Matraman

Guru Besar UGM: KH Abdul Manan Pacitan Putra Indonesia Pertama di Al-Azhar

Ahad, 27 April 2025 | 10:00 WIB

Guru Besar UGM: KH Abdul Manan Pacitan Putra Indonesia Pertama di Al-Azhar

Guru Besar UGM Prof Sangidu (kiri), saat menerima penghargaan dari Pondok Tremas. (Foto: NOJ/ Anwar Sanusi)

Pacitan, NU Online Jatim

Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Sangidu, mengungkapkan fakta sejarah yang menakjubkan. Berdasarkan manuskrip kuno Belanda, KH Abdul Manan Dipomenggolo diyakini sebagai putra Indonesia pertama yang menghuni dan belajar agama di serambi Masjid Al-Azhar, Kairo.

 

Penegasan itu disampaikan pada acara Dzikro Haul Pacitan ke-168 Simbah KH Abdul Manan Dipomenggolo, Pondok Tremas Pacitan, Sabtu (26/04/2025). Dalam kesempatan itu, Prof Sangidu menceritakan pengalamannya saat mempersiapkan buku tentang hubungan Indonesia-Mesir pada tahun 2009.

 

Atas usulan seorang diplomat senior, Prof Sangidu yang pernah bertugas sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kairo, menugaskan seorang mahasiswa Al-Azhar untuk melacak manuskrip terkait hubungan kedua negara, khususnya di bidang pendidikan.

 

"Akhirnya menemukan lima manuskrip, lima tulisan. Yang pertama itu yang menulis Martin Van Bruinessen, filolog Belanda yang kredibel yang dapat dipercaya, menulis artikel tentang Syekh Mahfudz bin Abdullah At-Tarmasi. Di situ ada nama KH Abdul Manan Dipomenggolo," ungkap Prof Sangidu.

 

Dirinya menyebutkan dua manuskrip berbahasa Belanda lainnya dari Alfred Von Kremer yang juga memperkuat nama KH Abdul Manan Dipomenggolo. Bahkan, seorang diplomat Australia bernama MC Ricklefs dalam tulisannya tentang Indonesia, turut menyinggung keberadaan KH Abdul Manan Dipomenggolo di Al-Azhar.

 

"Di dalam lima rujukan manuskrip ini disebutkan bahwa KH Abdul Manan Dipomenggolo adalah putra Indonesia pertama yang menghuni di ruwaq Jawi, serambi Masjid Al-Azhar, dan belajar agama kepada Grand Syekh ke-19, Syekh Ibrahim Al-Bajuri," tegasnya.

 

Prof Sangidu menyayangkan keterbatasan waktu saat bertugas di Kairo sehingga tidak dapat melakukan riset lebih lanjut ke Tremas dan makam Mbah Abdul Manan. Namun, kunjungannya ke Pacitan saat ini semakin menguatkan keyakinannya terhadap kebenaran informasi dalam manuskrip tersebut.

 

Buku "Jauh di Mata Dekat di Hati: Potret Hubungan Indonesia-Mesir" yang diluncurkan pada Agustus 2009 menjadi penanda pengakuan atas KH Abdul Manan Dipomenggolo sebagai perintis hubungan internasional di bidang pendidikan dan kebudayaan antara Indonesia dan Mesir. Ia menyebutkan bahwa saat ini ribuan mahasiswa Indonesia di Al-Azhar mengetahui jejak sejarah penting ini.

 

Lebih lanjut, Prof Sangidu mengisahkan bahwa KH Luqman Harist Dimyathi, cucu KH Abdul Manan, pernah "tidur" secara spiritual di serambi Al-Azhar selama 171 hari, seolah menyusul jejak leluhurnya. Ia juga menyinggung kisah seorang mahasiswa yang studinya tertunda bertahun-tahun, namun setelah "tidur" di serambi Al-Azhar dan berdoa, akhirnya lulus dengan lancar.

 

“Saya berharap pengungkapan fakta sejarah ini semakin memuliakan KH Abdul Manan Dipomenggolo dan menginspirasi generasi penerus, khususnya para santri,” pungkasnya.