• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Rehat

Mengingat Kembali Perang Thaif yang Terjadi di Bulan Syawal

Mengingat Kembali Perang Thaif yang Terjadi di Bulan Syawal
Di antara perang yang tercatat terjadi saat bulan Syawal adalah Perang Thaif dengan dinamika yang mengiringi. (Foto: NOJ/BTn)
Di antara perang yang tercatat terjadi saat bulan Syawal adalah Perang Thaif dengan dinamika yang mengiringi. (Foto: NOJ/BTn)

Saat ini umat islam sedang bergembira lantaran memasuki bulan Syawal. Ekspresi keceriaan tersebut sangat terasa dengan berbagai kegiatan selama bulan Syawal. Namun, di balik aneka suka cita selama lebaran, sebaiknya juga mengenang peristiwa penting yang terjadi pada bulan Syawal yang salah satunya adalah perang Thaif.


Perlu diketahui bahwa perjuangan Rasulullah demikian berat. Termasuk ketika berada di bulan Syawal, terdapat beberapa catatan sejarah penting bagi umat muslim, terutama pada saat Rasulullah saw memperjuangkan dakwah agama Islam. Mulai dari Perang Uhud, Perang Hamra al-Asad, Perang Khandaq, dan Perang Hunain, semuanya terjadi pada bulan kesepuluh dalam penanggalan hijriah ini. Salah satu peristiwa bersejarah yang tidak terlupakan adalah Perang Thaif. Pertempuran yang sempat membuat pasukan Muslim kocar-kacir ini terjadi setelah Perang Hunain pada tanggal 10 Syawal 8 H. Pada peristiwa ini pula kaum Anshar mendapat pelajaran penting dari sikap bijaksana baginda Nabi Muhammad SAW.

 

Sebab Perang Tha’if

Perang ini merupakan lanjutan dari Perang Hunain yang dimenangkan oleh pasukan muslim. Kemenangan ini salah satunya dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an berikut:

 

لَقَدۡ نَصَرَكُمُ ٱللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٖ وَيَوۡمَ حُنَيۡنٍ إِذۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡ كَثۡرَتُكُمۡ فَلَمۡ تُغۡنِ عَنكُمۡ شَيۡ‍ٔٗا وَضَاقَتۡ عَلَيۡكُمُ ٱلۡأَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ ثُمَّ وَلَّيۡتُم مُّدۡبِرِينَ  

 

Artinya: Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. (QS At-Taubah [9]: 25)

 

Setelah berhasil memenangkan peperangan, pasukan musuh yang kalah telak itu terpecah belah menjadi tiga kelompok yang lari ke wilayah berbeda. Sebagian lari ke Tha’if, sebagian lari ke Nakhlah, dan sebagian lagi lari ke Authas. Untuk mengejar pasukan yang lari ke Authas, Nabi menugaskan sejumlah tentara di bawah pimpinan Abu Amir al-Asy’ari. Setelah berhasil dikejar, terjadi pertempuran antara kedua belah pihak yang diakhiri dengan kemenangan umat Muslim, meski al-Asy’ari sendiri gugur dalam peristiwa tersebut.

 

Sementara untuk mengejar pasukan yang lari ke Nakhlah, Nabi juga menugaskan sejumlah tentara untuk melumpuhkannya. Dalam peristiwa ini Duraid bin ash-Shimah (dari pasukan musuh) berhasil ditangkap dan dibunuh oleh Rabi’ah bin Rufa’i. Tinggal pasukan yang lari ke arah Thaif. Untuk pasukan ini, sejumlah tentara Muslim yang dipimpin langsung oleh Nabi sendirilah yang mengejarnya hingga terjadi pertempuran sengit. Alasan pengejaran pada kelompok ini menjadi prioritas sampai Nabi sendiri yang mengomandoi pasukan adalah karena mayoritas tentara musuh kabur ke wilayah ini. 

 

Safyurrahman al-Mubarakfuri melaporkan, mayoritas pelarian Hawazin dan Tsaqif yang terlibat dalam Perang Hunain lari ke Tha’if bersama dengan komandan tertinggi mereka, Malik bin Auf an-Nashri. (Safyurrahman al-Mubarakfuri, Rahîqul Makhtûm, t.t: 385-386) Detik-detik Perang Tha’if Utusan pasukan yang berangkat ke Thaif terlebih dahulu sebanyak 1000 tentara dengan dipimpin Khalid bin Walid. Setelah itu kemudian Rasulullah SAW bersama pasukan lainnya menyusul. Mereka menemukan benteng bilik Malik bin Auf di sana. Rasulullah kemudian memerintahkan pasukan Muslim untuk mengepung dan menghancurkan benteng tersebut. 

