• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Jujugan

Hilangnya Cucur dari Pertunjukan Seni di Madura

Hilangnya Cucur dari Pertunjukan Seni di Madura
Kue cucur. (Foto: NOJ/Nur Faishal
Kue cucur. (Foto: NOJ/Nur Faishal

Sumenep, NU Online Jatim

Ada banyak pertunjukan seni di Madura yang bernuansa Islami. Ada hadrah, gambus atau albadar yang disisipi cerita Nabi-nabi. Untuk yang terakhir kini mulai sirna. Di setiap pertunjukan yang digelar, biasanya ada penjual makanan tradisional menjajakan dagangannya. Misalnya cucur, getas, soto, dan lainnya.
 

Tapi itu dulu. Tahun 1990-an hingga pertengahan 2000-an. Bagi yang melalui masa kecil di tahun-tahun itu, penganan seperti disebut di atas mudah dijumpai. Di Kabupaten Sumenep, misalnya, di mana ada pertunjukan hadrah atau gambus, di sana pasti ada penjual cucur, getas, gorengan, soto, dan penganan tradisional lainnya berbaur di antara para penonton yang berjubel.
 

Biasanya, bila ingin menonton, para orang tua menyiapkan duit, jaga-jaga bila anak-anak mereka meminta camilan khas desa itu. Anak-anak juga langsung membayangkan menyantap cucur, getas, soto, atau gorengan lainnya bila diajak orang tuanya untuk menonton pertunjukan seni. “Dulu banyak yang jualan cucur,” kata Suhna, penjual kue cucur di Panagan, Gapura, Sumenep, kepada NU Online Jatim, Rabu (23/02/2022).
 

Lain dulu beda sekarang. Cucur dan kuliner tradisional lainnya kini sulit dijumpai. Pertunjukan seni di Madura kini dijejali para penjual penganan khas kekinian, seperti makanan ringan kemasan, atau pentol dan sejeninya. Banyak pula yang menjajajkan barang mainan yang menggoda mata para bocah untuk membeli.
 

Di jalan dan pasar, penjual cucur juga makin jarang. Di Gapura, misalnya, mungkin Suhna satu-satunya penjual kue cucur yang membuka lapak setiap sore. Karena itu laris. Setiap sore, dia bisa menghabiskan satu bak besar adonan cucur, mungkin lebih dari seratus potong. “Saya bawa bahannya dari rumah, diolah dan digoreng di sini, sehingga hangat saat dibeli,” ujarnya.
 

Cucur  buatan Suhna betul-betul gurih dan manis. Gulanya adalah gula merah produksi desanya sendiri. Tanpa pengawet atau campuran lainnya, seperti biasa ditemukan pada gula merah di pasaran. Begitu pula dengan cairan gula merah yang dipakai sebagai bumbu cucur. “Sekarang yang sulit gula dan minyak gorengnya. Mahal lagi,” tandasnya.
 

Suhna mengakui sekarang jarang ditemukan penjual kue cucur. Dahulu, lanjut dia, dia biasa berjualan di setiap ada pertunjukan hadrah atau gambus. Pesaingnya juga banyak. “Sekarang sudah tidak ada lagi orang jual cucur,” ujarnya.


Jujugan Terbaru