• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 6 Mei 2024

Rehat

UMRAH RAMADHAN 2023

Menjadi Saksi Perpindahan Kiblat dengan Mengunjungi Masjid Qiblatain

Menjadi Saksi Perpindahan Kiblat dengan Mengunjungi Masjid Qiblatain
Masjid Qiblatain selalu ramai dikunjungi jamaah, utamanya saat Ramadhan. (Foto: NOJ/TFAM)
Masjid Qiblatain selalu ramai dikunjungi jamaah, utamanya saat Ramadhan. (Foto: NOJ/TFAM)

Madinah, NU Online Jatim

Madinah memang identik dengan Masjid Nabawi. Lantaran banyak kelebihan masjid tersebut, di samping ada makam Nabi Muhammad SAW dan Raudhah. Apalagi saat bulan Ramadhan seperti saat ini, maka melakukan kunjungan ke Madinah tentu menjadi daya tarik tersendiri.


Salah satu yang menjadi jujugan kunjungan peziarah ketika berada di Madinah adalah Masjid Qiblatain. Keberadaannya menjadi masjid yang terkenal karena pentingnya dalam sejarah Islam. Masjid ini menjadi saksi sejarah pindahnya arah kiblat bagi umat muslim dalam menunaikan shalat.


Masjid Qiblatain ramai dikunjungi peziarah umat muslim dari berbagai penjuru dunia terutama saat mereka menunaikan ibadah haji atau umrah. Umat muslim antusias untuk melihat Masjid Qiblatain yang menjadi saksi sejarah perubahan arah kiblat.

 

Dulu, masjid ini dikenal dengan nama Masjid Bani Salamah, dibangun pada masa Nabi Muhammad SAW telah hijrah ke Madinah, tepatnya tahun 2 hijriyah. Perlu diketahui bahwa sebelum Nabi hijrah ke Madinah, kurang lebih selama 17 bulan 3 hari umat Islam memiliki arah kiblat ke Baitul Maqdis di Palestina. Sehingga kaum Yahudi pada saat itu mengolok-olok umat Islam sambil berkata: “Agama kita berbeda, akan tetapi memiliki kiblat yang sama, yakni Baitul Maqdis.”

 

Al-Baroo’ bin Ázib radhiallahu ánhu berkata: Rasulullah shallallahu álaihi wasallam awalnya shalat menghadap Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Dan Rasulullah suka untuk menghadap Ka’bah. Maka Allah menurunkan firmanNya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit”, maka Nabi pun shalat menghadap Ka’bah” (HR Al-Bukhari no 399).

 

Pada tahun kedua hijriah, saat Rasulullah SAW sedang menjalankan shalat dhuhur berjamaah di Masjid Bani Salamah, sekarang dikenal sebagai Masjid Qiblatain dan menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina, malaikat Jibril turun untuk memberikan wahyu tentang perubahan arah kiblat. Allah berfirman  dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah Ayat 144: Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. (QS Al-Baqarah : 144).

 

Setelah menyelesaikan rakaat kedua, Rasulullah langsung memutar arah kiblat shalat 180 derajat, sehingga dari sebelumnya menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina (menghadap ke utara) berubah menghadap ke Baitullah (menghadap ke selatan). Dan dengan adanya wahyu tersebut, maka terjadi perubahan arah kiblat di masjid-masjid yang tatkala itu ada di Madinah, seperti Masjid Nabawi, Masjid Quba, dan Masjid Bani Salamah.


Menurut Ibnu Hajar Rahimahullah, masjid pertama kali yang mengalami perubahan kiblat adalah Masjid Bani Salimah, yaitu ketika Nabi sedang shalat dhuhur di situ. Setelah itu Nabi shalat ashar di Masjid Nabawi, maka langsung menghadap Ka’bah. Adapun para penduduk Quba di Masjid Quba, mereka baru menerima kabar keesokan harinya tatkala sedang shalat subuh. Ibnu Hajar berkata: Yang benar bahwasanya shalat yang pertama kali dilakukan oleh Nabi shallallahu álaihi wasallam (tatkala datang perintah mengubah kiblat) di Bani Salimah ketika Bisyr bin al-Baroo’ bin Ma’ruur wafat adalah shalat dhuhur. Dan shalat pertama yang Nabi kerjakan di Masjid Nabawi adalah shalat ashar. Adapun shalat subuh maka berdasarkan hadits Ibnu Umar yaitu di Masjid Quba. (Fathul Baari, juz 1, halaman: 97)


Dilansir travelumroh.co.id, bahwa pada bangunan awal, Masjid Bani Salamah atau Masjid Qiblatain menggunakan material yang sederhana seperti bata lumpur dan pelepah serta batang kelapa. Namun seiring berjalannya waktu, masjid ini mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan. Masjid Qiblatain sudah mengalami pemugaran dan perluasan beberapa kali sepanjang berabad-abad. Perluasan pertama terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada tahun 706. Ukuran masjid tetap tidak berubah selama hampir 800 tahun. Kemudian, renovasi kembali dilakukan oleh Shaheen al-Jamali pada 1488. Pada awal 1930-an, Raja Abdul Aziz juga memerintahkan renovasi lebih lanjut pada masjid. Saat ini dilakukan pembangunan menara, perbaikan tembok sekitarnya, serta penambahan luas masjid menjadi 425 meter persegi.


Pada renovasi tersebut juga renovasi itu difokuskan pada satu mihrab yang menghadap kiblat. Mihrab yang baru dibuat dengan ornamen ortogonal. Sebagai saksi sejarah, di dalam bangunan Masjid Qiblatain terdapat dua arah mihrab. Satu mihrab menghadap ke Ka’bah, sementara satu lagi menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina.


Jamaah haji dan umrah kerap menjadikan masjid ini sebagai sarana untuk berkunjung. Apalagi dalam sejarahnya, memang masjid tersebut memiliki pesan dan kesan yang demikian mendalam.  Tidak semata dari sisi bangunan, tentu saja yang paling penting adalah nilai historis yang melingkupi. Karenanya, semoga diberikan kesempatan berkunjung di masjid ini dan merenungi kisah sarat makna tersebut.


Rehat Terbaru