RMINU Tulungagung: Jadikan Hukuman sebagai Pelajaran Bukan Penindasan
Jumat, 1 Maret 2024 | 18:00 WIB
Madchan Jazuli
Kontributor
Tulungagung, NU Online Jatim
Insiden meninggalnya santri BBM (14) asal Banyuwangi yang mondok di Kediri menyita perhatian publik. Peristiwa itu tak lepas dari sorotan Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) Kabupaten Tulungagung.
Ketua RMINU Tulungagung, Agus Muhammad Habibi mengungkapkan berbelasungkawa atas kematian santri yang mondok di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri. Menurutnya, usia pengurus dengan santri yang terbilang dekat membuat mudah tersulut emosi.
"Ya sangat berpengaruh sekali, karena usia yang jaraknya 3 tahun sudah lulus dengan juniornya itu paling maksimal 3 sampai 4 tahun. Bahkan paling mentok 6 tahun jaraknya, usia-usia segitu masih labil," terang Gus Muhammad Habibi saat dikonfirmasi, Jum'at (01/03/2024).
Baca Juga
Ning Jazil: Bullying Haram Hukumnya
Korban yang meninggal sempat dibawa ke dokter oleh 4 pelaku, dua di antaranya masih berusia 17 tahun. Menurut Gus Habibi, umur tersebut belum matang jika diserahi tanggung jawab besar untuk mengurus adik-adik di bawahnya.
"Jadi dari salah satu guru atau sebagian pengasuh harus intens tidak melepaskan ke senior saja, menurut saya seperti itu," jelasnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Sukowiyono, Karangrejo, Tulungagung ini mengaku untuk di wilayah Tulungagung dibutuhkan sinergi pengurus pesantren, pengasuh dan pihak lain untuk melakukan langkah persuasif dan pencegahan dini.
Artinya, para pengurus senior memang harus diberikan bekal ketika menghadapi santri yang sifatnya bermacam-macam. Ia juga melarang keras ketika menghukum atau mentakzir kesalahan dengan kesalahan fisik.
Begitupun pengasuh maupun pengurus yang sudah usia dewasa yang benar-benar hadir dalam menangani setiap persoalan. Terutama pihak pengasuh kalau ada kasus-kasus, pengasuh pondok harus tanggap.
"Ya harus ada pencegahan dini, pengurus senior juga dibriefing dari pengasuh tentang tata cara metode untuk tidak melakukan kekerasan fisik dalam hal apapun," imbuhnya.
Gus Habibi menambahkan, hukuman yang ideal bagi santri adalah bersifat mendidik. Supaya saat mendapat hukuman malah bertambah ilmu, seperti contoh di tempat pondok yang ia asuh.
Hukuman yang diberikan menyesuaikan tingkat pelanggaran, mulai disuruh membaca Al-quran 1 juz hingga salat sunnah mutlak 20 rakaat. Ketika itu dilakukan, menurutnya sudah menimbulkan efek jera dan memberikan pendidikan secara langsung.
"Hukuman jangan dinilai sebagai sesuatu penindasan atau membuat anak takut. Namun yang perlu ditanamkan oleh pengurus adalah hukuman sebagai pelajaran," tandasnya.
Terpopuler
1
Niat dan Keutamaan Puasa Dzulhijjah, Tarwiyah dan Arafah
2
Prof Mas’ud Said Ungkap KH Tholchah Hasan Tokoh Inovatif dan Pemersatu Umat
3
LPIK Unisma Siapkan Pelatihan Takmir Masjid Malang Raya Ilmu Falak dan Juleha
4
Yayasan Al Ma’arif Singosari Gelar Haul ke-6 KH Tholchah Hasan
5
Raffi Ahmad: Pesantren Benteng Moral Bangsa dan Cetak Pemimpin Masa Depan
6
Tim Futsal SMP Nuris Jember Juara 1 Porseni Jember, Pemain Jadi Top Skor
Terkini
Lihat Semua