• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Keislaman

Berikut 6 Amalan yang Disunahkan saat Idul Adha

Berikut 6 Amalan yang Disunahkan saat Idul Adha
Jamaah shalat Id semasa pandemi. (Foto: NOJ/GBj)
Jamaah shalat Id semasa pandemi. (Foto: NOJ/GBj)

Pada hari Selasa (20/07/2021), umat Islam akan merayakan hari raya Idul Adha. Kendati masih dalam suasana pandemi dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat, sejumlah amalan disarankan tetap dilakukan.

 

Idul Fitri dan Idul Adha datang sekali dalam satu tahun. Keduanya adalah hari besar Islam dengan fadlilah yang berbeda. Masing-masing memiliki keutamaannya sendiri dan juga memiliki kesunahan yang berbeda.

 

Ibadah sunah tahunan ini mempunyai ciri khas masing-masing, hari raya Idul Fitri misalnya ditengarai dengan saling bermaaf-maafan, berkunjung ke sanak famili dan para kerabat. Berbeda dengan hari raya Idul Adha yang dikenal dengan hari raya kurban atau hari raya haji, karena pada hari itu kegiatan kurban dan ibadah haji dilaksanakan. Kendati untuk dua tahun terakhir, haji tidak diselenggarakan, kecuali untuk kalangan terbatas lantaran virus Corona.

 

Sebagai ibadah tahunan, maka hendaknya dilaksanakan sesempurna mungkin dengan menjalankan semua amalan sunah pada hari tersebut. Niatnya tulus dan mengharap pahala dari Allah SWT. 

 

Berikut kesunahan yang dianjurkan oleh para ulama selama Idul Adha.   

 

Pertama, mengumandangkan takbir di masjid-masjid, mushala dan rumah-rumah pada malam hari raya. Dimulai dari terbenamnya matahari sampai imam naik ke mimbar untuk berkhutbah pada hari raya Idul Adha dan sampai hari terakhir tanggal 13 Dzulhijjah pada hari tasyriq. 

 

Karenanya, pada malam tersebut dianjurkan mengagungkan, memuliakan dan menghidupkannnya. Anjuran ini sebagaimana terdapat dalam kitab Raudlatut Thalibin:


   فَيُسْتَحَبُّ التَّكْبِيرُ الْمُرْسَلُ بِغُرُوبِ الشَّمْسِ فِي الْعِيدَيْنِ جَمِيعًا، وَيُسْتَحَبُّ اسْتِحْبَابًا مُتَأَكَّدًا، إِحْيَاءُ لَيْلَتَيِ الْعِيدِ بِالْعِبَادَةِ   

Artinya: Disunahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai terbenamnya matahari, dan sangat disunahkan juga menghidupkan malam hari raya tersebut dengan beribadah. 

 

Artikel diambil dariEnam Amalan Sunnah di Idul Adha

 

Sebagian ulama ahli fiqih ada yang memberi keterangan tentang beribadah di malam hari raya, yaitu dengan melaksanakan shalat maghrib dan isya berjamaah, sampai dengan melaksanakan shalat subuh berjamaah.   

 

Kedua, mandi untuk shalat id sebelum berangkat ke masjid. Hal ini boleh dilakukan mulai pertengahan malam, sebelum waktu subuh, dan yang lebih utama adalah sesudah waktu subuh. Dikarenakan tujuan dari mandi adalah membersihkan anggota badan dari bau yang tidak sedap, dan membuat badan menjadi segar bugar. Maka mandi sebelum waktu berangkat adalah yang paling baik. 

 

Berbeda jika mandinya setelah pertengahan malam maka kemungkinan bau badan akan kembali lagi, begitu juga kebugaran badan.


   يُسَنُّ الْغُسْلُ لِلْعِيدَيْنِ، وَيَجُوزُ بَعْدَ الْفَجْرِ قَطْعًا، وَكَذَا قَبْلَهُ، ويختص بالنصف الثاني من الليل   

Artinya: Disunahkan mandi untuk shalat id, untuk waktunya boleh setelah masuk waktu subuh atau sebelum subuh, ata pertengahan malam.   

