Tapal Kuda

Ketua LDNU Pasuruan Jelaskan Hukum Merayakan dan Mengucapkan Natal

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB

Ketua LDNU Pasuruan Jelaskan Hukum Merayakan dan Mengucapkan Natal

Ketua LDNU Kabupaten Pasuruan, Gus Ahda Arafat. (Foto: NOJ/Mokh Faisol)

Pasuruan, NU Online Jatim 

Fear Of Missing Out (FOMO) merupakan istilah anak saat ini yang bisa diartikan takut ketinggalan tren, takut dianggap kudet, dan lebih lebar lagi bisa diartikan melakukan sesuatu tanpa mengerti dasarnya yang penting ikut saja.


Tentu di kalangan Gen Z dalam memperingati hari natal sangat di perdebatkan karena setiap orang muslim memiliki lingkungan yang berbeda-beda, bahkan banyak dari mereka yang mendapatkan undangan secara pribadi oleh teman sebaya.


Jika tidak menghadiri undangan dari pertemanan akan rusak karena merasa tidak dihargai. Selain itu, mengucapkan selamat Hari Natal dari seorang Muslim kepada non-Muslim yang merayakannya kerap kali menjadi perdebatan tentang hukum kebolehannya.


Merespons hal tersebut, Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Pasuruan, Gus Ahda Arafat mengatakan, orang kristen meyakini bahwa natal yang jatuh pada 25 Desember adalah hari kelahiran Nabi Isa, yang mana Nabi Isa ini oleh orang kristen diyakini sebagai tuhan, sementara sebagai muslim hanya memiliki satu tuhan, yaitu Allah SWT.


"Kajian mengenai tuhan tentu akan bersinggungan dengan aqidah, orang yang goyah aqidahnya, maka dikhawatirkan dia akan terjerumus kepada kesyirikan yang endingnya akan menjadi kemurtadan," ujarnya kepada NU Online Jatim, Selasa (24/12/2024).


Gus Ahda sapaan akrabnya menerangkan, apabila mengucapkan selamat Hari Natal masih bisa menjadi perdebatan, ada yang membolehkan atau tidak membolehkan, akan tetapi apabila ikut merayakan natal hampir seluruh ulama mengatakan tidak boleh.


"Meskipun mendapatkan undangan dari teman, kita tidak boleh ikut merayakan, namun apabila mengucapkan selamat natal ada ulama yang mentoleransi," terangnya.


Menurutnya, toleransi adalah suatu keharusan yang mesti harus dilakukan untuk menjaga kedamaian di semua tempat, akan tetapi tentunya sesuatu ada batas yang tak boleh dilanggar.


"Kita sebagai teman harus tetap menghormati dan saling menyayangi saudara non muslim, tetapi dalam urusan aqidah dan amaliah ibadah tentunya memiliki aturan tersendiri," paparnya.


Seharusnya antar sesama umat Islam itu harus saling menasihati dan mengajak ke jalan yang benar. Baginya, kalau seandainya mereka yang dinasihati dan diajak untuk berbuat baik menolak, maka itu jangan dijadikan sebagai bahan untuk menyulut api permusuhan.


Dirinya menjelaskan, perbedaan-perbedaan tersebut jangan menjadi alat untuk saling bermusuhan. Untuk itu, ia meminta umat Islam Indonesia untuk tidak menanamkan sikap saling benci dan saling memusuhi antar sesama.


“Kita harus membangun sikap saling mencintai dan saling menyayangi,” tandasnya.


Pihaknya menyebut, seandainya sikap saling mencintai dan menyayangi sudah terbangun baik di tengah-tengah masyarakat, maka tidak akan ada lagi sikap bermusuhan.