• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 3 Mei 2024

Keislaman

Puasa Rajab Sebulan Penuh Apakah Diperbolehkan?

Puasa Rajab Sebulan Penuh Apakah Diperbolehkan?
Bagaimana hukum berpuasa sebulan penuh di bulan Rajab? (Foto: NOJ/NU Network)
Bagaimana hukum berpuasa sebulan penuh di bulan Rajab? (Foto: NOJ/NU Network)

Berdasarkan rukyatul hilal, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Falakiyah mengumumkan bahwa 1 Rajab 1444 H jatuh pada Senin, 23 Januari 2023. Hal tersebut kemudian tertulis dalam pengumuman nomor: 004/LF–PBNU/I/2023 yang dikeluarkan pada Ahad (22/01/2023).


Di antara ibadah yang disarankan kala memasuki bulan Rajab adalah melaksanakan ibadah puasa. Dan kesunahan puasa Rajab telah dirumuskan oleh para ulama dalam beberapa literatur fiqih klasik. Mereka hampir dalam titik sepakat mengenai anjuran berpuasa Rajab, sebab dalil-dalinya sudah jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.


Seputar Puasa Rajab Sebulan Penuh

Berkaitan dengan anjuran berpuasa Rajab, masih ada yang bertanya-tanya bagaimana bila puasa tersebut dilakukan sebulan penuh? Hal itu karena banyak masyarakat muslim yang memiliki wadhifah (rutinan) berpuasa penuh di bulan Rajab.


Anjuran berpuasa Rajab di antaranya dirumuskan berdasarkan hadits sahabat Abdullah bin al-Harits al-Bahili yang sangat rajin berpuasa. Dia hanya makan di malam hari, sampai badannya kurus dan lemah. Nabi sampai ‘pangling’ (tidak mengenali) Al-Bahili karena perubahan drastis pada kondisi fisik tubuhnya, padahal baru satu tahun tidak berjumpa.


Nabi akhirnya memberikan petunjuk agar Al-Bahili mengurangi frekuensi puasanya. Nabi menyarankan agar dia berpuasa pada waktu-waktu tertentu, di antaranya adalah di bulan-bulan mulia yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Nabi menganjurkan kepada Al-Bahili agar berpuasa di bulan-bulan mulia dilakukan dengan jeda, sehari berpuasa sehari berbuka atau 3 hari berpuasa 3 hari berbuka. Berikut ini adalah bunyi lengkap haditsnya:

 

 عَنْ مُجِيبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ عَنْ أَبِيهَا أَوْ عَمِّهَا أَنَّهُ أَتَى رَسُولَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالُهُ وَهَيْئَتُهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ الله أَمَا تَعْرِفُنِي قَالَ وَمَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا الْبَاهِلِيُّ الَّذِي جِئْتُكَ عَامَ الْأَوَّلِ قَالَ فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ قَالَ مَا أَكَلْتُ طَعَامًا إِلَّا بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ فَقَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ ثُمَّ قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَ زِدْنِي فَإِنَّ بِي قُوَّةً قَالَ صُمْ يَوْمَيْنِ قَالَ زِدْنِي قَالَ صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ قَالَ زِدْنِي قَالَ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلَاثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا

 

Artinya: Dari Mujibah al-Bahiliyyah, dari bapaknya atau pamannya, bahwa ia mendatangi Nabi. Kemudian ia kembali lagi menemui Nabi setahun berikutnya sedangkan kondisi tubuhnya sudah berubah (lemah/kurus). Ia berkata: Ya Rasul, apakah engkau mengenaliku? Rasul menjawab: Siapakah engkau? Ia menjawab: Aku al-Bahili yang datang kepadamu pada satu tahun yang silam. Nabi menjawab: Apa yang membuat fisikmu berubah padahal dulu fisikmu bagus (segar)? Ia menjawab: Aku tidak makan kecuali di malam hari sejak berpisah denganmu. Nabi bersabda: Mengapa engkau menyiksa dirimu sendiri? Berpuasalah di bulan sabar (Ramadhan) dan satu hari di setiap bulannya. Al-Bahili berkata: Mohon ditambahkan lagi ya Rasul, sesungguhnya aku masih kuat (berpuasa). Nabi menjawab: Berpuasalah 2 hari. Ia berkata: Mohon ditambahkan lagi ya Rasul. Nabi menjawab: Berpuasalah 3 hari. Ia berkata: Mohon ditambahkan lagi ya Rasul. Nabi menjawab: Berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah, berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah, berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah. Nabi mengatakan demikian seraya berisyarat dengan ketiga jarinya, beliau mengumpulkan kemudian melepaskannya. (HR. Abu Daud).