 

Pengepungan ini berlangsung cukup lama. Al-Mubarakfuri sendiri dengan mengutip riwayat Muslim dari Anas melaporkan bahwa pengepungan berlangsung selama 40 hari. Meski ada pula sejumlah sejarawan yang mengatakan hanya 20 hari, ada yang mengatakan 18 hari, ada pula yang mengatakan 15 hari, dan ada yang mengatakan 10 hari lebih. Akibat hujanan anak panah dan batu yang dilancarkan pasukan musuh, banyak umat Muslim yang cedera dan 12 orang gugur. Nabi kemudian menginstruksikan untuk memasang manjanik dan melontarkan peluruh-peluruh batu hingga merontokkan sebagian benteng musuh. Melalui celah itu kemudian pasukan Muslim mulai maju menyerbu.

 

Sayang, pasukan muslim yang maju untuk menyerang dihabisi oleh musuh dengan hujanan besi yang sudah dipanaskan dengan api. Akibatnya sebagian dari mereka terbunuh. Dalam kondisi yang cukup mencekam, Nabi mengatur siasat agar tentara Muslim menebangi dan membakar pohon anggur yang ada di wilayah itu.

 

Karena saking banyaknya jumlah pohon anggur yang dimusnahkan, pasukan musuh memohon untuk menghentikannya dan menyerah. Singkat hikayat, pertempuran pun berakhir dengan kemenangan umat Muslim. (Ahmad Ghalwasy, As-Sîrah an-Nabawiyah wad Da’wah fil ‘Ahdil Manadî, t.t: 601-602)

 

Protes Kaum Anshar

Seusai perang Thaif Rasulullah menunda pembagian ghanimah (rampasan perang) karena ingin fokus mengejar pasukan musuh yang lari ke tiga wilayah berbeda. Begitu semua musuh sudah dilumpuhkan, beliau pun mulai membagi ghanimah tersebut. Ada yang membuat orang Anshar heran dari cara Nabi membagi ghanimah. Sebab, beliau lebih memprioritaskan orang-orang muallaf (baru masuk Islam) yang belum memiliki kontribusi banyak untuk Islam. Sedangkan kaum Anshar yang sudah berjuang sekian lama dan dengan pengorbanan lebih besar hanya memperoleh ghanimah sisa. Sikap Nabi ini kemudian memicu protes dari kalangan Anshar. “Bagaimana mungkin, orang muallaf yang belum memiliki kontribusi besar untuk Islam memperoleh sedemikian banyak ghanimah dibanding kaum Anshar yang selama ini ikut berjuang bersama Nabi demi agama Islam?”

 

Ringkas hikayat, Nabi mengumpulkan seluruh kaum Anshar dan berkata kepada mereka yang singkatnya sebagai berikut. “Wahai orang Anshar, apakah kalian keberatan jika orang lain (muallaf) pergi membawa domba dan onta (ghanimah) sedangkan kalian kembali bersama Rasulullah ke tempat kalian? Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentu aku termasuk orang-orang Anshar.” “Jika orang-orang menempuh suatu celah gunung, sementara orang Anshar menempuh celah gunung yang lain, tentu aku memilih celah yang dipilih oleh orang Anshar. Ya Allah, rahmatilah orang Anshar, anak-anak orang Anshar dan cucu orang-orang Anshar.” 

 

Artikel diambil dariSejarah Perang Thaif di Bulan Syawal

 

Mendengar perkataan Rasulullah tersebut, seluruh orang Anshar menangis terharu. Mereka berkata: “Kami rela dengan kebijakan pembagian ghanimah yang engkau buat.” (Safyurrahman al-Mubarakfuri, t.t: 387-388). Alasan Nabi lebih memprioritaskan pembagian ghanimah kepada para muallaf adalah untuk membuat bahagia orang-orang yang baru masuk Islam sehingga mereka merasa nyaman menjadi seorang muslim.


Tidak ada perjalanan yang sia-sia, termasuk tentu saja peperangan yang dialami Nabi Muhammad SAW saat awal penyebaran Islam. Perang Thaif menjadi catatan penting bagi tersebarnya agama Islam di muka bumi tentu saja dengan aneka kejadian yang mengiringi. Harapannya, umat islam terus memiliki semangat tinggi dalam menyebarkan agama damai ini meski harus berhadapan dengan beragam tantangan. 
 


Rehat Terbaru