Ning Ulfi: Penyikapan Isu Jilbab Perlu Perhatikan Prinsip At-Tadarruj
Senin, 29 April 2024 | 19:00 WIB
Boy Ardiansyah
Kontributor
Sidoarjo, NU Online Jatim
Wakil Ketua Pengurus Cabang (PC) Aswaja NU Center Sidoarjo, Ning Farida Ulfi Na’imah turut memberi komentar terkait persoalan jilbab yang sempat ramai diperbincangkan beberapa waktu lalu. Ramainya perbincangan ini karena salah satu putri pejabat memutuskan untuk tidak memakai jilbab lagi.
“Dalam menyikapi fenomena tersebut, saya pribadi teringat salah satu prinsip penetapan hukum adalah at-tadarruj yaitu kebertahapan dalam memberlakukan hukum,” katanya kepada NU Online Jatim, Senin (29/04/2024) melalui sambungan WhatsApp.
Kebertahapan itu diberlakukan karena menunggu kesiapan pihak-pihak yang menjadi subjek hukum. Yang umum dicontohkan adalah terkait syari’at diharamkannya khamr secara bertahap. Sayyidah Aisyah sendiri mengatakan: Dan jika saja ayat pertama yang turun berbunyi “Janganlah kamu meminum khamr,” maka mereka akan mengatakan “Kami tidak akan meninggalkan khamr selamanya.”
“Dalam konsep fiqh ad-dakwah, langkah ini dinilai cukup efektif. Karenanya, secara fiqh al-ahkam menutup aurat adalah kewajiban tetapi terkadang dalam fiqh ad-dakwah boleh tidak memakainya (dahulu) dengan batasan berpakaian yang sesuai standar norma kesopanan di masyarakat,” ujarnya.
Secara legal formal, ketika Allah mewajibkan hamba-Nya menutup aurat (QS. Al-Ahzab: 59) dengan ketentuan tertentu, maka tinggal menjalankan adalah bentuk kepatuhan syari’at kepada Tuhan.
“Adapun maksud utamanya pensyari’atan tersebut adalah agar mereka lebih mudah dikenal sehingga tidak disakiti oleh para lelaki yang kurang ajar,” jelasnya.
Lebih lanjut, perempuan yang juga dosen di Universitas KH Abdul Chalim Pacet, Mojokerto itu juga memaparkan bahwa memang ada ulama yang berpendapat rambut perempuan bukan termasuk aurat.
Ning Ulfi sapaan akrabnya menjelaskan dalam tafsir at-Tahrir wa at Tanwir karangan Ibn Asyur, disitu disebutkan bahwa ada ulama yang menginterpretasi potongan ayat illa ma dzahara minha (surah an-Nur: 31) dengan makna kedua kaki dan rambut.
“Ada segolongan mufassir yang menafsirkan perhiasan wanita adalah seluruh tubuhnya, dan menafsirkan bagian yang boleh tampak adalah wajah dan telapak tangan, ada pendapat lain yang boleh tampak adalah rambut dan telapak kaki,” tandasnya.
Terpopuler
1
Innalillahi, KH M Syafi’ Misbah Pengasuh Pesantren Al Hidayah Tanggulangin Sidoarjo Wafat di Makkah
2
Khutbah Jumat: Ibadah Kurban dan Ikhtiar Meneguhkan Silaturahim
3
Makna Idul Adha: dari Ritual Agama menuju Revolusi Kepedulian
4
3 Amalan Sunnah Istimewa di Hari Tasyrik
5
Khutbah Idul Adha: 3 Hikmah Hari Raya Kurban
6
Grand Final Duta Kampus Unisma 2025, Representasi Menuju WCU
Terkini
Lihat Semua