• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Keislaman

Mengapa Suami Istri Ketika Bersentuhan Tetap Batal Wudhunya? 

Mengapa Suami Istri Ketika Bersentuhan Tetap Batal Wudhunya? 
Persentuhan kulit antara suami istri tetap membatalkan wudhu (Foto:NOJ/nuonlinejabar)
Persentuhan kulit antara suami istri tetap membatalkan wudhu (Foto:NOJ/nuonlinejabar)

Oleh : Laili Faiqoh


Sebagai orang yang awam dengan ilmu fikih, tentu merasa kebingungan dalam menafsirkan muhrim dan bagaimana bukan muhrim itu. Penulis sering mendengar dan melihat kejadian tentang beberapa orang yang ketika setelah sholat, antara suami dan istri bersalaman dan tetap melaksanakan sholat selanjutnya. Entah itu sholah sunnah maupun sholat wajib.


Ada juga beberapa orang mengatakan: “kan sudah sah, jadi ya nggak batal wudhu saya.” Kebingungan ini kerap dialami oleh beberapa muslim di sekitar kita. Dalam surat Annisa: 23 disebutkan:


حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔


Artinya: (Diharamkan atas kamu) ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawaninya. Dan (diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu) dari tulang rusuk kalian.(QS. An-Nisa’ ayat 23). 


وَلَا تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ اٰبَاۤؤُكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً وَّمَقْتًاۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلً


Artinya: Janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. (QS. An-Nisa’ ayat 22)


Dari penggalan ayat tersebut telah jelas bahwa jika ada empat garis mahram laki-laki, yaitu :


1.    Ibu mertua sampai ke atas. Mencakup ibunya ibu mertua dan nenek ibu mertua. 

2.    Anak tiri (termasuk anak perempuan dari anak tiri dan cucunya). Baik anak tiri karena nasab atau sepersusuan.

3.    Ibu tiri. 

4.    Istri dari anak (menantu).


Mahram artinya lawan jenis yang haram untuk dinikahi. Istri bukanlah mahram (ajnabiyyah) bagi suami karena mereka tidak haram untuk menikah. Perlu diluruskan ungkapan mahram disini. Mahram pada dasarnya bermakna wanita yang haram untuk dinikahi selamanya. Meski demikian ungkapan mahram untuk suami istri, biasanya oleh sebagian masyarakat juga menggunakan istilah mahram.  


Suami istri ketika bersentuhan, Imam Syafi’i menghukumi batal secara mutlak. Pendapat Imam Syafi’i ini dikatakan setelah menarik kesimpulan hukum dari Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6 :


اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا


Artinya: Atau kalian telah menyentuh perempuan, kemudian kalian tidak mendapati air, maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang baik (suci)…


Patokan utama pada madzhab Syafi’i adalah “Mujarrad iltiqa’ al-basyaratain” atau sentuhan langsung kulit dengan kulit. Artinya apabila bersentuhannya kulit laki-laki dan kulit perempuan secara langsung, maka dapat membatalkan wudhu secara mutlak dan wajib mengulang wuudhu kembali.


Menyentuh secara sengaja maupun tidak sengaja, dengan atau tanpa syahwat (nafsu), menjadi pihak yang menyentuh atau yang disentuh, tetap batal wudhu antara keduanya. Dalil yang menguatkan lainnya adalah :


عن ابن شهاب عن سالم بن عبد الله ابن عمر عن أبيه قال : قبلة الرجل امرأته وجسها بيده من الملامسة فمن قبل امرأته أو جسها بيده فعلية الوضوء


Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah bin Ibnu Umar dari Umar bin Khattab RA. Berkata : Mencium istri dan menyentuhnya termasuk mulasamah. Siapa yang mencium istrinya atau menyentuhnya maka wajib baginya berwudhu. (HR. Malik dalam Al-Muwatto’ dan Imam Baihaqi. Sanad hadis ini Paling Sahih)

 

Referensi :
Al-Qur’an Al- Karim
Ajib Muhammad, Fiqh Wudhu Versi Madzhab Syafi’i, Jakarta Selatan, 2019
Syifaa,. Imta’ul Asmaa Fi Syarhi Matn Abi Sujaa, Kuwait, 2017
Kitab Mabadi Fqhiyah Juz 2 karangan Umar Abdul Jabbar


Keislaman Terbaru