• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Metropolis

Makna Tembang Turi Putih menurut KH Anwar Zahid

Makna Tembang Turi Putih menurut KH Anwar Zahid
Pendakwah asal Bojonegoro KH Anwar Zahid. (Foto: NOJ/ Tangkap layar youtube @Anza Channel KH Anwar Zahid)
Pendakwah asal Bojonegoro KH Anwar Zahid. (Foto: NOJ/ Tangkap layar youtube @Anza Channel KH Anwar Zahid)

Surabaya, NU Online Jatim

Turi Putih merupakan tembang karya Wali Songo yang sarat makna. Di dalam bait tembangnya mengandung makna yang cukup mendalam. Untuk itu, Pendakwah kondang asal Bojonegoro KH Anwar Zahid menjelaskan makna di balik tembang tersebut.

 

Ia menyebutkan, bahwa ‘turi’ itu berasal dari bahasa Jawa mituturi yang artinya menasihati. Sedangkan ‘putih’ itu menggambarkan kain kafan yang warnanya putih. “Jadi Turi Putih itu artinya menasihati perihal kematian,” ujarnya dilansir dari kanal youtube Anza Channel KH Anwar Zahid, Kamis (03/08/2023).

 

Menurutnya, tanda-tanda kematian itu selalu diberikan dengan sangat jelas oleh Allah SWT. Di antaranya berupa usia yang semakin tua, raga yang semakin ringkih, dan rambut yang kian memutih. “Karenanya, tembang Turi Putih itu mengajak umat Muslim untuk senantiasa mengingat kematian,” terangnya.

 

Selanjutnya, perihal lirik ‘ditandur neng kebon agung’ ia menjelaskan, bahwa kebon agung itu kuburan. Bahwa semua yang mati itu akan dibungkus dengan kain putih dan ditanam di kuburan.

 

“Karenanya, umat muslim hendaknya tidak menyombongkan apa yang dimiliki semasa hidup. Apapun jabatannya, akhir kehidupannya ya dikubur di kebon agung itu,” ujarnya menjelaskan makna kalimat kedua dari tembang itu.

 

Pengasuh Pondok Pesantren Sabilunnajah Kanor, Bojonegoro itu menceritakan, para wali menggambarkan kehidupan manusia itu seperti kilat, sebagaimana kalimat ketiga dalam tembang Turi Putih tersebut.

 

“Onok cleret tibo nyemplong. Claret itu gambaran kilat, gambaran kehidupan dunia yang hanya sementara dan sangat sekejap,” terangnya.

 

Dijelaskan, bahwa masa muda, harta, maupun jabatan itu ia ibaratkan hanya lewat sebentar saja. Bahkan ia menyebutkan kiprahnya diri sendiri di dunia dakwah juga tidak akan lama. “Dakwah itu silih berganti, yang tua digantikan yang muda, karena setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya,” ungkapnya.

 

Kiai kelahiran tahun 1974 ini menyebutkan, kelak di alam kubur yang bisa menolong manusia hanyalah amalnya. Sebagaimana lirik ‘kembang dalam mbok iro kembange opo’, yang maksudnya amalan manusia di dunia.

 

Menurutnya, semua harta, keluarga dan jabatan tidak ada yang dibawa mati. Kemuliaan manusia itu dilihat dari yang paling baik amalannya ketika hidup di dunia. Sementara amal baik itu akan terputus pahalanya kecuali tiga perkara.

 

“Yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendoakan orang tuanya,” tandasnya.

 

Penulis: Bening Nuha Nirmala


Metropolis Terbaru