• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 28 Maret 2025

Rehat

Hobi yang Berbahaya Boleh Dilakukan dengan Keahlian Khusus

Hobi yang Berbahaya Boleh Dilakukan dengan Keahlian Khusus
Hobi yang berbahaya harus punya keahlian khusus. (Foto: NOJ/sripoku)
Hobi yang berbahaya harus punya keahlian khusus. (Foto: NOJ/sripoku)

Memiliki hobi atau kebiasaan yang berbahaya, kadang justru dianggap menarik oleh sebagian orang yang suka dengan tantangan. Seperti hobi kebut-kebutan dalam mengendarai motor, makan makanan yang super pedas, makan berlebihan untuk tantangan konten, bermain dengan ular berbisa, dan lain sebagainya. 
 

Berbagai macam risiko yang membahayakan, seperti kecelakaan, sakit parah, bahkan kematian, tidak membuat mereka takut untuk menjalaninya. Keberanian itu bisa jadi karena mereka merasa sudah memiliki skill dan keahlian, atau sekedar nekat asal bertindak tanpa memikirkan risikonya. 
 

Dalam pandangan Islam, melakukan tindakan yang membahayakan keselamatan diri sendiri tentu tidak diperbolehkan. Islam melarang umatnya untuk membahayakan diri sendiri dan orang lain, serta melarang untuk menjatuhkan diri dalam kerusakan. 
 

Menjaga diri dari hal-hal yang membahayakan diri adalah wajib. Para ulama telah menegaskan bahwa haram hukumnya memakan sesuatu yang dapat membahayakan diri, baik membahayakan fisik seperti makanan yang beracun, maupun membahayakan akal seperti makanan dan minuman yang memabukkan. 
 

Abu Bakar Muhammad Syatha Ad-Dimyathi menjelaskan bahwa makan secara berlebihan jika dapat berdampak membahayakan diri, maka hukumnya diharamkan. Sedangkan Jika tidak membahayakan, maka dimakruhkan (sebaiknya ditinggalkan).   
 

Dalam kitab I’anatuth Thalibin disebutkan:
 

وَصَرَّحَ الشَّيْخَانِ بِكَرَاهَةِ اْلأَكْلِ فَوْقَ الشَّبْعِ وَ آخَرُوْنَ بِحُرْمَتِهِ … وَالْأَحْسَنُ أَنْ يُقَالَ إِنَّ التَّحْرِيْمَ مَحْمُوْلٌ عَلَى حَالَةِ الضَّرَرِ سَوَاءٌ كَانَ مِنْ مَالِهِ أَوْ مِنْ مَالِ غَيْرِهِ وَالْقَوْلُ بِالْكَرَاهَةِ عَلَى غَيْرِهَا 
 

Artinya, “Kedua Syekh (An-Nawawi dan Ar-Rafi’i) menyatakan bahwa makruh makan melebihi kenyang, sedangkan ulama lain menyatakan haram ... Lebih baik dikatakan bahwa keharaman itu diarahkan pada kondisi yang membahayakan, baik itu dari uangnya sendiri maupun dari uang orang lain, sedangkan pendapat yang mengatakan makruh diarahkan pada kondisi ketika tidak berbahaya." (Abu Bakar Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatuth Thalibin, [Damaskus, Darul Faiha’ lin Nasyri wat Tauzi’: 2006], juz III, halaman 663).
 

Di sisi lain, Islam juga menganjurkan untuk berlatih pedang, memanah, dan sebagainya yang tentu menggunakan benda-benda tajam dan berbahaya. Meski ada risiko, namun manfaatnya dinilai lebih dominan, yaitu untuk melatih skill dalam berperang.

Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan bahwa berlatih pedang hukumnya diperbolehkan karena umumnya latihan tersebut berjalan dengan aman. Hukum boleh ini tidak hanya berlaku untuk hal-hal yang berguna dalam peperangan, bahkan jika hal tersebut dianggap tidak berguna, namun diperkirakan berjalan dengan aman, maka hukumnya diperbolehkan. 
 

Adapun kemungkinan latihan tidak berjalan dengan baik, sehingga berisiko terluka bahkan berdampak kematian, hal itu tidak lantas menjadikannya dilarang secara total, karena dianggap jarang terjadi (nadir). (Ahmad Ibnu Hajar Al-Haitami, Fatawal Fiqhiyah Al-Kubra, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2018], juz IV, halaman 247). 
 

Meski demikian, penggunaan senjata di Indonesia tidak dapat dilakukan secara bebas. Pemerintah telah mengatur penggunaan senjata api sebagaimana tercantum pada peraturan kepolisian negara republik indonesia nomor 1 tahun 2022 sebagai berikut:
 

  1. Senjata Api Non Organik Polri/TNI untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target dan menembak reaksi sebagaimana yang dimaksud dalam - 38 - Pasal 46 ayat (1) huruf a dan huruf b, digunakan di lokasi latihan dan lokasi pertandingan. 
     
