• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Rehat

UMRAH RAMADHAN 2023

Tawaf dan Kesempatan Mengadukan Aneka Persoalan Hidup

Tawaf dan Kesempatan Mengadukan Aneka Persoalan Hidup
Jamaah di sekitaran Ka'bah usai shalat dhuhur. (Foto: NOJ/Syaifullah)
Jamaah di sekitaran Ka'bah usai shalat dhuhur. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Makkah, NU Online Jatim

Saat memasuki kawasan Masjidil Haram, beragam ekspresi ditunjukkan oleh jamaah yang hadir. Mereka berada di kawasan tersebut karena akan melakukan tawaf wajib, maupun sekadar hadir dan tawaf sunah, atau menunggu jadwal shalat jamaah.


Tidak sedikit dari mereka yang bersimpuh, seakan tidak mampu menggerakkan kaki untuk melangkah. Takjub dan terkesima dengan bangunan Ka'bah yang demikian dirindukan. Yang bersangkutan seakan tidak percaya bahwa Allah SWT memberikan kurnia demikian besar sehingga bisa menyaksikan dari dekat bangunan Ka'bah yang sangat diagungkan.


Setelah berhasil menguasai keadaan, sejumlah orang ini demikian khidmat bergerak mengelilingi Ka'bah. Tampak dua pasangan laki-laki dan perempuan berjalan cepat di antara ratusan manusia. Namun, sebagian besar berjalan berkelompok lima hingga enam orang.


Pemandangan lain di lokasi tawaf, sebagian jamaah tampak memegang dinding Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Sebagian lainnya mencoba mencium Hajar Aswad. Dorong-dorongan pun tidak terelakkan demi menempelkan bibir pada batu hitam tersebut. Ada pula yang mengantre shalat di Hijir Ismail.


Mereka berasal dari suku bangsa yang berbeda. Tidak mempedulikan kelas, tidak ada status sosial, dan tidak perlu ada stratata tertentu berdasarkan apa yang dikenakan. Bahkan, laki-laki dan perempuan bisa beriringan untuk memuja Allah SWT. Seorang perempuan tampak berjalan mencari celah mengelilingi Kakbah sembari menggandeng pria, yang tentu saja suaminya. Ada pula seorang pria yang memimpin istrinya. Pemandangan untuk berdua mengelilingi Kakbah tampak terlihat jelas selama tahapan mengelilingi Kakbah sebanyak 7 putaran tersebut.

 

Bersentuhan dengan Lain Jenis

Merupakan hal yang cukup sulit bagi siapa saja untuk bisa mencari waktu senggang, mencari waktu di mana Masjidil Haram sepi dari lautan manusia sehingga bisa menjalankan tawaf secara leluasa tanpa bersentuhan lawan jenis. Hal tersebut tentu cukup susah.


Jamaah umrah asal Indonesia didominasi pengikut madzhab Syafii yang berarti mereka mengikuti pendapat bahwa bersentuhan antara laki-laki dan perempuan tanpa penghalang adalah salah satu hal yang bisa membatalkan wudhu sebagaimana pendapat yang masyhur dalam kalangan Syafiiyah.


Ada pendapat lintas madzhab yang menyatakan bahwa bersentuhan lain jenis tidak membatalkan wudhu selama tidak syahwat, namun dengan syarat harus pindah ke madzhab lain (intiqalul madzhab). Konskuensinya jika seseorang ingin pindah ke luar madzhab Syafii, maka harus pindah satu paket (satu qadliyah). Artinya mengikuti madzhab lain itu mulai dari syarat rukun hingga batalnya wudhu, tidak boleh setengah-setengah. Bagi masyarakat umum, hal ini cukup rumit.


Sayid Abdurrahman Baalawi mengeluarkan sebuah kutipan tentang intiqalul madzhab yang bersumber dari Al-Kurdi dalam Al-Fawaidul Madaniyyah yang mengemukakan bahwa lebih baik mengikuti pendapat lemah dalam satu madzhab dari pada taklid (mengekor) kepada madzhab lain karena kesukaran dalam memenuhi segala syarat-syaratnya.

 

... نعم في الفوائد المدنية للكردي أن تقليد القول أو الوجه الضعيف في المذهب بشرطه أولى من تقليد مذهب الغير لعسر اجتماع شروطه اهـ.

 

Artinya, ..... Ya memang, dalam Al-Fawaidul Madaniyah karya Al-Kurdi, bahwa taklid pada satu pendapat atau wajah yang dhaif dalam satu madzhab dengan (memenuhi) syaratnya itu lebih utama dari pada taklid kepada madzhab lain karena susah terpenuhi berbagai macam syaratnya. (Lihat Sayyid Abdurrahman Ba‘alawi, Bughyatul Mustarsyidin, Darul Fikr, halaman: 16).

 

Dalam masalah tawaf, yang susah untuk dihindari adalah sentuhan antara laki-laki dengan perempuan lain mahram. Imam Nawawi mengatakan, sentuhan lain jenis dalam tawaf tersebut merupakan cobaan yang umum. Ia menceritakan ada sebagian pandangan dalam madzhab Syafii yang menegaskan di antara orang yang berlainan jenis jika bersentuhan itu mempunyai hukum dua sisi. Sisi yang pertama adalah bagi yang menyentuh (al-lamis). Ulama Syafiiyyah sepakat bahwa orang yang menyengaja menyentuh hukumnya batal. Adapun sisi kedua adalah yang orang disentuh (al-malmus). Bagi orang yang disentuh (tidak sengaja menyentuh) terdapat dua pendapat.


