• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Kediri Raya

NU JATIM AWARD

Saksikan Penganugerahan 9 Mahakarya Ulama Nusantara di Lirboyo

Saksikan Penganugerahan 9 Mahakarya Ulama Nusantara di Lirboyo
Saat puncak peringatan 1 abad NU dan PWNU jatim Award di Pesantren Lirboyo akan diberikan penghargaan kepada sejumlah muallif kitab. (Foto: NOJ/A Karomi)
Saat puncak peringatan 1 abad NU dan PWNU jatim Award di Pesantren Lirboyo akan diberikan penghargaan kepada sejumlah muallif kitab. (Foto: NOJ/A Karomi)

Kediri, NU Online Jatim

Warga Nahdlatul Ulama atau Nahdliyin Jawa Timur patut berbangga karena banyak pengarang kitab dari kawasan ini. Sejumlah mahakarya ulama tersebut memperkaya khazanah pengetahuan keagamaan yang memiliki spektrum demikian luas hingga manca negara.


Dan sebagai apresiasi atas capaian tersebut, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur memberikan anugerah kepada 9 mahakarya ulama yang dilaksanakan di Pesantren Lirboyo, Kota Kediri hari ini, Sabtu (18/03/2023) malam.


Berikut sejumlah ulama muallif atau pengarang kitab yang mendapatkan penghargaan tersebut. Resepsi penganugerahan akan diberikan saat puncak PWNU Jatim Award di aula Muktamar Pesantren Lirboyo.

 

1. Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan

Merupakan mahaguru ulama Nusantara dan episentrum keilmuan Islam pada paruh akhir abad ke-19 Masehi. Ia juga merupakan guru utama dari Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari, muassis atau pendiri Nahdlatul Ulama.


Lahir pada malam Kamis, 9 Safar 1252 Hijriah di Bangkalan Madura. Wafat pada tanggal 29 Ramadan 1343 Hijriah bertepatan dengan 1925 Masehi


Syaikhona melahirkan banyak karya intelektual, antara lain: Al-Matn al-Syarif al-Mulaqqab bi Fath al-Latif, Ratib Syaikhona Kholil, Syarh ‘ala Alfiyyah Ibn Malik, Syarh ‘ala Matn Al-Ajrumiyyah, Syarh ‘ala Matn al-‘Izzy, Isti’dat al-Maut, al-Mukhtashar fi Awzan Al-‘Arudl, dan Tafsir Al-Khalil.

 

2. Kiai Hasan Sepuh Genggong

Lahir di Desa Sentong Kecamatan Krejengan Probolinggo pada tanggal 23 Agustus  27 Rajab 1259 H atau 1843 M, beliau adalah satu dari sekian banyak santri Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan yang menjadi tokoh penting di balik lahirnya Nahdlatul Ulama.


Kiai Hasan Sepuh Genggong tidak hanya menghabiskan waktu dengan mendidik para santri, tapi juga menulis beberapa karya kitab sebagai bekal ilmu bagi para santrinya. Di antaranya adalah: Aqidatul Tauhid fi Ilmu Tauhid, Nadlam Safienah Fil Fiqhi, dan Asy Syi’ru bil Lughatil Manduriyyah.


Kiai Hasan Genggong wafat pada tanggal 11 Syawal 1374 hijriyah bertepatan dengan 1 juni 1955 masehi. Ia disemayamkan di Genggong Probolinggo.

 


3. Syekh Mahfudz Tremas

Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah bin Abdul Mannan bin Dipomenggolo, lahir pada tanggal 12 Jumadil Ula 1285 Hijriah di desa Tremas, Pacitan, Jawa Timur. Beliau wafat di Makkah pada tahun 1920 M dan dimakamkan di pekuburan Ma’la.


Beberapa karya tulis yang dihasilkan yakni: As-Siqayatul Mardhiyah, Mauhibah Dzil Fadhli , Kifayatul Mustafid Lima ala Minal Asanid, Manhaj Awin Nazhar fi Syarhi Manzhumati ‘Ilmil Atsar, Nailul Ma’mul Syarah Lubb al-Ushul  dan lain-lain.

 


4. Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari

Lahir di Tambak Rejo, Jombang pada 14 Februari 1871 Masehi. Beberapa gurunya adalah Syekh Nawawi Banten, Syaikhona Kholil Bangkalan, dan Syekh Mahfudz Tremas. Syekh Ahmad Amin al-‘Atthar, Syekh Said Yamani, Sayyid Husain al-Habsyi, dan Sayyid Bakri Syatha.


Hadratussyaikh wafat pada 25 Juli 1947 bertepatan dengan 7 Ramadan 1366 Hijriah. Ia disemayamkan di komplek pemakaman Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.


Karya tulis di antaranya adalah: At-Tibyan di An-Nahyi ‘an Muqatha’ati al-Arham, At-Tanbihat al-Wajibat, An-Nur al-Mubin fi Mahabbat Sayyid al-Mursalin, Risalah Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah, termasuk Qanun al-Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama

 

5. KH Ma’shum bin Ali

KH Ma’shum Ali lahir pada tahun 1305 H atau bertepatan pada tahun 1887 M, di Desa Maskumambang, Kabupaten Gresik. Dikenal sebagai pengarang kitab Amstilah al-Tashrifiyyah, kitab dalam bidang ilmu sharaf. Wafat pada tangal 24 Ramadhan 1351 Hijriah bertepatan dengan 8 Januari 1933 Masehi.