  

Kesunahan mandi adalah untuk semua kaum muslimin, laki-laki maupun perempuan, baik yang akan akan berangkat melaksanakan shalat id maupun bagi perempuan yang sedang udzur syar’i sehingga tidak bisa melaksanakan shalat id.   

 

Ketiga, disunahkan memakai wangi-wangian, memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau-bau yang tidak enak. Hal itu untuk memperoleh keutamaan hari raya. 

 

Pada hakikatnya hal-hal tersebut boleh dilakukan kapan saja, ketika dalam kondisi yang memungkinkan, dan tidak harus menunggu datangnya hari raya. Misalnya saja sepekan sekali saat hendak melaksanakan shalat Jumat. 

 

Dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab terdapat keterangan mengenai amalan sunah ini:


   والسنة أن يتنظف بحلق الشعر وتقليم الظفر وقطع الرائحة لانه يوم عيد فسن فيه ما ذكرناه كيوم الجمعة والسنة أن يتطيب   

 

Artinya: Disunahkan pada hari raya id membersihkan anggota badan dengn memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau badan yang tidak enak. Karena amalan tersebut sebagaimana dilaksanakan pada hari Jumat, dan disunahkan juga memakai wangi-wangian.   

 

Keempat, memakai pakaian yang paling baik lagi bersih dan suci jika memilikinya. Jika tidak ada, maka cukup memakai pakaian yang bersih dan suci. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa yang paling utama adalah memakai pakaian yang putih dan mengenakan serban.   


Berkaitan dengan memakai pakaian putih, ini diperuntukkan bagi kaum laki-laki yang hendak mengikuti jamaah shalat id maupun yang tidak mengikutinya. Semisal satpam atau seseorang yang bertugas menjaga keamanan lingkungan, anjurannya ini tidak terkhususkan bagi yang hendak berangkat shalat saja, melainkan kepada semuanya.   

 

Sedangkan untuk kaum perempuan, maka cukuplah memakai pakaian yang sederhana atau pakaian yang biasa ia pakai sehari-hari, karena berdandan dan berpakaian secara berlebihan hukumnya makruh. Begitu juga menggunakan wangi-wangian secara berlebihan. 

 

Dalam kitab Raudlatut Thalibin dijelaskan:


   وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَلْبَسَ أَحْسَنَ مَا يَجِدُهُ مِنَ الثِّيَابِ، وَأَفْضَلُهَا الْبِيضُ، وَيَتَعَمَّمُ. فَإِنْ لَمْ يَجِدْ إِلَّا ثَوْبًا، اسْتُحِبَّ أَنْ يَغْسِلَهُ لِلْجُمُعَةِ وَالْعِيدِ، وَيَسْتَوِي فِي اسْتِحْبَابِ جَمِيعِ مَا ذَكَرْنَاهُ، الْقَاعِدُ فِي بَيْتِهِ، وَالْخَارِجُ إِلَى الصَّلَاةِ، هَذَا حُكْمُ الرِّجَالِ. وَأَمَّا النِّسَاءُ، فَيُكْرَهُ لِذَوَاتِ الْجَمَالِ وَالْهَيْئَةِ الْحُضُورُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْعَجَائِزِ، وَيَتَنَظَّفْنَ بِالْمَاءِ، وَلَا يَتَطَيَّبْنَ، وَلَا يَلْبَسْنَ مَا يُشْهِرُهُنَّ مِنَ الثِّيَابِ، بَلْ يَخْرُجْنَ فِي بِذْلَتِهِنَّ.   

Artinya: Disunahkan memakai pakaian yang paling baik, dan yang lebih utama adalah pakaian warna putih dan juga memakai serban. Jika hanya memiliki satu pakaian saja, maka tidaklah mengapa ia memakainya. Ketentuan ini berlaku bagi kaum laki-laki yang hendak berangkat shalat id maupun yang tidak. Sedangkan untuk kaum perempuan cukuplah ia memakai pakaian biasa sebagaimana pakaian sehari-hari, dan janganlah ia berlebih-lebihan dalam berpakaian serta memakai wangi-wangian.   

