• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Matraman

Libatkan Lesbumi NU, Dema IAIN Ponorogo Gelar Acreso

Libatkan Lesbumi NU, Dema IAIN Ponorogo Gelar Acreso
Gelaran Acreso Dema Fakultas Syariah IAIN Ponorogo yang melibatkan Lesbumi NU. (Foto: NOJ/ Zen Muhammad)
Gelaran Acreso Dema Fakultas Syariah IAIN Ponorogo yang melibatkan Lesbumi NU. (Foto: NOJ/ Zen Muhammad)

Ponorogo, NU Online Jatim

Detasemen Mahasiswa (Dema) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo menggandeng Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (Lesbumi NU) bahas moderasi Islam dan budaya pada gelaran Art Akademi, Religius, Sosial and Expo (Acreso).


Kegiatan yang dipusatkan di Graha Watoe Dhakon, IAIN Ponorogo, Sabtu (18/12/2021) ini mengusung tema ‘Aktualisasi Akademi, Harmonisasi Seni’. Acara bertujuan meningkatkan kompetensi mahasiswa setempat di bidang literasi, sosial, dan budaya.


Pengurus Pusat (PP) Lesbumi NU, Aji Prasetyo menekankan, bahwa ketika seseorang sudah mengakui dan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka wajib hukumnya menerima segala perbedaan di tanah Indonesia. 


“Menurut saya, menerima perbedaan itu sama dengan menerima Tuhan. Karena yang menciptakan perbedaan itu Tuhan," ujarnya. 


Ia menjelaskan, keberadaan manusia meski berbeda ras, suku, bangsa atau pun budaya merupakan bagian anugerah yang dikehendaki oleh Allah SWT agar tercipta keragaman. 


"Ya, kalau kita tidak bisa menerima perbedaan, maka kita sedang tidak bisa menerima keputusan Tuhan," papar Aji. 


Jika perbedaan itu ada di NKRI, maka sebagai warga negara Indonesia, harus mampu menerima perbedaan dan hidup berdampingan dengan yang berbeda dan siap mental. 


"Manusia-manusia yang mampu hidup berdampingan atau berkelompok dengan orang yang beragam, itu level kematangan dirinya sudah berada pada level paripurna," tutur pria yang juga musisi, komikus kreator dan penulis asal Malang itu. 


Senada dengan Aji, Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Ponorogo, Iswahyudi mengingatkan, agar tradisi yang sudah dibangun oleh Walisongo di Indonesia jangan dirusak oleh generasi penerus sebab dangkalnya pemahaman agama. 


"Namanya teori ikhtimala. Terdapat moderat, tapi mungkin saja bisa salah, terdapat salah tapi mungkin bisa saja benar. Karena itu, apa yang saya lakukan, hargailah," terangnya. 


Ia pun mengisahkan, bahwa Reog yang mau digunakan dalam sebuah acara di Nganjuk waktu itu oleh Kiai Zaenuddin dikritik oleh Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari. Namun, sebelum menasehati Kiai Zaenuddin, Mbah Hasyim terlebih dahulu melaksanakan shalat hajat. 
 


"Setelah shalat hajat, Mbah Hasyim bermimpi seolah-olah sedang shalat dan diimami Kiai Zaenuddin. Akhirnya, Mbah Hasyim tidak jadi menasehati Kiai Zaenuddin," pungkasnya mengakhiri kisah.


Matraman Terbaru