Pacitan, NU Online Jatim
Teka-teki mengenai perpindahan lokasi awal Perguruan Islam Pondok Tremas dari Desa Semanten ke Desa Tremas perlahan mulai terkuak melalui penelusuran manuskrip kuno.
Hal itu disampaikan Pengasuh Asrama Al Widadiyah Pondok Tremas, Gus Farhi Asna, saat acara ‘Dampar Simbah’ yang diselenggarakan oleh Fatayat NU Pacitan dan GP Ansor Pacitan. Agenda dalam rangka Haul KH Abdul Manan Diponegoro itu digelar di Masjid Baitul Millah, Desa Semanten, Pacitan, Selasa (22/04/2025).
“Meskipun tidak ada catatan eksplisit mengenai alasan perpindahan KH Abdul Manan Dipomenggolo, kuat dugaan peran seorang perempuan alim bernama Nyai Khotijah menjadi salah satu faktor penting,” ujarnya.
Gus Asna mengatakan, sosok Nyai Khotijah merupakan seorang perempuan hebat di eranya yang memiliki kemampuan literasi mumpuni. Hal ini terbukti dari sejumlah manuskrip yang ditinggalkannya.
"Waktu itu mbahnya Khotijah, beliau seorang perempuan yang sangat hebat. Ternyata beliau di eranya itu sudah sangat modern, menulis tulisan yang sangat rapi, terstruktur baik. Yang jelas itu pasti beliau juga mendapatkan ilmu literasi yang mumpuni," katanya.
Meskipun tidak ada manuskrip yang secara langsung menjelaskan alasan kepindahan KH Abdul Manan dari Semanten ke Tremas, Gus Asna merujuk pada manuskrip yang disimpan oleh keluarga besar Pondok Tremas, yang salah satunya ditulis di Mantab (kemungkinan merujuk pada lokasi di sekitar Mantup, dekat Tremas).
“Terdapat dua manuskrip dengan gaya tulisan yang hampir sama, yang salah satunya mengatasnamakan Nyai Khotijah dan satunya lagi atas nama Mbah Nawawi,” ucap Gus Asna.
Dirinya pun menduga, KH Abdul Manan kemungkinan bolak-balik dari Tremas ke Semanten. Meskipun tidak ditemukan sisa bangunan pesantren di Semanten, kuat dugaan pendidikan Islam sudah ada di sana sebelum kepindahan ke Tremas. Meskipun demikian, KH Abdul Manan tetap dimakamkan di Semanten.
Lebih lanjut, Gus Asna menyoroti keberadaan manuskrip Nihayatul Muhtaj, sebuah kitab fiqih madzhab Syafi'i yang sangat mendalam dan luas (saat ini dicetak hingga 12 jilid), yang diyakini ditulis oleh Nyai Khotijah. Kedalaman ilmu yang tertuang dalam kitab tersebut menunjukkan betapa alim dan mumpuninya Nyai Khotijah.
"Kalau dalam madzhab Syafi'i itu sudah tingkat tinggi, kalau skala pendidikan itu perguruan tinggi, sudah selesai S3. Jadi sudah alim profesor sudah. Karena kita melihat kalau cetakan sekarang itu 12 jilid. Jadi kalau ditulis satu kan hanya satu buku tebal, tapi kalau sekarang sudah di sini terapi itu. Jadi itu yang menulis beliau sudah di luar kemampuan kami saja ini," ungkapnya.
Ia menambahkan, penggunaan kertas Eropa dengan watermark pada manuskrip tersebut juga mengindikasikan jaringan ilmu dan kemungkinan akses KH Abdul Manan ke berbagai sumber pengetahuan.
“Meskipun alasan pasti kepindahan masih menjadi misteri, kuat dugaan keberadaan sosok alim seperti Nyai Khotijah dan potensi pengembangan pendidikan yang lebih luas di wilayah Tremas menjadi faktor pendorong KH Abdul Manan untuk memindahkan pusat kegiatan keilmuannya,” pungkasnya.