• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Keislaman

Sikap Makmum saat Imam Lupa Hitungan Rakaat Shalat

Sikap Makmum saat Imam Lupa Hitungan Rakaat Shalat
Ilustrasi melaksanakan shalat berjamaah (Foto:NOJ/nuonlinejatim)
Ilustrasi melaksanakan shalat berjamaah (Foto:NOJ/nuonlinejatim)

Oleh: Hasanah Maula


Shalat jamaah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama. Hukum shalat jamaah adalah fardu kifayah artinya kewajiban kolektif yang harus dilakukan tanpa memandang siapa yang melakukan. Ketika sebagian sudah melakukan maka tuntutan tersebut hilang bagi yang lain. Di sisi lain shalat jamaah juga memiliki nilai lebih (keistimewaan) yaitu 27 derajat lebih baik dari pada shalat munfarid, sebagaimana dalam hadits Nabi SAW:


صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً


Artinya: Shalat jamaah lebih utama 27 derajat dari pada shalat sendiri. (Sahih Muslim, juz 1/halalam: 450)


Akan tetapi tidak jarang segelintir orang yang belum memahami bagaimana aturan dan tata cara dalam shalat jamaah. Seperti yang banyak terjadi, imam kelupaan hitungan rakaat sehingga ia menambah rakaatnya, lalu apa yang harus dilakukan oleh makmum? Wajib mengikuti rakaat tambahan imam karena berstatus sebagai makmum atau mufaraqah atau memisahkan diri dari imam?


Misalkan ketika seseorang berjamaah melakukan shalat duhur, kemudian setelah rakaat keempat imam bangun lagi menambah rakaat shalat, maka tugas makmum adalah memberi isyarat kepada imam dengan cara mengucapkan tasbih bagi makmum laki-laki dan tepukan tangan bagi makmum perempuan sebagaimana dalam Hadis Nabi SAW:


مَنْ رَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُسَبِّحْ، فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ، وَإِنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ


Artinya: Barang siapa menjadi makmum, lalu ia merasa ada kekeliruan di dalam shalat, maka hendaklah mengucapkan tasbih (bagi laki-laki), karena jika dibacakan tasbih, maka imam akan memperhatikannya, sementara bagi perempuan tepukan tangan. (Sahih Bukhari, juz 1/halalam: 242)


Aturan untuk mengingatkan memang sudah jelas dalam hadis di atas, akan tetapi persoalan mengemuka ketika imam tidak bisa mendengar isyarat makmum, imam tetap meneruskan rakaat tambahannya, maka makmum tidak boleh mengikuti rakaat tambahan yang dilakukan imam, karena yang dilakukan oleh imam pada saat itu (rakaat tambahan) adalah menyalahi tuntunan yang telah disyariatkan.


Maksudnya, jika makmum mengikuti rakaat tambahan tersebut maka shalat makmum menjadi batal karena ia dianggap main-main dalam shalat. Berikut keterangan dalam kitab Ianatut Thalibin:


قوله: لو قام إمامه لزيادة أي على صلاته (قوله: كخامسة) تمثيل للزيادة.(قوله: ولو سهوا) أي ولو قام حال كونه ساهيا بأن صلاته قد كملت.(قوله: لم يجز له متابعته) أي لم يجز للمأموم أن يتابعه في الركعة الزائدة، فإن تابعه بطلت صلاته لتلاعبه


Artinya: Seandainya imam berdiri untuk melakukan rakaat kelima (rakaat tambahan) karena lupa, maka makmum tidak boleh mengikuti rakaat tambahan imam, jika makmum mengikuti rakaat tambahan imam maka solatnya menjadi batal karena ia main-main (Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho ad-Dimyathi, Ianatut Thalibin/juz 2/halalam: 50)


Hal ini berlaku ketika makmum memang menyadari bahwa imam melakukan rakaat tambahan. Namun, jika makmum juga tidak menyadari bahwa imam melakukan rakaat tambahan, maka hukum mutabaah (mengikuti) imam tidak membatalkan shalat.


Lalu bagaimana hukumnya bila status makmum adalah makmum masbuk? Apakah ketika mengikuti rakaat tambahan imam, makmum memiliki kewajiban menambah rakaatnya atau tidak perlu menambah rakaat?.


Hukumnya diperinci, jika makmum tidak mengetahui bahwa yang dilakukan imam adalah rakaat tambahan, maka shalatnya sah dan tidak perlu menambah rakaat, sebab rakaat yang dilakukan bersama imam dianggap rakaatnya akibat masbuk. Ketika makmum mengetahui bahwa rakaat yang dilakukan imam adalah rakaat tambahan, maka shalatnya batal, sebagaimana dalam kitab Asnal Mathalib juz 1 halaman 232:


وأما من كان مسبوقاً فلم يعلم قيام الإمام إلى زائدة حُسبت له الزائدةُ ركعةً، وإن علم قيامه إلى ركعة زائدة لم يكن له متابعته في تدارك ما فاته؛ لأنه يتابعه على باطل فتبطل الصلاة


*Penulis adalah santri Pondok Pesantren Nurul Qarnain


Keislaman Terbaru