Pendidikan

Rektor Unusa Tinjau Rumah Mahasiswa Penerima Beasiswa KIPK

Sabtu, 6 September 2025 | 13:00 WIB

Rektor Unusa Tinjau Rumah Mahasiswa Penerima Beasiswa KIPK

Rektor Unusa dan jajarannya saat meninjau rumah mahasiswa penerima program KIPK. (Foto: NOJ/ Dok. Humas Unusa)

Surabaya, NU Online Jatim

Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Prof Ir Achmad Jazidie MEng, berkunjung untuk meninjau rumah mahasiswa penerima program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK). Dalam kunjungan itu, ia didampingi Wakil Rektor I, Direktur Akademik dan Kemahasiswaan (Akamawa), Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK), serta Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis dan Teknologi Digital (FEBTD). 

 

Prof Jazidie mengatakan, kunjungan ini dilakukan untuk memastikan program pemerintah itu tepat sasaran. "Selain itu, juga ingin lebih dekat dan mengenal para mahasiswa penerima KIPK Unusa," katanya dalam keterangan tertulis kepada NU Online Jatim, Sabtu (06/09/2025). 

 

Rektor Unusa beserta jajarannya bertemu dengan Nafisah Galuh Aurellia dan M Faisal. Keduanya jadi orang pertama yang bisa kuliah di lingkungan keluarganya. Galuh mengungkapkan kebahagiaannya menjadi mahasiswa baru di Unusa. Gadis kelahiran Sidoarjo, 21 Maret 2007 itu tidak pernah menyangka mimpinya untuk berkuliah bisa terwujud dengan bantuan beasiswa KIPK. Galuh kini menjadi mahasiswa D3 Keperawatan.

 

Perjalanan Galuh menuju bangku kuliah bukanlah hal mudah. Anak keempat dari enam bersaudara pasangan almarhum Purwo Sumbioyo dan Lilis Suryati itu harus menghadapi kenyataan hidup tanpa sosok ayah sejak ia berada di bangku sekolah dasar.

 

“Om saya punya usaha penyewaan sound dan lampu-lampu, lalu, ibu kan juga punya lampu-lampu dan ikut titip di om saya dan membantu mengelola uangnya. Dari situ kami bisa bertahan. Alhamdulillah,” cerita Galuh. 

 

Di tengah keterbatasan itu, tekad Galuh untuk terus melanjutkan pendidikan justru tidak pernah tergoyahkan. Sejak di SMK, ia sudah mengambil jurusan keperawatan, sehingga keputusan melanjutkan kuliah di bidang yang sama adalah bentuk konsistensinya dalam mengejar cita-cita. 

 

“Awalnya saya ingin jadi TNI, tapi ayah dulu pernah bilang kalau mau jadi TNI setidaknya punya keterampilan atau bakat. Akhirnya saya diarahkan untuk masuk jurusan kesehatan. Setelah itu saya merasa sayang kalau tidak diteruskan,” tuturnya.

 

Di mata ibunya, keberhasilan Galuh mendapatkan beasiswa KIPK adalah sebuah anugerah besar. Lilis Suryati tidak mampu menahan rasa haru ketika anak keempatnya diumumkan lolos seleksi. 

 

“Alhamdulillah, saya sangat senang akhirnya anak saya ada yang kuliah. Setelah tiga anak saya sebelumnya, akhirnya anak yang keempat bisa kuliah,” kenangnya penuh haru.

 

Lilis juga menuturkan bahwa sejak awal ia selalu menekankan pentingnya nilai spiritual kepada anak-anaknya. Meski kehidupan keluarga sederhana, ia percaya bahwa doa dan ikhtiar akan selalu membuahkan hasil terbaik. “Saya selalu bilang, pokoknya utamakan akhirat, nanti dunia akan menyusul. Karena keberhasilan kita juga berasal dari usaha dan doa kita,” pesannya.

 

Kisah Faisal

Hal sama dialami M Faisal, mahasiswa baru program studi S1 Manajemen. Ia menyampaikan, keinginannya untuk berkuliah juga baru muncul ketika dia duduk di kelas 12 SMK. “Saat magang itu baru kepikiran ingin kuliah, karena ada keinginan juga untuk buka usaha,” jelas anak kedua dari tiga bersaudara itu.

 

Saudara sepupunya yang merupakan mahasiswa semester 6 PG PAUD Unusa memberinya saran untuk mendaftar KIP-K di Unusa. Dengan usaha dan keteguhannya sendiri Faisal bisa lolos program tersebut. Baginya kesempatan ini tak akan disia-siakan. “Sempat diragukan juga sama temen-temen, katanya ‘ngapain kuliah,” tuturnya.

 

Merasa kuliah adalah kebutuhan dan penentu masa depannya, Faisal tetap lanjut dan tak menghiraukan omongan temannya. Banyak hal sulit yang dihadapi sejak kecil. Sejak usia 4 tahun, Faisal sudah ditinggal sang ibu. “Masih kecil jadi nggak tahu juga ibu meninggal karena apa,” bebernya.

 

Ia yang awalnya lahir dan tinggal di Jombang, kemudian dibawa Ayahnya ke Surabaya supaya bisa merawatnya langsung. Lantaran ayahnya yang buruh harian di Surabaya, sehingga sebelumnya hanya bisa bertemu seminggu sekali. 

 

Sejak di Surabaya, Faisal lanjut bersekolah di taman kanak-kanak, namun tidak ingin lanjut sekolah di Sekolah Dasar. “Udah dipaksa bapak buat sekolah, tapi tetep nggak mau,” ungkapnya.

 

Hingga akhirnya saat usia 9 tahun, ayah Faisal, Budiman memaksanya untuk bersekolah dan lanjut hingga sekarang. Cukup sulit bagi Faisal, karena usianya yang jauh lebih tua dari teman-teman sekelasnya. “Ya minder, karena lebih tua, jadi lebih banyak diem,” jelas pria 21 tahun itu. 

 

Budiman menambahkan dirinya hanya bisa mendukung dan mendoakan anaknya dalam menggapai cita-cita. “Saya cuma mau yang terbaik buat anak saya. Alhamdulillah dan ikut senang karena baru dia (Faisal, red) yang lanjut kuliah,” ujarnya. 

 

Menjadi anak yang bermanfaat dan bisa membanggakan keluarga maupun sekolahnya itu menjadi harapan Budiman pada Faisal. Bagi Budiman pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi masa depan. “Sehingga mengetahui keinginan Faisal untuk lanjut kuliah menjadi kebahagiaan baginya,” pungkasnya.