• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Keislaman

Bagaimana Cara Shalat di Atas Kendaraan Umum?

Bagaimana Cara Shalat di Atas Kendaraan Umum?
Seorang penumpang menyempatkan untuk shalat di atas kereta. (Foto: NOJ/YTe)
Seorang penumpang menyempatkan untuk shalat di atas kereta. (Foto: NOJ/YTe)

Karena keperluan pekerjaan atau kepentingan lain, sejumlah kalangan harus melakukan perjalanan dengan kendaraan umum. Masalahnya, bagaimana bila waktu shalat telah tiba? Mau turun tidak bisa, berharap sopir memberikan kesempatan shalat juga tidak mungkin.

 

Transportasi massal seperti kereta api sering digunakan oleh masyarakat. Sering kali saat dalam perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum ini, para penumpang merasa bingung bahkan tidak tahu tentang cara melaksanakan shalat yang benar. Sering kita lihat terdapat orang yang shalat dengan cara duduk dan menggerak-gerakkan tubuhnya sebagai pertanda perpindahan rukun shalat yang dilakukan.

 

Ada pula penumpang yang shalat sambil berdiri dengan menutup jalan para penumpang karena tidak menyediakan fasilitas untuk shalat, bahkan ada juga yang memilih untuk tidak melaksanakan shalat di kereta dengan niatan mengqadla shalat di rumah karena shalat di kereta dianggap terlalu ribet.

 

Sebenarnya bagaimana cara shalat yang benar ketika berada di kereta maupun alat transportasi massal lain? Sebelum menjawab pertanyaan di atas, patut dipahami bahwa kewajiban shalat tidak gugur bagi seseorang selama akalnya masih normal, sehingga ketika dihadapkan pada keadaan yang tidak dapat menyempurnakan rukun, maka tetap wajib melaksanakan shalat semampunya dalam rangka li hurmatil waqti (shalat karena menghormati datangnya waktu shalat).

 

Artikel diambil dariTata Cara Shalat di Kereta Api

 

Salah satu ketentuan dalam pelaksanaan shalat li hurmatil waqti yaitu seseorang wajib untuk melaksanakan rukun dan syarat-syarat shalat yang mampu dilakukan. Sedangkan untuk syarat atau rukun yang tidak mampu dilakukan, syara' memberikan toleransi hal ini karena sudah bukan termasuk hal yang dapat dijangkau dan shalatnya wajib untuk diulang kembali (i'adah) dalam keadaan sempurna ketika telah sampai di rumah.

 

Dalam praktik shalat li hurmatil waqti di kereta api atau bus, ketika seseorang masih mungkin untuk melaksanakan shalat dengan wudhu, berdiri dan menutup aurat namun tidak dapat menghadap kiblat, maka wajib baginya untuk melaksanakan syarat dan rukun tersebut. Sedangkan syarat berupa menghadap kiblat menjadi hal yang ditoleransi sehingga tidak perlu dilaksanakan.

 

Realitas yang sering terjadi, syarat yang paling sulit untuk dilakukan adalah menghadap kiblat, sebab lintasan kereta atau bus sering kali berkelok-kelok hingga menyebabkan orang yang awalnya shalat dengan menghadap kiblat, saat perjalanan arahnya menjadi berubah hingga ia tidak lagi menghadap arah kiblat. Untuk rukun-rukun lain yang masih dapat dilakukan, wajib bagi para penumpang yang shalat untuk melaksanakannya, seperti berdiri, ruku', sujud dan rukun lainnya.

  

Berdasarkan ketentuan di atas, diperbolehkan melaksanakan shalat di kereta atau bus dengan cara berdiri, justru cara seperti itulah yang paling dianjurkan selama memungkinkan untuk melakukan hal itu. Meskipun, berdiri di tempat yang berpeluang dilewati oleh orang lain adalah hal yang makruh. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Al-Fiqhu ala Mazahibil Arba'ah:

 

 يكره للمصّلي أن يصلي في مكان يكون فيه عرضة لمرور أحد بين يديه، سواء مر أحد بين يديه أو لم يمر

 

Artinya: Makruh melaksanakan shalat di tempat yang berpeluang dilewati orang lain di depannya, baik kenyataannya ada orang yang lewat atau tidak. (Lihat Abdurrahman al-Jaziri, Al-fiqhu ala Madzahibil Arba'ah, juz I, halaman 246).

 

Dengan begitu, orang yang shalat di kereta atau bus dengan duduk dan menggerak-gerakkan tubuhnya adalah hal yang tidak benar jika ia masih bisa melaksanakan shalat dengan cara berdiri. Kecuali ketika shalat fardhu dengan cara duduk ini, ruku' dan sujudnya dilaksanakan dengan sempurna, maka cara demikian dianggap benar menurut Mazhab Hanafi, namun praktik demikian jarang sekali kita temukan.

 

Lalu bagaimana dengan orang yang memilih untuk tidak melaksanakan shalat dan memilih untuk mangqadha' shalatnya di rumah karena dipandang sulit? Langkah demikian tetap dibenarkan menurut salah satu pendapat dalam Mazhab Syafi'i seperti yang ditegaskan dalam Hasyiyah Ibnu Qasim 'alal Ghuraril Bahiyah:

 

 وَنَقَلَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيُّ أَنَّ لِلشَّافِعِيِّ قَوْلًا أَنَّ كُلَّ صَلَاةٍ تَفْتَقِرُ إلَى الْقَضَاءِ لَا يَجِبُ فِعْلُهَا فِي الْوَقْتِ وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ

 

Artinya: Imam Haramain dan Imam Ghazali menukil bahwa dalam Mazhab Syafi'i terdapat pendapat bahwa sesungguhnya setiap shalat yang butuh (bisa) untuk di-qadha' tidak wajib melaksanakannya pada waktunya. Pendapat ini juģa merupakan pendapat yang diutarakan Imam Abu Hanifah. (Lihat Ibnu Qasim, Hasyiyah Ibnu Qasim 'alal Ghuraril Bahiyah, juz I, halaman 207).

  

Hal yang bijak bagi para penumpang adalah menjama' shalatnya. Hal tersebut jika memang masih mungkin untuk menjama' shalatnya, baik berupa jama' taqdim dengan cara shalat terlebih dahulu sebelum berangkat, atau jama' ta'khir yaitu ketika sampai di kota tujuan masih memungkinkan melaksanakan shalat. Sedangkan ketika shalat yang dilaksanakan tidak dapat di jama', maka lebih baik bagi para penumpang untuk mengikuti pendapat yang dinukil dari Imam Haramaian dan Al-Ghazali yaitu tidak melaksanakan shalat li hurmatil waqti di kendaraan dan memilih mengqadla' shalatnya ketika sampai di tempat tujuan.

 

Pemilihan langkah ini dikarenakan melaksanakan shalat di kendaraan sesuai dengan ketentuan shalat li hurmatil waqti selain dipandang sulit. Juga dianggap mengganggu aktivitas penumpang lain seperti terhambatnya jalan ketika ada orang lain hendak lewat dan berbagai hambatan-hambatan yang lainnya sehingga sangat tidak elok untuk dilakukan. Wallahu a'lam.


Keislaman Terbaru