• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Delapan Pesan Imam Al-Ghazali untuk Menjaga Lisan

Delapan Pesan Imam Al-Ghazali untuk Menjaga Lisan
Kaligrafi nama Imam Al-Ghazali (Foto:NOJ/isyroqot)
Kaligrafi nama Imam Al-Ghazali (Foto:NOJ/isyroqot)

Oleh: Moch. Vicky Shahrul H*


Menurut Imam al-Ghazali, lisan kita diciptakan oleh Allah memang ada tujuan tertentu. Salah satunya adalah supaya menjadi alat untuk kita senantiasa berzikir dan mengingat-ingat Allah. Tidak hanya itu, supaya kita juga bisa senantiasa menasihati kepada sesama.


Berkaitan dengan hal tersebut, ada sebuah kisah singkat yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali. Kisah ini bercerita perihal seorang laki-laki yang masuk neraka Jahanam sebab satu hal sepele, yaitu, ia selalu berusaha membuat orang lain bahagia, tertawa, namun dalam berbicara, dia selalu menyakiti hati orang lain. 


Jadi, membuat hati orang lain bahagia dan tertawa, namun di sisi lain ada orang yang dia buat tersakiti. Jelas tindakan lelaki tersebut tidak bisa dibenarkan. Sebagai hukuman, Allah menyiapkan neraka Jahanam dan akan menghukum lelaki tersebut selama kurang lebih tujuh puluh tahun. Kisah di atas memberikan pesan moral, agar senantiasa menjaga lisan. al-Ghazali berkata:


فَاحْفَظْ لِسَانَكَ مِنْ ثَمَانِيَّةٍ


Artinya: Wahai saudaraku! Jagalah lisan kalian dari delapan perkara 


Delapan perkara itu adalah sebagai berikut: Pertama, kita diajak Imam al-Ghazali untuk senantiasa menjaga lisan dari berbohong. Baik dalam keadaan serius maupun bercanda. Bahkan, beliau memberikan saran supaya tidak terlalu membiasakan diri bercanda dalam keadaan berbohong. Hal ini dikarenakan bisa jadi nantinya ketika dalam keadaan serius, kita akan berbohong pula.


Dalam hal ini, Imam al-Ghazali berkata:


الكَذِبُ مِنْ أُمَّهَاتِ الكَبَائِرِ


Artinya: Berbohong termasuk pokok-pokok dari dosa besar.


Kedua, Imam al-Ghazali berpesan supaya kita tidak mengingkari janji. Bahkan menurut beliau, sebisa mungkin ketika berkomunikasi dengan orang lain, jangan sampai muncul janji. Sebisa mungkin. Dalam hal ini beliau menawarkan satu pesan Nabi Muhammad sebagaimana berikut,


ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ فَهُوَ مُنَافِقٌ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّي مَنْ إِذَا حَدَثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائتُمِنَ خَانَ


Artinya: Tiga perkara jikalau terkumpul pada diri seseorang, jelas dia adalah orangh munafik (meski raganya puasa dan salat). Tiga perkara tersebut adalah ketika seseorang berkata jelas dia berbohong, ketika janji mengingkari dan ketika diberi kepercayaan jelas dia akan mengingkari.


Ketiga, adalah ghibah. Secara sederhana, ghibah berarti engkau membicarakan seseorang mengenai sesuatu yang ia tidak sukai jikalau ia mendengarnya. Tidak hanya diucapkan, bahkan kita diberi pesan untuk senantiasa menghindari “diam” (tidak melakukan ghibah), namun di hati kita rela dan merasa itu benar. Jelas ini tidak bisa dibenarkan. 


Dalam hal ini Imam al-Ghazali berkata:


وَالغِيْبَةُ أَشَدُّ مِنْ ثَلاَثِيْنَ زَنِيَةً


Artinya: Ghibah itu lebih buruk daripada tiga puluh wanita pezina


Keempat, berdebat dengan khalayak umum. Mengapa Imam al-Ghazali melarang hal demikian? Hal ini dikarenakan, dengan kita berdebat, jelas akan ada hati orang lain yang tersakiti. Jika kita menang, jelas akan ada sedikit bahkan banyak rasa sombong yang menyelimuti.  Imam al-Ghazali berkata:


أَنَّ المِرَاءَ سَبَبُ المَقْتِ عِنْدَ اللهِ وَعِنْدَ الخَلْقِ


Artinya: Jelas perdebatan adalah faktor utama di mana Allah dan sesama makhluk begitu marah.


