• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Rehat

UMRAH RAMADHAN 2023

Di Masjid Nabawi, Hindari Kepo terhadap Sikap Jamaah Lain

Di Masjid Nabawi, Hindari Kepo terhadap Sikap Jamaah Lain
Suasana di Raudhah, Masjid Nabawi Madinah. (Foto: NOJ/Syaifullah)
Suasana di Raudhah, Masjid Nabawi Madinah. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Madinah, NU Online Jatim

Masjid Nabawi di Madinah menjadi salah satu jujugan bagi umat Islam selama Ramadhan. Karena keutamaan beribadah di masjid ini juga demikian tinggi. Di luar bulan puasa sekalipun, tidak terhitung jamaah yang hadir di masjid ini. Mereka berasal dari berbagai kawasan dan negara, sehingga saat berada di masjid tersebut akan bertemu aneka orang dengan sejumlah latar belakang.


Sadar dengan aneka keragaman tersebut, maka sudah selayaknya antara umat Islam saling menghargai perbedaan yang ada. Baik dalam hal cara beragama, tampilan saat beribadah, sikap dan karakter. Perbedaan yang ada hendaknya tidak dipertajam, malah menjadi sarana untuk saling menguatkan.


Dalam sebuah ayat Al-Qur'an disebutkan bahwa Allah SWT menciptakan manusia bersuku bangsa untuk saling mengenal. Nah, di sekitaran Masjid Nabawi, maka semangat saling menghargai tersebut hendaknya lebih dikedepankan.


Dalam sebuah kesempatan, KH Musleh Adnan dari Pamekasan memberikan penjelasan bahwa saat di luar negeri khususnya di Makkah dan Madinah, untuk lebih sabar dan menyadari perbedaan. Bila menyaksikan mereka yang berbeda, maka hendaknya menyadari dan memandang sebagai sebuah kewajaran. Tanpa ada keinginan untuk memaksakan kehendak.


Dalam sebuah kesempatan di Masjid Nabawi, Kiai Musleh tampak janggal dengan seseorang yang duduk mendongkrong. Soal posisi duduknya, mungkin tidak masalah karena hal tersebut bisa jadi merupakan yang diinginkan dan dia merasa nyaman. Akan tetapi yang membuat kiai asli Jember tersebut kesal adalah karena saat itu yang bersangkutan sedang mengaji Al Qur'an. Dalam pandangannya, posisi tersebut sangat tidak menghargai kalam ilahi.


Karena merasa tidak terima, maka Kiai Musleh datang mendekat sekaligus menegur yang bersangkutan. Bahasa bebasnya kira-kira sebagai berikut; "Kalau ngaji Al-Qur'an, jangan sambil mendongkrong, tidak sopan," katanya.


Mendengar teguran tersebut, yang bersangkutan menjawab: "Anda tidak mendongkrong, tapi apakah mengaji?," katanya balik bertanya.


Serasa ditampar, akhirnya Kiai Musleh mundur teratur.


Seperti disampaikan di atas, bahwa keragaman jamaah melingkupi saat di Madinah, termasuk Masjid Nabawi. Karena kalau diperhatikan, banyak hal berbeda yang ditampilkan jamaah yang datang, serta tidak jarang yang berbeda.


Ada yang dengan seenaknya melangkah saat ada orang shalat, mengenakan pakaian ala kadarnya, membaca Al-Qur'an sembari mendongkrong dan lainnya. Sikap-sikap tersebut tentu saja akan berbeda dengan kebiasaan di Tanah Air. 


Belum lagi cara shalat yang berbeda dengan keseharian kita. Cara takbiratul ihram, tahiyyat, dan gerakan lain, tidak sedikit yang berbeda dengan panduan yang disarankan oleh para guru ngaji. Bahkan kalau mau sedikit ekstrem, sejumlah ustadz menjelaskan bahwa aneka sikap tersebut dalam membatalkan shalat.


Masalahnya, apakah saat melihat beberapa hal tersebut kemudian bereaksi menyalahkan? Tentu saja tidak bisa demikian. Yang hendaknya dikedepankan adalah saling menghargai dan menghindari kepo. Biarlah jamaah dengan pengetahuan dan kepercayaannya, toh masalah itu hanya furuiyah. Belum lagi bacaan dalam Al-Qur'an dengan banyak varian.


Di Masjid Nabawi kita dapat mewujudkan pesan bahwa perbedaan adalah berkah; ikhtilafu ummati rahmatun.


Rehat Terbaru