• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Tapal Kuda

Cerita Ihsan, Banser Lumajang Evakuasi Puluhan Santri saat Erupsi Semeru

Cerita Ihsan, Banser Lumajang Evakuasi Puluhan Santri saat Erupsi Semeru
Ihsan, anggota Banser Lumajang yang ikut membantu mengevakuasi korban erupsi Semeru. (Foto: NOJ/Sufyan Arif)
Ihsan, anggota Banser Lumajang yang ikut membantu mengevakuasi korban erupsi Semeru. (Foto: NOJ/Sufyan Arif)

Lumajang, NU Online Jatim

Banyak cerita-cerita heroik yang belum banyak orang tahu saat detik-detik terjadinya erupsi Semeru satu bulan lalu. Termasuk apa yang dialami Mohammad Ihsan, seorang anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, yang mengevakuasi puluhan santrinya yang terjebak awan panas guguran (APG) saat berada di Madrasah Diniyah (Madin) Nurul Ihsan Dusun Curah Kobo'an, Desa Supiturang.

 

Saat itu, Sabtu (04/12/2021), Ihsan yang tengah mengajar di madin mendengar informasi adanya lahar dari Gunung Semeru. Dia dan santri-santrinya tenang-tenang saja karena lahar dingin sudah biasa turun ketika musim hujan.

 

Ternyata, bukan lahar dingin yang turun dari gunung, melainkan awan panas guguran. Ihsan menyadari keselamatan para santri dan warga yang berlindung di madin terancam ketika awan dan abu panas sudah mulai masuk ke dalam gedung madin. “Kondisinya mulai gelap,” katanya kepada NU Online Jatim, Rabu (12/01/2022).

 

“Semua santri saya suruh tenang dulu dalam kelas sambil menunggu ada yang menjemput. Saya suruh semuanya menutup hidung dan mulutnya dengan kerudung dan bajunya karena abu sudah mulai masuk dalam kelas," imbuhnya.

 

Ihsan terus menenangkan murid dan beberapa warga agar tidak panik. Akhirnya, satu per satu wali murid mulai banyak yang datang menjemput meski ada juga puluhan santri yang tetap bersamanya karena belum ada yang menjemput.

 

"Yang masih belum ada orang tuanya saya masukkan lagi ke kelas. Keluarga saya dan warga juga banyak yang ikut menyelamatkan diri dalam kelas, termasuk ada bayi yang baru umur tiga hari," ungkap Ihsan.

 

Hal yang tidak diinginkan terjadi saat mereka terjebak berjam-jam dalam kelas. Atap gedung madin yang terbuat dari asbes mulai mengeluarkan bunyi reot lalu ambruk karena tidak dapat menahan beratnya abu vulkanik Semeru yang semakin tebal. Mereka tak berani keluar karena takut tertelan APG. Kondisi juga gelap gulita.

 

"Santri saya ada yang kena lesatan bangku saat ambruknya atap dan semuanya sudah mulai sulit bernafas. saat itu saya sendiri pasrah dan kayak sudah putus asa begitu, mau keluar dari kelas tidak bisa karena diluar Madin sudah banyak yang ambruk. Saat saya lihat Matahari mulai tampak saya gedor pintu dan keluar dari sana," lanjut Ihsan.

 

Saat di luar, ternyata kondisi sudah sepi. Penduduk sekitar sudah banyak yang turun ke bawah. Namun, Ihsan merasa sedikit lega karena semua wali murid bisa datang menjemput santrinya satu per satu.

 

"Saya langsung kembali lagi ke madin setelah melihat keluar menggunakan sepeda motor murid saya yang terparkir di luar. Alhamdulillah, semuanya masih bertahan di dalam termasuk keluarga saya. Melewati puing-puing atap yang ambruk saya arahkan semuanya menjauh dari lokasi," ujar Ihsan.

 

Dia terus mengarahkan warga untuk terus menjauh dari sana, hingga saat sampai di Dusun Kajar Kuning dirinya bertemu dengan tim evakuasi yang mulai berdatangan. Setelah warga dan keluarganya dibawa tim evakuasi, Ihsan kembali ke lokasi semula untuk mencari warga yang masih terjebak.

 

"Namun yang membuat saya sedih, ada wali murid saya yang dikabarkan meninggal, yaitu kedua orang tuanya Davian," pungkasnya.

 

Ihsan patut bersyukur semua muridnya bisa selamat. Bahkan saat ini dirinya telah dibuatkan gedung madin darurat oleh teman-teman Bansernya agar kegiatan belajar mengajar di madin yang dikelolanya tetap berjalan.


Tapal Kuda Terbaru