Metropolis

Perkuat Silaturahim, LTMNU di Sidoarjo Syawalan ke Pengasuh Pesantren Nuris Mojokerto

Senin, 21 April 2025 | 11:00 WIB

Perkuat Silaturahim, LTMNU di Sidoarjo Syawalan ke Pengasuh Pesantren Nuris Mojokerto

Rombongan LTMNU MWCNU Sukodono, Sidoarjo bersama Pengasuh Pesantren Nuris Mojokerto, KH Ahmad Siddiq, Ahad (20/04/2025). (Foto: NOJ/Yuli Riyanto)

Mojokerto, NU Online Jatim

Keluarga besar Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) didampingi sejumlah pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Sukodono, Kabupaten Sidoarjo melestarikan tradisi syawalan dengan bersilaturahim ke sejumlah kiai pengasuh pesantren di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Mojokerto dan Jombang, Ahad (20/04/2025).

 

Ketua MWCNU Sukodono, H Fathul Ibad dalam kesempatan tersebut mengatakan, salah satu pesantren tujuan silaturrahmi kali ini yakni ke Pesantren Nurul Islam (Nuris) 2 yang berlokasi di Desa Tunggalpager, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto.

 

“Kegiatan ini rutin diadakan setiap tahun secara mandiri oleh LTMNU MWCNU Sukodono yang diikuti sejumlah pengurus takmir masjid NU se-Kecamatan Sukodono. Adapun tujuannya agar selalu dekat dengan para ulama (kiai) sekaligus ngalap barokah (mencari keberkahan),” katanya kepada NU Online Jatim.

 

Sementara itu, pengasuh Pesantren Nuris Mojokerto, KH Ahmad Siddiq dalam sambutannya menuturkan, silaturrahmi seperti ini sungguh luar biasa apabila didasari dengan motivasi dan tujuan ingin membangun kedekatan dengan ulama (kiai).

 

“Betapa pentingnya kita membangun kedekatan, mendengar kalam hikmah, sami'na wa atho'na dengan ulama. Pesantren Nuris ini besar menurut saya karena barokahnya ulama. Mendengarkan dawuhnya para ahli hikmah, maka Allah akan menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah,” tuturnya.

 

Lebih lanjut, Kiai Siddiq berpesan, apabila menjadi pengurus NU, termasuk lembaga serta badan otonom (banom) agar diniatkan untuk memperbaiki diri dengan mencari berkahnya NU dan para muassis.

 

“Bukan memperbaiki NU, karena NU itu sudah baik dan keramat. NU itu yang mendirikan adalah para wali dan orang-orang shaleh terdahulu,” tegasnya.

 

Di sisi lain, terkait ketakmiran masjid, Kiai Siddiq menegaskan, menjadi takmir masjid itu sungguh mulia, karena seorang takmir masjid adalah orang yang mulia dan akan dimuliakan oleh Allah, sebab masjid itu adalah rumah Allah.

 

“Sungguh masjid itu dibangun harus diatas pondasi membangun ketaqwaan diri dan umat islam. Takmir masjid harus cerdas, cirinya adalah yang paling pintar menghabiskan uang masjid (untuk pembangunan),” tegasnya.

 

Kalau ada uang kas di masjid hendaknya langsung dihabiskan, karena uang yang dikelola oleh masjid adalah sedekah jariyah umat. Jangan sampai, kalau ada jamaah masjid beramal jariyah lalu disimpan atau dikumpulkan dulu.

 

“Menunggu terkumpul banyak baru kemudian diwujudkan, takmir seperti ini termasuk tidak sepenuhnya amanah. Ingat, jariyah itu artinya mengalir, apa yang dijariyahkan oleh jamaah harus segera ditasharrufkan supaya pahalanya bisa cepat mengalir,” kata Kiai Siddiq.

 

Meskipun jariyah yang masuk ke masjid hanya sebesar Rp10 ribu bisa langsung diwujudkan berupa program masjid yang besar. Takmir masjid yang cerdas programnya harus besar seperti membangun peradaban umat, menjadikan masjid sebagai simpul syiar, ibadah dan pembangunan peradaban.

 

“Walaupun jariyah yang masuk hanya Rp1.000 harus segera diwujudkan, misalkan dengan membuat program lembaga pendidikan sebagai sentral peradaban umat. Maka, masjid manakala dipimpin oleh seorang takmir yang visioner, Insyaallah masjid tidak hanya menjadi tempat shalat maktubah, tapi masjid akan mampu menjadi simpul munculnya peradaban umat dan kemajuan Islam,” pungkasnya.

 

Sebagaimana diketahui, pengasuh pesantren yang dikunjungi rombongan LTMNU MWCNU Sukodono dalam kegiatan silaturrahmi tersebut antara lain KH Nur Cholis Misbah (Pesantren Al-Amanah Junwangi Krian), KH Ahmad Siddiq (Pesantren Nurul Islam Mojokerto), KH Abdul Hafidz Muslih (Pesantren Manba’ul Quran Mojokerto), dan KH Abdul Hamid Bisri (Pesantren Darul Ulum Jombang).