• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Rehat

Menunda Pernikahan adalah Menghalangi Kebahagiaan

Menunda Pernikahan adalah Menghalangi Kebahagiaan
Menikah sebagai media melengkapi kebahagiaan. (Foto: NOJ/AKc)
Menikah sebagai media melengkapi kebahagiaan. (Foto: NOJ/AKc)

Dalam sebuah kesempatan, Nabi Muhammad SAW berpesan sebagai berikut:

 

فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ ضَرْبُ الدُّفِّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ (رواه الترمذي عن محمد بن حاطب

 

Artinya: Pemisah antara yang halal dan yang haram adalah pemukulan rebana dan suara (nyanyian) dalam nikah. (HR Imam Tirmidzi dari  Muhammad bin Hathib, Al-Jami’us Shaghir, hadits nomor 5851).

 

Menurut riwayat (H Munawar Chalil, Tarikh Nabi Muhammad SAW, 1960: 329), bahwa ketika bulan Rabi’ul Awal pada permulaan tahun ketiga hijriyah, Nabi SAW menikahkan putrinya yang bernama Ummi Kulsum dengan sahabat Usman bin Affan. Ummi Kulsum merupakan putri ketiga Nabi yang pernah dinikahkan dengan ‘Utaibah anak dari Abu Lahab. Karena kebenciannya terhadap Islam, akhirnya Abu Lahab meminta ‘Utaibah untuk menceraikan Ummi Kulsum.

 

Setelah wafatnya Ruqayyah, Nabi meminta Utsman bin Affan untuk menikahi Ummi Kulsum yang merupakan adik dari Ruqayyah. Maka terjadilah pernikahan antara Utsman bin Affan dengan Ummi Kulsum. Pernikahan tersebut menjadi pelipur lara Utsman yang kehilangan istrinya, Ruqayyah. Kesendirian sosok muslim yang dermawan nan penyabar tersebut pun kemudian menjadi lebih lengkap dengan hadirnya seorang istri yang tak lain adik dari istrinya yang wafat.

 

Kisah tersebut merupakan satu contoh bahwa Rasulullah memiliki kepedulian kepada orang-orang yang disayangi dalam banyak hal, termasuk persoalan pernikahan. Kemuliaan hatinya karena memahami bahwa pernikahan adalah bagian terwujudnya kebahagiaan. Kebahagiaan hati manusia, siapa pun dia, tentunya dapat lebih terasa lengkap tatkala memiliki pendamping yang menjadikannya tak lagi sendiri.

 

Rasulullah SAW juga bersabda: Pemisah antara yang halal dan yang haram adalah pemukulan rebana dan suara (nyanyian) dalam nikah. Dengan demikian, halalkan sebuah cinta, halalkan kebahagiaan dalam pernikahan. Dan jadikan pernikahan adalah momen kebahagiaan yang dirasakan banyak orang sehingga dapat disambut dengan nuansa ceria, termasuk dengan lantunan musik rebanan yang menjadi identitas hari bahagia.

 

Akhirnya, sedikit disampaikan: Tuku glathi nang Pasar Turi, nek wes sehati, ayo ndang rabi. Dalam parikan singkat tersebut, ingin dikemukakan bahwa menikah bukan soal pembatasan, melainkan bingkai kebahagiaan secara halal. Alangkah mulianya hati kita jika memudahkan pernikahan bagi mereka yang sudah cukup usia dan matang secara psikis maupun bentuk kesiapan lain. Karena menunda pernikahan adalah menunda kebahagiaan.


Editor:

Rehat Terbaru