Menurut pendapat yang paling shahih adalah batal, sedangkan menurut pendapat sebagian ulama tidak batal. Pendapat kedua inilah yang kemudian melahirkan sebuah kelonggaran bagi penganut madzhab Syafii dalam bertawaf. Redaksi yang dikemukakan Imam Nawawi sebagai berikut:

 

 مما تعم به البلوى في الطواف ملامسة النساء للزحمة ، فينبغي للرجل أن لا يزاحمهن ولها أن لا تزاحم الرجال خوفا من انتقاض الطهارة ، فإن لمس أحدهما بشرة الآخر ببشرته انتقض طهور اللامس وفي الملموس قولان للشافعي رحمه الله تعالي أصحهما أنه ينتقض وضوءه وهو نصه في أكثر كتبه ، والثاني لا ينتقض واختاره جماعة قليلة من أصحابه والمختار الأول

 

Artinya: Termasuk cobaan yang merata dalam tawaf adalah sentuhan dengan wanita karena berdesak-desakan. Sebaiknya bagi lelaki untuk tidak berdesak-desakan dengan para wanita tersebut. Begitu pula bagi para wanita jangan berdesakan dengan para lelaki karena kekhawatiran akan terjadi batalnya wudhu. Sesungguhnya bersentuhan salah satu dari keduanya terhadap kulit yang lain bisa menyebabkan batalnya kesucian orang yang menyentuh. Sedangkan bagi orang yang disentuh, terdapat dua pendapat dalam madzhab Syafii rahimahullah. Menurut pendapat yang paling sahih adalah batal wudhunya orang yang disentuh. Itu merupakan redaksi tekstual yang terdapat dalam mayoritas kitab-kitab Syafii. Adapun pendapat kedua mengatakan tidak batal. Pendapat ini dipilih oleh sebagian kecil golongan pengikut Syafi'i. Sedangkan pendapat yang terpilih adalah yang pertama. (Lihat: Imam Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj wal Umrah, Al-Maktabah Al-Imdadiyah, halaman: 220-221).

 

Setidaknya, dari pendapat yang semula dianggap lemah karena memang bertentangan dengan pendapat yang kuat dan masyhur di kalangan Syafiiyah, oleh Imam Nawawi kemudian memberi arahan bagi orang yang tawaf untuk menggunakan pendapat minoritas sebab keadaan yang memang sangat sulit dihindari.

 

Antara Sayyid Abdurrahman dan Imam Nawawi dalam masalah tawaf ini dapat ditarik sebuah benang merah kesimpulan, karena sulitnya memenuhi kriteria pindah madzhab dan karena kondisi Masjidil Haram yang tidak bisa dihindari dalam masalah persentuhan lawan jenis, maka pengikut madzhab Syafii tidak perlu pindah madzhab. Itu yang pertama.

 

Yang kedua, dalam hal batalnya wudhu, mereka tetap dapat mengikuti madzhab Syafii asalkan tidak menyengaja menyentuh lawan jenis. Selama tidak menyengaja, tidak membatalkan wudhu.


Ketiga, pendapat bahwa bersentuhan lain jenis itu tidak batal memang tidak disarankan untuk digunakan dalam kondisi normal, hanya karena cobaan yang merata bagi orang yang tawaf, pendapat ini cukup menjadi solusi dan boleh digunakan sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi.

 

Saatnya Mengadukan Persoalan

Silakan mengambil pendapat yang mana ketika melaksanakan tawaf. Yang pasti, saat prosesi mengelilingi Ka'bah 7 putaran tersebut, jamaah memanfaatkannya untuk berdoa. Aneka permohonan disampaikan dengan berbekal buku panduan doa yang diterbitkan sejumlah travel atau memang sudah menyiapkan dari guru atau mereka yang berpengalaman, maupun aneka referensi.


Intinya, kalau diteliti dengan seksama, banyak permohonan yang disampaikan selama mengelilingi Ka'bah. Dari yang sifatnya umum, sampai permohonan spesial yang memang sejak awal akan umrah diagendakan. Dari masalah orang tua, suami dan istri, anak, maupun kebutuhan lain yang memang dirasa demikian pelik untuk dicarikan solusinya.


Kala berkeliling Kakbah tersebut, semua hajat dihaturkan kepada Yang Maha Kuasa apalagi berada di kawasan yang demikian istimewa. Sehingga usai seluruh putaran dirampungkan, selesai pula aneka permohonan yang disampaikan kepada Allah SWT. Dengan harapan, seluruhnya mendapatkan jawaban terbaik dalam waktu dekat sesuai keinginan. Yang pasti, ‘proposal’ sudah disampaikan, dan sisanya dipasrahkan kepada-Nya.


Sekali lagi, tawaf menjadi prosesi yang indah. Kesejajaran dalam penghambaan terhadap Allah juga terlihat pada prosesi shalat sunah mutlak. Shalat sunah mutlak dua rakaat dilakukan sejajar dengan Maqam Ibrahim. Arealnya berada di luar mataf. Di tempat ini, perempuan bisa berjajar di depan laki-laki untuk shalat. Sesuatu yang tidak dapat terjadi di masjid lain.


Namun, tidak semua jamaah bisa berlama-lama di areal yang sejajar dengan Maqam Ibrahim. Beberapa askar menghampiri jamaah yang sudah selesai shalat untuk beranjak. Seorang askar perempuan berpakaian hitam menyolek dan memberi isyarat agar segera meninggalkan tempat itu.


Rehat Terbaru