Kelima, memuji-muji diri sendiri atas dasar kagum bahwa jiwanya telah merasa suci dari segala bentuk kemaksiatan. Hal ini janganlah sampai terjadi. Jangan sampai, lisan kita senantiasa melakukan hal tersebut. Inilah adalah pesan Imam al-Ghazali. Beliau berkata:


أَنَّ ذَلِكَ (تَزْكِيَّةَ النَفْسِ) يَنْقُصُ مِنْ قَدْرِكَ عِنْدَ النَّاسِ وَيُوْجِبُ مَقْتَكَ عِنْدَ اللهِ


Artinya: Perbuatan di atas akan mengurangi nilai kamu di mata manusia. Dan juga, akan menjadikan marah di mata Allah.


Keenam, laknat. Imam al-Ghazali berpesan, jangan sampai mulut kita melaknat orang lain. Secara sederhana, melaknat berarti menjauhkan seseorang dari rahmat Allah. Dan hal ini yang mungkin hari ini sering terjadi. Bahkan, ketika orang lain berstatus non-muslim, kita jangan sampai melaknat dia.


Misalnya, ada fulan non-muslim. Lalu kamu berkata kepada orang lain yang ada di sekitarmu, di hadapan fulan tersebut: Semoga Allah senantiasa melaknat fulan non-muslim. Perkataan demikian dilarang, karena bisa jadi, di masa akhir hidup si fulan, dia bertobat, masuk Islam lalu menjadi hamba yang dekat dengan Allah.


Hal ini tidak hanya berlaku pada sesama manusia, namun juga misalnya ke makanan, hewan dan lain sebagainya. Misalnya, ada satu riwayat dari Nabi Muhammad: “Tatkala Nabi ditawari makanan, maka ketika beliau ingin, beliau makan. Jika tidak, beliau akan meninggalkannya (tanpa disertai mencela makanan tersebut).”


Ketujuh, mendoakan orang lain yang tidak baik-baik. Misalnya mendoakan orang lain supaya kecelakaan saat berkendara. Imam al-Ghazali berpesan, supaya misalnya ketika kita dizalimi, maka jangan sampai doa jelek keluar dari mulut kita. Cukup kita pasrah kepada Allah, supaya Allah yang memberikan jalan keluar.


Kedelapan, bercanda yanag melewati batas nilai agama, saling ejek, olok dan meremehkan orang lain. Imam al-Ghazali berpesan jangan sampai mulut kita mengeluarkan hal-hal negatif yang demikian. Hal ini jelas, karena efek negatif yang muncul sangat luar biasa. Tidak hanya bagi diri kita sendiri, namun juga orang lain.


Imam al-Ghazali berkata:


وَهُوَ مَبدَأُ اللَجَاجِ وَالغَضَبِ وَالتَصَارُمِ


Artinya: Perbuatan di atas adalah awal dari segala jenis pertikaian, permusuhan, kemarahan, dan faktor utama terputusnya jalinan kasih sayang antar sesama teman.


Demikianlah delapan pesan moral tentang lisan dari Imam al-Ghazali untuk kita. Untuk menutup catatan kali ini, kiranya penulis akan mencantumkan satu doa Nabi Daud mengenai pentingnya menjaga lisan sebagaimana berikut:


اللَهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ لِسَانًا ذَاكِرًا وَقَلْبًا شَاكِرًا وَبَدَنً صَابِرًا وَزَوْجَةً تُعِيْنُنَيْ فِيْ دُنْيَايَ وَأَخِرَتِيْ


Artinya: Wahai Tuhan! Aku minta kepadamu lisan yang senantiasa berzikir kepada-Mu. Hati yang semangat bersyukur. Fisik tubuh yang senantiasa bersabar menahan melakukan segala bentuk kemaksiatan. Istri yang bisa membantuku dalam perkara dunia dan akhirat.


*Mahasantri Mahad Aly An-Nur II Al-Murtadlo Malang


Keislaman Terbaru