Ning Ita Fajria Tamim Ungkap Mitos Air Dingin Sebabkan Perut Buncit
Selasa, 8 April 2025 | 16:00 WIB
Surabaya, NU Online Jatim
Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup sehat, berbagai mitos seputar pola makan dan minum masih sering dipercaya tanpa didukung dasar ilmiah yang kuat. Salah satu mitos yang cukup populer adalah anggapan bahwa mengonsumsi air dingin dapat menyebabkan perut buncit atau berkontribusi terhadap kenaikan berat badan. Namun, klaim ini ternyata tidak berdasar dan telah dibantah oleh para ahli.
Hal ini dibuktikan dalam penjelasan di YouTube NU Online pada Selasa (08/04/2025) oleh dr Ita Fajria Tamim, dokter sekaligus edukator kesehatan.
Ning Ita sapaan akrabnya menyatakan bahwa keyakinan tersebut hanyalah mitos yang telah terbantahkan oleh berbagai penelitian ilmiah. Salah satu studi yang relevan adalah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism, yang mengungkapkan bahwa konsumsi air dingin justru dapat memicu proses termogenesis.
Menurutnya, proses ini merupakan respons alami tubuh dalam menghasilkan panas untuk menyesuaikan suhu internal saat terpapar dingin, dan membutuhkan energi, yang berarti tubuh membakar kalori untuk mempertahankan suhu tubuh.
“Meskipun efeknya terhadap penurunan berat badan relatif kecil, temuan ini cukup kuat untuk membantah anggapan bahwa air dingin menyebabkan penumpukan lemak atau perut buncit,” ujarnya.
Pihaknya menyebut, kesalahan umum dalam masyarakat muncul karena air dingin sering diasosiasikan dengan minuman tinggi kalori, seperti es teh manis, kopi susu kekinian, boba, hingga soda dingin. Padahal, penyebab utama kenaikan berat badan bukanlah suhu air, melainkan kandungan gula dan kalori tinggi dalam minuman tersebut.
“Konsumsi gula berlebih memberi energi instan, namun minim nutrisi sehingga mendorong seseorang untuk mengonsumsi kalori dalam jumlah besar tanpa merasa kenyang secara optimal,” terangnya.
Tak hanya dari minuman, sumber kalori tersembunyi juga berasal dari makanan olahan yang sering disalahartikan sebagai ‘sehat’. Granola bar misalnya sering mengandung gula tambahan dalam jumlah tinggi. Begitu pula dengan sereal manis yang rendah serat namun tinggi karbohidrat olahan, serta aneka kue dan martabak yang sarat gula, margarin, dan kalori kosong.
“Gorengan seperti tempe, tahu, dan risoles pun menyerap minyak dalam jumlah besar saat digoreng, sehingga menjadi sangat tinggi kalori,” ungkap santri yang lahir dan besar di Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan, Jombang ini.
Lebih lanjut, kopi kekinian juga menjadi penyumbang kalori tak terduga. Satu gelas kopi dengan tambahan krimer, sirup, dan toping dapat mengandung lebih dari 500 kalori—angka yang setara dengan satu porsi makan utama. Sebagai alternatif yang lebih sehat, Ning Ita menyarankan untuk mengonsumsi kopi hitam tanpa tambahan gula atau susu.
Di sisi lain, meski alkohol tidak selalu terasa manis, dampaknya terhadap berat badan tetap signifikan. Alkohol dapat meningkatkan nafsu makan dan menurunkan kendali diri, yang pada akhirnya mendorong seseorang untuk makan secara berlebihan tanpa disadari.
Ning Ita mengaku, air putih baik dalam keadaan hangat maupun dingin tidak mengandung kalori dan justru berperan penting dalam menjaga dehidrasi serta mendukung fungsi metabolisme tubuh. Yang perlu diwaspadai adalah kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman tinggi kalori yang sering kali dikemas secara menarik dan tampak ‘tidak berbahaya’ di mata masyarakat.
Dengan demikian, mitos bahwa air dingin menyebabkan perut buncit atau meningkatkan berat badan tidak memiliki dasar ilmiah yang valid. Justru sebaliknya, air dingin dapat memberikan sedikit efek positif pada metabolisme melalui proses termogenesis. Tantangan yang sebenarnya terletak pada tingginya kandungan gula, lemak, dan kalori dalam makanan serta minuman yang biasa dikonsumsi bersama air dingin.
“Untuk menjaga berat badan dan kesehatan secara keseluruhan, masyarakat perlu menerapkan pola makan yang seimbang, membatasi konsumsi makanan olahan, serta lebih kritis terhadap informasi kesehatan yang belum terverifikasi secara medis. Edukasi publik yang berbasis fakta menjadi fondasi penting dalam membentuk pola hidup sehat yang berkelanjutan di era modern,” pungkasnya.
Penulis: Inas Hamdan Billah
Terpopuler
1
PCNU Nganjuk Apresiasi 7 Kader Lolos Beasiswa Keagamaan PWNU Jatim
2
Tidak Menghadiri Undangan Pernikahan Sebab Tak Punya Uang, Bolehkah?
3
Paradoks Palestina: Dukungan Muslim yang Pincang
4
Resmi Dilantik, Fatayat NU Magetan Miliki Program Unggulan Mahabah
5
Peduli Lingkungan, MWCNU dan Banser di Bangkalan Bersih-bersih Pelabuhan
6
Kedung Cinet, Merasakan Eksotisme Miniatur Grand Canyon di Jombang
Terkini
Lihat Semua