  2. Senjata Api Non Organik Polri/TNI untuk kepentingan olahraga berburu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c, digunakan di lokasi latihan, lokasi pertandingan dan lokasi berburu. 
     
  3. Lokasi Latihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), merupakan lapangan tembak yang telah mendapatkan izin dari Polri.


Sedangkan terkait senjata tajam, sebenarnya memiliki senjata tajam tidak memerlukan izin, tetapi yang tidak diperbolehkan adalah membawa senjata tajam di tempat umum. Jadi selama dikoleksi di rumah, maka tidak akan ada masalah. Jika memang akan dibawa ke tempat umum (misalnya ke pameran senjata), maka lebih baik disarankan untuk mendapatkan izin. (hukumonline.com)

Dalam kitab Al-Bujairimi disebutkan bahwa diperbolehkan untuk menangkap ular bagi orang yang memiliki keahlian.
 

Pernyataan ini memberikan pemahaman secara luas diperbolehkan untuk melakukan berbagai macam permainan yang membahayakan dengan ketentuan dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian dan punya dugaan kuat akan selamat.  
 

تَنْبِيهٌ : يَحِلُّ اصْطِيَادُ الْحَيَّةِ لِحَاذِقٍ فِي صَنْعَتِهِ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ سَلَامَتُهُ مِنْهَا … وَيُؤْخَذُ مِنْ كَلَامِهِ أَيْضًا حِلُّ أَنْوَاعِ اللَّعِبِ الْخَطِيرَةِ مِنْ الْحَاذِقِ بِهَا أَيْ كَالْبَهْلَوَانِ حَيْثُ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ سَلَامَتُهُ 
 

Artinya, “Catatan: Dibolehkan menangkap ular bagi orang yang ahli dalam bidangnya dan yakin bahwa dia kemungkinan besar aman darinya ... dari pernyataan itu juga dibolehkan jenis-jenis mainan yang berbahaya bagi orang yang ahli dalam hal itu, yaitu seperti badut, sekira menurutnya kemungkinan besar akan selamat.” (Khathib As-Syirbini, Hasyiyah Al-Bujairimi 'alal Khathib, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2015], juz V, halaman 266).
 

Selain pertimbangan aman dan keahlian, melakukan hobi atau kebiasaan yang membahayakan, terutama yang dilakukan di tempat umum, juga harus mempertimbangkan keamanan bagi orang lain. Jika kebiasaan yang dilakukan dapat membahayakan keselamatan orang lain, seperti kebiasaan mengendarai motor dengan kebut-kebutan di jalan umum, maka hal itu tidak diperbolehkan. 
 

Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami menjelaskan bahwa mengemudikan kendaraan dengan sangat kencang (kebut-kebutan) atau melawan arah hukumnya tidak diperbolehkan karena membahayakan orang lain.  
 

وَيُمْنَعُ سَيْرُ السَّيَّارَةِ فِي الشَّارِعِ الْعَامِّ إِذَا تَرَتَّبَ عَلَيْهَا ضَرَرٌ كَالسَّيْرِ بِسُرْعَةٍ فَائِقَةٍ أَوْ فِي الْاِتِّجَاهِ الْمُعَاكِسِ عَمَلاً بِالْحَدِيْثِ النَّبَوِيِّ: لَا ضَرَرَ وَلَا ضَرَارَ. وَلِأَنَّ الْمُرُوْرَ فِي الطَّرِيْقِ الْعَامِّ مُقَيَّدٌ بِشَرْطِ السَّلَامَةِ فِيْمَا يُمْكِنُ الْاِحْتِرَازُ عَنْهُ
 

Artinya, “Dilarang mengendarai mobil di jalan umum jika menimbulkan bahaya, seperti mengemudi dengan kecepatan tinggi, atau berlawanan arah, sesuai dengan hadis Nabi: “Tidak ada bahaya dan celaka,” dan karena lalu lintas di jalan umum dibatasi dengan keselamatan dalam hal-hal yang dapat dihindari.” (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Beirut, Darul Fikr: 1997], juz V, halaman 500).
 

Simpulan

Uraian di atas menyimpulkan bahwa hobi atau kebiasaan yang berbahaya boleh dilakukan dengan ketentuan diduga kuat dapat berjalan dengan aman dan dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian. Selain itu, juga harus tidak membahayakan orang lain. 

Sedangkan kebiasaan yang berisiko tinggi dan tidak aman, atau orang yang melakukannya tidak memiliki keahlian, maka hukumnya tidak diperbolehkan karena dianggap membahayakan diri sendiri yang dilarang. Wallahu a’lam.

 

Artikel diambil dari: Menjalani Hobi yang Membahayakan Jiwa dalam Pandangan Islam


Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar


Rehat Terbaru