• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Hubungan Pancasila dan Islam Perspektif Nahdlatul Ulama

Hubungan Pancasila dan Islam Perspektif Nahdlatul Ulama
Ilustrasi NU Online
Ilustrasi NU Online

Oleh: Habib Wakidatul Ihtiar*

Saat ini bangsa Indonesia tengah diuji dengan berbagai problematika serius yang mengancam harmonisasi kehidupan beragama dan bernegara. Salah satu ujian itu ialah munculnya aliran atau gerakan radikal yang ingin mengubah dasar negara. Dalam gerakannya, aliran ini sering mendikotomikan bahkan membenturkan antara Pancasila dengan Islam.


Pancasila sebagai dasar negara, mereka anggap taghut dan harus diganti. Beragam gerakan mereka lakukan, baik berupa penyebaran pemikiran atau doktrin hingga perilaku-perilaku yang cenderung menjurus pada tindakan kekerasan.


Hal ini tentu sangat berbahaya, terutama bagi para generasi bangsa. Apalagi, berdasarkan survei terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diketahui ada sekitar 85 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme.


Realita ini menjadi perhatian serius bagi seluruh masyarakat Indonesia, terutama Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, yang menerima Pancasila sebagai dasar negara.


NU tentu merasa gusar dan waspada terhadap gerakan berbahaya tersebut. Karena itu, upaya-upaya kontra paham radikalisme terus dilakukan oleh NU demi terjaganya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.


Salah satu langkah strategis yang dilakukan oleh NU adalah aktif mengkampanyekan pandangannya terhadap hubungan Pancasila dan Islam, hasil Munas Alim Ulama NU di Situbondo pada tahun 1983. Dalam Munas tersebut dirumuskan deklarasi tentang Hubungan Pancasila dengan Islam, yang terdiri atas lima butir.


Butir pertama, Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesi bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.


Butir kedua, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.


Butir ketiga, bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah akidah dan syari’ah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.


Butir keempat, penerima dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya.


Butir kelima, sebagai konsekuensi dari sikap di atas, Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.


Deklarasi ini menjadi bukti bahwa Pancasila memiliki substansi yang sejalan dengan ajaran Islam. Penerimaan NU terhadap Pancasila baik sebagai asas tunggal organisasisnya maupun sebagai dasar negara dapat disimpulkan karena dua hal.


Pertama, karena nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri merupakan sesuatu yang baik (maslahat). Kedua, alasan penerimaan pancasila ini karena fungsinya sebagai mu’ahadah atau mitsaq. Yakni sebuah kesepakatan, antara umat Islam dengan golongan lain di Indonesia untuk mendirikan negara. (Ali Haidar, 1994: 289-290).


Islam dan Pancasila adalah dua hal yang saling berkorelasi dan tidak bisa dipertentangkan. Islam adalah jalan menggapai ridha Allah SWT, sedangkan Pancasila adalah pondasi untuk mewujudkan kemaslahatan kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah yang terus diyakini dan diperjuangkan oleh NU. Wallahu a'lam.


*Penulis adalah pengajar di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan Pengurus PC LDNU Kabupaten Trenggalek


Editor:

Opini Terbaru