Jember, NU Online Jatim
Global warming atau pemanasan global menjadi hantu yang cukup merisaukan bagi kehidupan umat manusia. Sekarang dampaknya tidak begitu terasa, tapi di masa depan akan menuai bencana global.
“Berangkat dari kenyataan itu, kami berpikir kenapa pajak karbon tidak diefektifkan?” kata Alyaa Nur Karimah kepada NU Online Jatim di komplek Pondok Pesanren Nurul Islam, Antirogo Kabupaten Jember, Selasa (24/01/2023).
Alyaa, sapaan akrabnya, adalah siswi kelas XII MIPA 1 SMA Nuris Jember. Ia bersama teman sekelasnya Anisa Putri Ramadhani meraih juara 2 lomba esai bidang lingkungan tingkat nasional di ajang “GOVERCY 1.0” yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Sarjana Terapan, Prodi Administrasi Negara, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Desember 2022.
Di esai tersebut, keduanya mengusung judul: “Pajak Karbon 2025: Untuk Apa Sebenarnya? Judul tersebut membahas betapa peliknya menghambat laju pemanasan global. Meski pemerintah sudah memberikan sedikit solusi dengan penggalakan penggunaan energi baru terbarukan, namun pemanasan global juga seakan tak berkurang.
Menurutnya, penerapan pajak karbon bisa jadi cukup efektif untuk mengerem orang dan perusahaan dalam memproduksi emisi karbon. Sebab, ada biaya (pajak) yang harus ditanggung untuk setiap pengeluaran karbon.
“Dalam esai ini kami berupaya menegaskan prospektif pajak karbon yang tak hanya dapat mengendalikan emisi karbon, tetapi juga secara ekonomis menjadi lahan pendapatan negara untuk pembangunan berkelanjutan,” jelasnya.
Alyaa menambahkan, penerapan pajak karbon di Indonesia direncanakan terlaksana pada tahun 2025 dengan tarif emisi paling rendah Rp30 per kilo emisi. Pemanfaatan penerimaan negara dari hasil pajak karbon dilakukan dengan mekanisme APBN seperti pemanfaatan penerimaan negara sebagai pengendalian perubahan iklim, memberikan bantuan rumah tangga miskin yang terdampak penerapan pajak karbon, serta menyubsidi pemanfaatan energi baru terbarukan.
“Tinggal sekitar 3 tahun penerapan pajak karbon. Meski masih lama tapi sosialisasi perlu digalakkan sejak dini agar orang dan pihak-pihak terkait bisa bersiap-siap,” pungkasnya.
Dikemukakan bahwa global warming melahirkan banyak efek nagatif bagi lingkungan seperti berkurangnya persediaan air bersih, naiknya permukaan air laut, ancaman kesehatan manusia, berkurangnya produktivitas pertanian, bahkan terjadinya bencana hidrometeorologis.
Berbagai upaya akan dan telah dilalukan oleh pemerintah dan dunia namun tidak efektif untuk menurunkan suhu dunia. Sejumlah penyebab yang berkontribusi besar bagi global warming, masih terus terjadi misalnya gas rumah kaca, polusi udara akibat bahan bakar bensin, penggunaan CFC yang berlebihan, penggundulan hutan, polusi metana, dan sebagainya.