 

Mengomentari redaksi “Nabi mengatakan demikian seraya berisyarat dengan ketiga jarinya, beliau mengumpulkan kemudian melepaskannya”, Syekh Abu al-Thayyib Syams al-Haq al-Adhim mengatakan sebagai berikut: 


 أَيْ صُمْ مِنْهَا مَا شِئْتَ وَأَشَارَ بِالْأَصَابِعِ الثَّلَاثَةِ إِلَى أَنَّهُ لَا يَزِيْدُ عَلَى الثَّلَاثِ الْمُتَوَالِيَاتِ وَبَعْدَ الثَّلَاثِ يَتْرُكُ يَوْمًا أَوْ يَوْمَيْنِ وَالْأَقْرَبُ أَنَّ الْإِشَارَةَ لِإِفَادَةِ أَنَّهُ يَصُوْمُ ثَلَاثًا وَيَتْرُكُ ثَلَاثًا وَاللهُ أَعْلَمُ  قَالَهُ السِّنْدِيُّ

 

Artinya: Maksudnya, berpuasalah dari bulan-bulan mulia sekehendakmu. Nabi berisyarat dengan ketiga jarinya untuk menunjukan bahwa Al-Bahili hendaknya berpuasa tidak melebihi 3 hari berturut-turut, dan setelah 3 hari, hendaknya meninggalkan puasa selama 1 atau 2 hari. Pemahaman yang lebih dekat adalah, isyarat tersebut untuk memberikan penjelasan bahwa hendaknya Al-Bahili berpuasa selama 3 hari dan berbuka selama 3 hari. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syekh al-Sindi. Wallahu a’lam. (Syekh Abu al-Thayyib Syams al-Haq al-Azhim, ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, juz 7, halaman: 58).


Dalam hadits tersebut Nabi memerintahkan kepada sahabat Al-Bahili agar puasa di bulan Rajab tidak dilakukan secara terus-menerus, akan tetapi diberi jeda waktu. Bisa 3 hari berpuasa, 3 hari berbuka. Atau 3 hari berpuasa berturut-turut, selanjutnya diberi jeda 1 atau 2 hari untuk berbuka, kemudian memulai lagi berpuasa 3 hari.


Pertanyaannya kemudian, apakah anjuran Nabi untuk membuat jeda puasa Rajab tersebut juga berlaku untuk semua orang? Atau perlu diarahkan konteksnya? Ulama menegaskan bahwa anjuran Nabi tersebut konteksnya hanya berlaku bagi orang yang tidak mampu berpuasa penuh di bulan Rajab, seperti Al-Bahili.


Di dalam awal hadits ditegaskan bahwa Al-Bahili memang tidak kuat berpuasa, ia memaksakan diri hingga menimbulkan dampak yang buruk untuk kesehatannya. Sehingga wajar bila Nabi membatasi frekuensi puasa Rajab Al-Bahili. Adapun orang yang mampu berpuasa penuh di bulan Rajab, maka sunah bagi dia untuk melakukannya.


Syekh Abdul Hamid al-Syarwani mengutip statemen Syekh Ibnu Hajar al-Haitami sebagai berikut:

 

 وَفِيهِ أَيْضًا رَوَى أَبُو دَاوُد وَغَيْرُهُ «صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ» وَإِنَّمَا أَمَرَ الْمُخَاطَبَ بِالتَّرْكِ؛ لِأَنَّهُ كَانَ يَشُقُّ عَلَيْهِ إكْثَارُ الصَّوْمِ كَمَا جَاءَ التَّصْرِيحُ بِهِ فِي أَوَّلِ الْحَدِيثِ

 

Artinya: Dan di dalam kitab Al-I’ab juga disebutkan, Abu Daud dan lainnya meriwayatkan: Berpuasalah dari bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah. Nabi memerintahkan Al-Bahili untuk meninggalkan puasa, sebab memperbanyak puasa baginya berat, sebagaimana yang disebutkan dalam awal hadits. 

 

 أَمَّا مَنْ لَا يَشُقُّ عَلَيْهِ فَصَوْمُ جَمِيعِهَا لَهُ فَضِيلَةٌ وَمِنْ ثَمَّ قَالَ الْجُرْجَانِيُّ وَغَيْرُهُ يُنْدَبُ صَوْمُ الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ كُلِّهَا اهـ

 

Artinya: Adapun orang yang tidak berat berpuasa, maka berpuasa di sepanjang bulan-bulan mulia merupakan keutamaan. Karena itu, Syekh al-Jurjani dan lainnya mengatakan sunah berpuasa penuh di bulan-bulan mulia. (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah al-Syarwani ‘ala al-Tuhfah, juz 3, halaman: 461).

  

Walhasil, hukum berpuasa penuh di bulan Rajab adalah sunah bagi orang yang kuat menjalankannya. Sedangkan bagi yang memiliki kendala kesehatan atau ketahanan fisik, maka dianjurkan berpuasa semampunya.


Keislaman Terbaru