin, biaya perkawinan juga mencakup embel-embel lain yang justru lebih memberatkan. Karenanya kita seringkali mendapati calon mempelai pria dan keluarganya menderita pusing, bingung, bimbang luar biasa yang sesungguhnya tak perlu menjelang perkawinan. Meskipun dengan atau tanpa pusing itu perkawinan tetap berlangsung jika Allah menghendaki.

 

Meringankan Maskawin

Lalu bagaimana alternatifnya? Syekh Wahbah az-Zuhayli menyarankan agar masyarakat meringankan mahar atau maskawin, salah satu beban kewajiban yang mesti ditanggung di dalam perkawinan.

 

 لكن يسن تخفيف الصداق وعدم المغالاة في المهور، لقوله صلّى الله عليه وسلم : «إن أعظم النكاح بركة أيسره مؤونة» وفي رواية «إن أعظم النساء بركة أيسرهن صداقاً» وروى أبو داود وصححه الحاكم عن عقبة بن عامر حديث: «خير الصداق أيسره» والحكمة من منع المغالاة في المهور واضحة وهي تيسير الزواج للشباب، حتى لا ينصرفوا عنه، فتقع مفاسد خلقية واجتماعية متعددة، وقد ورد في خطاب عمر السابق: «وإن الرجل ليغلي بصدقة امرأته حتى يكون لها عداوة في قلبه»

 

Artinya: Kita disunahkan untuk meringankan mahar dan tidak memahalkan maskawin karena sabda Rasulullah SAW: Perkawinan yang paling tinggi keberkahannya adalah perkawinan yang peling ringan ongkosnya.  Di lain riwayat: Wanita yang paling tinggi keberkahannya adalah ia yang menetapkan ringan maharnya. Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits yang disahihkan oleh Al-Hakim dari Uqbah bin Amir, Rasulullah SAW bersabda: Mahar terbaik adalah maskawin yang paling ringan. Sementara hikmah di balik larangan untuk memahalkan mahar sudah jelas, yaitu memudahkan jalan para pemuda untuk kawin sehingga mereka tidak berpaling dari syariat perkawinan yang potensial memicu sejumlah masalah moral dan sosial. Umar bin Al-Khatthab jelas mengatakan: Seorang pria mendapati ketinggian harga mahar istrinya sehingga muncul benih permusuhan di dalam hatinya terhadap sang istri. (Lihat: Syekh Wahbah az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 7, halaman: 256).

  

Di samping soal mahar, embel-embel lain yang muncul jelang perkawinan adalah mitos soal pekerjaan tetap atau pekerjaan ideal. Ternyata di luar masalah akad nikah, perkawinan juga menyangkut masalah finansial dan status sosial yang kerap menjadi penyebab penundaan atau bahkan kandasnya perkawinan. Hal ini hanya bisa dijawab oleh masyarakat itu sendiri. Wallahu a ‘lam.


Editor:

Keislaman Terbaru