Pendidikan

Peduli Lingkungan, UIN KHAS Jember Hidupkan Kembali Kajian Ekoteologi

Rabu, 6 Agustus 2025 | 15:00 WIB

Peduli Lingkungan, UIN KHAS Jember Hidupkan Kembali Kajian Ekoteologi

Narasumber dan Wakil Rektor I UIN KHAS Jember, Prof M Khusna Amal, berfoto bersama peserta serial Kajian Ekoteologi di Gedung BEC International Class, UIN KHAS Jember, Selasa (05/08/2025). (Foto: NOJ/ Aryudi AR)

Jember, NU Online Jatim

Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember menghidupkan kembali serial Kajian Ekoteologi sebagai salah satu upaya membangun kesadaran pelestarian lingkungan. Kajian kali ini mengusung tema ‘Diskursus Ekoteologi dalam Pemikiran Ulama Klasik’ dan bertempat di Gedung BEC International Class, UIN KHAS Jember, Selasa (05/08/2025).

 

Kegiatan tersebut merupakan episode kedua dari Lingkar Kajian Strategis (LKS) yang dihidupkan kembali oleh Wakil Rektor I UIN KHAS Jember, Prof M Khusna Amal dengan melibatkan seluruh dosen di lingkungan kampus.

 

Acara tersebut dibuka oleh Prof M Khusna Amal, dan dilanjutkan dengan pemaparan oleh narasumber, yaitu KH Abdul Wahab Ahmad, dosen Fakultas Syariah UIN KHAS Jember sekaligus Sekretaris MUI Jember.

 

“Wacana ekoteologi bukan hal baru, melainkan telah menjadi bagian dari warisan keilmuan Islam sejak masa Nabi Muhammad SAW,” ucap Gus Wahab dalam pemaparannya.

 

Ia mengatakan, pelestarian lingkungan adalah hal yang tidak terpisahkan dari agama Islam. Ekoteologi Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Nabi Muhammad SAW secara eksplisit membahas keseimbangan alam, bahkan dalam konteks peperangan pun, Islam melarang perusakan lingkungan. 

 

“Kemudian para ulama memberikan kaidah-kaidah hukum untuk menyikapi bagaimana kasus-kasus yang berkaitan dengan lingkungan di masa depan,” jelasnya.

 

Gus Wahab lalu menukil pendapat para ulama klasik seperti Al-Munawi yang memandang zakat sebagai harmoni antara manusia dan alam, Al-Qurthubi yang menyatakan menanam pohon sebagai kewajiban, serta Izzuddin bin Abdissalam yang menegaskan bahwa inti dari syariat adalah kemaslahatan, termasuk kemaslahatan ekologis.

 

“Karena di zaman mereka tidak ada kasus-kasus yang seperti sekarang. Kerusakan lingkungan belum ada. Jadi mereka (para ulama) tidak menulis secara rinci, tetapi hanya menulis kaidah-kaidah yang bisa menjadi pedoman apabila hal itu (kerusakan) terjadi,” urainya.

 

Salah seorang peserta, Moh Nor Afandi, mengungkapkan kegiatan tersebut selaras dengan misi besar Kementerian Agama terkait dengan penghijauan dan pelestarian lingkungan berbasis Islam.

 

“Ekoteologi itu tidak hanya menanam pohon tapi juga membangun sebuah kesadaran, keseimbangan, serta pemahaman antara alam dan manusia,” pungkas jebolan Pondok Pesantren Nurul Jadid Probolinggo itu.