• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Keislaman

Perempuan Melaksanakan Shalat Jumat, Kewajiban Shalat Dhuhur Gugur?

Perempuan Melaksanakan Shalat Jumat, Kewajiban Shalat Dhuhur Gugur?
Sejumlah perempuan menuju masjid untuk melaksanakan shalat Jumat. (Foto: NOJ/bantulkab.go.id)
Sejumlah perempuan menuju masjid untuk melaksanakan shalat Jumat. (Foto: NOJ/bantulkab.go.id)

Sebagian perempuan di Tanah Air menyempatan melaksanakan shalat Jumat yang sebenarnya hanya wajib bagi laki-laki. Atas banyak pertimbangan, seperti enggan meninggalkan shalat jamaah dan mendapatkan tambahan pengetahuan agama lewat khutbah yang disampaikan khatib, akhirnya perempuan juga hadir saat shalat Jumat.


Kaum hawa mengambil tempat khusus di dalam masjid, mendengarkan khutbah, lalu mengikuti seluruh rangkaian prosesi shalat berjamaah dua rakaat hingga selesai.


Kita tahu, shalat Jumat fardhu ‘ain dilaksanakan secara berjamaah bagi setiap laki-laki muslim mukallaf yang bukan musafir atau sedang ada halangan lain. Sementara bagi perempuan tidak. Pertanyaannya, bila kaum perempuan yang mengikuti shalat Jumat, apakah hal itu menggugurkan kewajiban shalat dhuhur mereka? Dengan bahasa lain, apakah shalat Jumat bagi wanita cukup menggantikan shalat dhuhur (tak perlu shalat dhuhur lagi)? Lalu, manakah yang lebih utama bagi mereka: shalat dhuhur berjamaah bersama wanita lain atau shalat Jumat?


 

Menjadi Bahasan saat Muktamar NU

Pertanyaan yang sama juga pernah terlontar di forum Muktamar ke-3 Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur, pada 28 September 1928. Para muktamirin saat itu menjawab: Shalat Jumat bagi kaum wanita itu cukup sebagai pengganti shalat dhuhur, dan bagi kaum wanita tidak cantik, tidak banyak aksi, dan tidak bersolek itu sebaiknya ikut menghadiri shalat Jumat.


Jawaban tersebut mengacu pada keterangan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin yang menyatakan sebagai berikut: 


    مَسْأَلَةٌ: يَجُوْزُ لِمَنْ لاَ تَلْزَمُهُ الْجُمُعَةُ كَعَبْدٍ وَمُسَافِرٍ وَامْرَأَةٍ أَنْ يُصَلِّيَ الْجُمُعَةَ بَدَلاً عَنِ الظُّهْرِ وَتُجْزِئُهُ بَلْ هِيَ أَفْضَلُ  لِأَنَّهَا فَرْضُ أَهْلِ الْكَمَالِ وَلاَ تَجُوْزُ إِعَادَتُهَا ظُهْرًا بَعْدُ حَيْثُ كَمُلَتْ شُرُوْطُهَا.

 

Artinya: Diperkenankan bagi mereka yang tidak berkewajiban Jumat seperti budak, musafir, dan wanita untuk melaksanakan shalat Jumat sebagai pengganti dhuhur, bahkan shalat Jumat lebih baik, karena merupakan kewajiban bagi mereka yang sudah sempurna memenuhi syarat dan tidak boleh diulangi dengan shalat dhuhur sesudahnya, sebab semua syarat-syaratnya sudah terpenuhi secara sempurna. (Abdurrahman Ba’alawi, Bughyah al-Mustarsyidin, [Mesir: Musthafa al-Halabi, 1371 H/1952 M], halaman: 78-79).

 


Dengan demikian, kaum perempuan yang sudah melaksanakan shalat Jumat tak perlu lagi menunaikan shalat dhuhur. Bahkan, perempuan lebih utama mengikuti jamaah shalat Jumat daripada shalat dhuhur meskipun berjamaah bersama perempuan lain, dengan syarat mereka bukan orang-orang yang sangat potensial mengundang syahwat bagi kaum laki-laki, baik karena penampilan maupun tingkahnya. Wallâhu a‘lam.


Editor:

Keislaman Terbaru