• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Tapal Kuda

5 Pola Pikir yang Harus Ditanamkan dalam Diri Guru NU

5 Pola Pikir yang Harus Ditanamkan dalam Diri Guru NU
Abdul Mujib saat hadir di acara Konferensi II Pergunu Cabang Lumajang. Foto: Istimewa
Abdul Mujib saat hadir di acara Konferensi II Pergunu Cabang Lumajang. Foto: Istimewa

Lumajang, NU Online Jatim

Kualitas pendidikan tak lepas dari peran seorang guru. Peran penting guru menentukan bagaimana perjalan pendidikan bisa maju, baik secara kualitas dan kuantitas.


Hal itulah yang disinggung Abdul Mujib salah satu Pengurus Pimpinan Wilayah (PW) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Timur yang hadir dalam Konferensi II Pergunu Cabang Lumajang, Sabtu (24/09/2022).


Maka, kata Mujib, dalam mewujudkan hal itu, guru harus mempunyai lima pola pikir yang menjadi landasan dalam melakukan segala hal untuk memajukan dan menyelesaikan permasalah-permasalahan dalam dunia pendidikan.


"Pertama adalah pola pikir washatiyyah atau moderat. Tidak boleh kekanan-kananan atau kekiri-kirian. Jangan kayak emak-emak lighting kanan beloknya ke kiri akhirnya bingung mau ke mana. Bukan hanya di dunia pendidikan, hari ini gencar penguatan moderasi beragama hampir di semua kementerian," jelas Mujib.

 

Selanjutnya menurut Mujib, guru harus mempunyai pola fikir Tasamuhiyyah dan Ishlahiyyah. Tasamuhiyyah atau pola pikir toleran sudah menjadi dasar yang harus mendarah daging dalam diri guru-guru NU.


"Kalau bicara toleransi di NU tempatnya. Islahiyyah adalah berfikir reformatif. Pergunu harus menyupayakan perbaikan menuju yang lebih baik, itulah yang dipesankan kiai-kiai kita," imbuhnya.


Kemudian yang tak kalah penting, lanjut Mujib,  guru juga harus punya pola pikir Tothowwuriyyah yaitu cara berfikir dinamis. Yaitu berfikir kontekstual dalam menghadapi segala permasalahan, tidak jumud dan kaku karena kehidupan terus berkembang.


"Dan yang terakhir adalah Manhajiyyah atau pola pikir metodologis yaitu berfikir dengan memakai manhajnya NU," lanjutnya.


Mengenai ini, Mujib bercerita bagaiman Kiai Wahab dan Kiai Bisri Sansuri saat berbeda pendapat. Keduanya meskipun berbeda pandangan mengenai perpolitikan saat itu tapi ketika menyangkut organisasi NU rela mengesampingkan pendapatnya demi NU. 


"Ketika NU memutuskan, maka sebagai individu beliau Kiai Bisri samikna wa ato'na," tukasnya.


Maka, cara berfikir ini harus terus ditanamkam agar program yang disusun oleh Pergunu bisa dijalankan dengan baik sebagai bekal guru dalam membentengi dan menjaga anak didiknya dari pengaruh faham intoleran yang sudah masuk di sekolah-sekolah.


"Hidup adalah pertarungan dominasi dan akidah. Di luar sana banyak murid yang harus kita jaga dari dominasi dan akidah di luar Aswaja An Nahdliyah, maka kita harus selamatkan. Maka kolaborasi dengan dinas pendidikan, kementerian agama menjadi sangat penting," tandasnya.


Editor:

Tapal Kuda Terbaru