Adapun karya-karyanya adalah: Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah, Fath al-Qadir, Al-Durus al-Falakiyah, juga Badi’at al-Mitsal.

 


6. Kiai Achmad Qusyairi Shiddiq

Kiai Achmad Qusyairi, lahir di Dukuh Sumbergirang, Lasem Rembang Jawa Tengah pada 11 Sya’ban 1311 Hijriah bertepatan pada 17 Februari 1894 Masehi. Wafat pada hari Selasa tanggal 22 Syawal 1392 Hijriah bertepatan pada tanggal 28 November 1972 Masehi.


Kiai Achmad Qusyairi menjadi salah satu ulama Nusantara yang produktif dalam melahirkan warisan peradaban Islam. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa karyanya yang dinilai fenomenal. Di antaranya: Tanwir al-Hija Nazhmu Safinah al-Naja, Ar-Risalah al-Lasimiyah fi Adab al-Akli wa al-Syarb, Izhar al-Bisyarah, dan Al-Wasilah al-Hariyyah (kumpulan shalawat Nabi).

 


7. Syaikh Ihsan Jampes

Lahir di Kediri, Jawa Timur tepatnya di Kampung Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri pada tahun 1901 Masehi dan  wafat 16 September 1952 Masehi.


Syeikh Ihsan Jampes merupakan ulama produktif dengan menghasilkan beberapa karya intelektual keagamaan seperti bidang ilmu tasawuf, fiqih hingga astronomi. Di antara kitab yang telah ditulis ialah: Tashrih al-Ibarat, Siraj al-Thalibin, Manahij al-Amdad, dan Irsyad al-Ikhwan fi Syurbati Al-Qahwati wa al-Dukhan.

 


8. Syaikh Umar Baraja

Lahir pada 10 Jumadil akhir 1331 H bertepatan dengan 17 Mei 1913 M di Kampung Ampel Maghfur. Syaikh Umar menempuh pendidikan di Madrasah Al-Khairiyah di Kampung Ampel, Surabaya yang didirikan dan dibina oleh Al-Habib al-Imam Muhammad bin Achmad al-Muhdhar pada tahun 1895. Wafat pada hari Sabtu malam tanggal 16 Rabiuts Tsani 1411 H / 3 November 1990 M pukul 23.10 WIB di Rumah Sakit Islam Surabaya dalam usia 77 tahun.


Secara tidak langsung Syaikh Umar Baraja ikut mengukir akhlak santri di Indonesia terutama dengan kitab Akhlaq lil Banin dan Akhlak lil Banat. Buku-buku tersebut pernah dicetak di Kairo Mesir, pada tahun 1969 atas biaya Syeikh Siraj Ka’ki, dermawan Mekkah, yang dibagikan secara cuma-cuma ke sejumlah negara Islam. Selain itu ia memiliki beberapa karya lain di antaranya: Sullam Fiqih, Kitab 17 Jauharah, dan Kitab Ad’iyah Ramadhan

 

9. KH Abul Fadhol Senori

Lahir pada tahun 1917 M. Kiai Abul Fadhol berkontribusi melahirkan tokoh ulama besar yang menjadi penerus sanad keilmuan Nahdlatul Ulama. Wafat pada tanggal 1989 dan di antara kitab karyanya adalah: Kitab Tafsir al-Ayat al-Ahkam, Kitab Kawakibu al-Lama’ah, Kitab Kasyf Tabarihfi Bayan Salat al-Tarawih, Kitab Tashil al-Masalik, serta Kitab Ahla al-Musamarah fi Hikayat al-Auliya’ al-Asyrah.

 

“Hasil dari diskusi yang dilakukan panitia, akhirnya menyepakati pemberian anugerah kepada para pengarang kitab di Nusantara,” kata H Ahmad Karomi kepada NU Online Jatim, Sabtu (18/03/2023).


Sekretaris Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Jawa Timur tersebut menjelaskan bahwa penganugerahan diberikan sebagai bentuk takdzim kepada para pengarang kitab.


“Apalagi sejumlah kitab tersebut telah menjadi kajian di sejumlah pesantren dan masyarakat di Tanah Air,” terang Gus Karomi.


Dalam pandangan alumnus Pesantren Ploso, Kediri tersebut, tradisi memberikan penghargaan kepada para muallif atau pengarang kitab sangat mendesak dilakukan di era saat ini. Karena dengan demikian generasi muda, utamanya dari NU dapat mengetahui maha karya para kiai Nusantara yang tentunya sangat membanggakan.


“Kalau bukan santri dan alumni serta NU, siapa lagi yang akan menghargai karya para kiai dan ulama di Nusantara ini,” ungkapnya.


Penyandang gelar doktor di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tersebut mengemukakan bahwa sebenarnya hingga saat ini banyak kitab karangan ulama Nusantara. Namun ada beberapa yang ternyata keberadaannya sulit dilacak. Bahkan sejumlah judul justru ada di perpustakaan kampus luar negeri, sedangkan di Tanah Air tidak ditemukan.


“Hal ini memberikan pesan bahwa ada kerja-kerja serius yang mendesak dilakukan generasi muda untuk melacak dan memastikan karya otentik ulama Nusantara,” tandasnya.


Editor:

Kediri Raya Terbaru