 

Sabda Nabi SAW berikut memberi penjelasan tentang memakai pakaian yang paling baik. Bahwa riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas RA: 


  كَانَ يلبس في العيد برد حبرة   

Artinya: Rasulullah SAW di hari raya id memakai burda hibarah (pakaian yang indah berasal dari Yaman). 

 

Kelima, ketika berjalan menuju ke masjid atau pun tempat shalat id hendaklah berjalan kaki karena hal itu lebih utama. Sedangkan untuk para orang yang telah berumur dan orang yang tidak mampu berjalan, maka boleh saja berangkat dengan menggunakan kendaraan. 

 

Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW riwayat dari Ibnu Umar: 


  كَانَ يَخْرُجُ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا   

 

Artinya: Rasulullah SAW berangkat untuk melaksanakan shalat id dengan berjalan kaki, begitu pun ketika pulang tempat shalat id.   

 

Selain itu dianjurkan juga berangkat lebih awal supaya mendapatkan shaf atau barisan depan. Sembari menunggu shalat id dilaksanakan bisa bertakbir secara bersama di masjid dengan jamaah yang telah hadir. 

 

Imam Nawawi dalam kitabnya Raudlatut Thalibin menerangkan anjuran tersebut:


   السُّنَّةُ لِقَاصِدِ الْعِيدِ الْمَشْيُ. فَإِنْ ضَعُفَ لِكِبَرٍ، أَوْ مَرَضٍ، فَلَهُ الرُّكُوبُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْقَوْمِ أَنْ يُبَكِّرُوا إِلَى صَلَاةِ الْعِيدِ إِذَا صَلَّوُا الصُّبْحَ، لِيَأْخُذُوا مَجَالِسَهُمْ وَيَنْتَظِرُوا الصَّلَاة   

 

Artinya: Bagi yang hendak melaksanakan shalat id disunahkan berangkat dengan berjalan kaki. Sedangkan untuk orang yang telah lanjut usia atau tidak mampu berjalan maka boleh ia menggunakan kendaraan. Disunahkan juga berangkat lebih awal untuk shalat id setelah selesai mengerjakan shalat subuh, untuk mendapatkan shaf atau barisan depan sembari menunggu dilaksanakannya shalat.   

 

Keenam, untuk hari raya Idul Adha disunahkan makan setelah selesai melaksanakan shalat id. Hal ini berbeda dengan hari raya Idul Fitri disunahkan makan sebelum melaksanakan shalat id. 

 

Pada masa Nabi SAW, makanan tersebut berupa kurma yang jumlahnya ganjil, entah itu satu biji, tiga biji ataupun lima biji. Karena makanan pokok orang Arab adalah kurma. Jika di Indonesia makanan pokok adalah nasi, akan tetapi jika memiliki kurma maka hal itu lebih utama. Dan jika tidak mendapatinya, maka cukuplah dengan makan nasi atau sesuai dengan makanan pokok daerah tertentu.


    عن بريدة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يخرج يوم الفطر حتى يطعم ويوم النحر لا يأكل حتي يرجع   

 

Artinya: Diriwayatkan dari sahabat Buraidah RA, bahwa Nabi SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan, dan pada hari raya Idul Adha sehingga beliau kembali ke rumah.   

 

Diriwayatkan juga dari sahabat Anas RA:


   انَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يوم الفطر حتى يأكل تمرات ويأكلهن وترا   

 

Artinya: Rasulullah SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan beberapa kurma yang jumlahnya ganjil.   

 

Dengan demikian, anjuran makan pada hari raya Idul Adha adalah setelah selesai melaksanakan shalat id, alangkah lebih baik jika makan kurma sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Akan tetapi jika tidak mendapati kurma, bolehnya makan dengan yang lain, misalnya nasi bagi rakyat Indonesia, disesuaikan dengan makanan pokok daerah tertentu.


Editor:

Keislaman Terbaru