• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Matraman

Syiir Ujud-ujudan, Warisan Berharga Kiai Ageng Besari Ponorogo

Syiir Ujud-ujudan, Warisan Berharga Kiai Ageng Besari Ponorogo
Tradisi membaca Syiir Ujud-ujudan di Masjid Tegalsari, Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jumat (02/07/2021). (Foto: NOJ/HK).
Tradisi membaca Syiir Ujud-ujudan di Masjid Tegalsari, Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jumat (02/07/2021). (Foto: NOJ/HK).

Ponorogo, NU Online Jatim

Wujud mesti ana Allah yen ora ana//Qidam dihing Allah/Allah mohal yen kang dihing ana adam/Baqa langgeng Allah/Allah mohal yen kenaha rusak//Mukholafatul lilkhawadisi berbeda kelawan kang anyar/mohal yen padahe kelawan kang anyar//Walqiyamu binafsihi jumeneng Allah kelawan dewe/mohal jumenengno Allah kelawan liyane//Wahdaniyah asa/Allah mohal yen lara tetelu.

 

Demikian sepenggal  lalaran yang dikenal dengan Syi'iran Ujud-ujudan, yakni sebuah warisan leluhur yang dibaca dengan cengkok Jawa lokal yang khas dari Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo.

 

Syiir Ujud-ujudan dan Utawen ini dipercaya kuat oleh masyarakat Tegalsari sebagai warisan otentik dari Kiai Ageng Muhammad Besari, pendiri Pesantren Gebang Tinantar Tegalsari pada tahun 1600-an.

 

Syiir yang dilantunkan dengan tembang Jawa itu tergolong langka. Tidak semua masjid membacakan tembang yang biasa disebut ujud-ujudan tersebut.

 

“Syi'ir Ujud-ujudan ini sudah menjadi tradisi dari turun temurun dan tercantum dalam salah satu kitab kuno, tertulis jelas syi'iran ini ciptaanya Mbah Ageng Besari, meskipun zaman berganti Syiiran ini harus dipertahankan," Ungkap KH Syamsuddin selaku Imam Masjid Tegalsari. Jumat (02/07/2021).

 

Syiir Ujud-ujudan ini rutin dibaca setiap hari Jumat setelah shalat Subuh. Isi dan makna Ujud-ujudan `merupakan bentuk ungkapan pujian kepada Allah SWT dan mengagungkan serta mengisahkan sejarah hidup Nabi Muhammad SAW dengan mengharap kemuliaan dan syafaat beliau di akhir zaman tersebut.

 

“Dengan adanya lantunan syiir yang bernafas jawa di masjid Tegalsari, saya merasakan suasana dan situasi berbeda di desa tegalsari. Nuansa religi di masa lampau terasa sakral. Dan syiir ini hanya dapat didengar di Masjid Tegalsari dan tidak ditemukan di daerah lain," Kata Siti Mashitoh salah satu jamaah lingkungan masjid Tegalsari

 

Selain untuk mengenang Kiai Ageng Muhammad Besari saat masih hidup, Syiir ini juga memberikan dampak bagi warga dalam pengalaman religiusnya.

 

Para warga di desa Tegalsari juga berupaya agar syiir peninggalan Kiai Ageng Muhammad Besari ini tidak punah dan hilang begitu saja, salah satunya dengan membekali dan memberikan waktu kepada generasi muda untuk ikut serta dalam kegiatan pembacaan syiir ini.

 

Editor: Nur Faishal


Matraman Terbaru