• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 9 Mei 2024

Keislaman

Hari Jumat, Ingatlah Waktu Terbaik agar Doa Terkabul

Hari Jumat, Ingatlah Waktu Terbaik agar Doa Terkabul
Ada waktu mustajabah bagi terkabulnya doa saat hari Jumat. (Foto: NOJ/NU Network)
Ada waktu mustajabah bagi terkabulnya doa saat hari Jumat. (Foto: NOJ/NU Network)

Jumat disebut sebagai waktu istimewa. Disebut juga sebagai sayyidul ayyam atau penghulu hari dalam sepekan. Demikian istimewanya, sehingga ada waktu khusus yang kalau berdoa akan dijamin diterima atau diijabah oleh Allah SWT.


Dari beberapa keterangan disebutkan bahwa Jumat merupakan hari raya bagi umat Islam. Di hari tersebut Nabi Adam AS diciptakan dan dicabut nyawanya, terompet Malaikat Israfil ditiupkan, berakhirnya kehidupan manusia di dunia dan beberapa peristiwa besar lainnya. 


Hari Jumat adalah waktu yang tepat untuk memperbanyak shalat, zikir, shalawat, dan ibadah lainnya. Bahkan di hari itu, pengajian-pengajian para kiai dan ulama diliburkan sebagaimana yang telah mentradisi sejak dulu dengan tujuan untuk memfokuskan diri beribadah di hari tersebut. 


Di antara hal yang sangat dianjurkan dilakukan di hari Jumat adalah memperbanyak doa baik saat malam ataupun di waktu siang. Sebagaimana dijelaskan banyak hadits Nabi, terdapat satu waktu di antara satu kali 24 jam di hari Jumat yang sangat manjur untuk memanjatkan doa. 


Ulama mengisitilahkan waktu tersebut dengan sa’atul ijabah atau waktu terkabulnya doa. Barang siapa berdoa di waktu tersebut, maka segala permintaannya akan terkabul. Dalam hadits riwayat Al-Bukhari disebutkan sebagai berikut: 


 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا


Artinya: Dari sahabat Abi Hurairah RA, sungguh Rasulullah SAW menyebut hari Jumat kemudian berkomentar perihal Jumat: Pada hari itu terdapat waktu yang tidaklah seorang muslim menemuinya dalam keadaan beribadah seraya ia meminta kepada Allah sesuatu hajat, kecuali Allah mengabulkan permintaannya. Rasulullah memberi isyarat dengan tangannya bahwa waktu tersebut sangat sebentar. (HR Al-Bukhari). 


Tidak ada keterangan hadits Nabi yang secara tegas menjelaskan penentuan waktu ijabah tersebut, bahkan beberapa di antaranya saling berlawanan. Karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai penentuan waktunya. 


Menurut mayoritas ulama madzhab Syafii, waktu ijabah yang paling diharapkan adalah di antara duduknya khatib di atas mimbar sebelum ia berkhutbah dan salamnya imam jamaah shalat Jumat. Pendapat tersebut bertendensi kepada hadits riwayat Imam Muslim dan Imam Abi Dawud sebagai berikut: 


 عَنْ أَبِي مُوْسَى اَلْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ لِيْ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ أَسَمِعْتَ أَبَاكَ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِيْ شَأْنِ سَاعَةِ الْإِجَابَةِ؟ قَالَ قُلْتُ نَعَمْ سَمِعُتُهُ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الْإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلَاةُ


Artinya: Dari Abi Musa al-Asy’ari, ia berkata: Abdullah bin Umar berkata kepadaku: Apakah kau pernah mendengar ayahmu bercerita dari Rasulullah SAW tentang waktu ijabah? Aku menjawab: Ya. Aku pernah mendengar ayahku mendengar dari Rasulullah bahwa beliau bersabda: Waktu ijabah adalah waktu di antara duduknya imam sampai selesainya shalat Jumat. (HR Muslim dan Abi Dawud). 


Mengenai rentang waktu sebagaimana diterangkan hadits tersebut, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan: 


 وَالْمُرَادُ أَنَّهَا لَا تَخْرُجُ عَنْ هَذَا الْوَقْتِ لَا أَنَّهَا مُسْتَغْرِقَةٌ لَهُ لِأَنَّهَا لَحْظَةٌ لَطِيْفَةٌ


Artinya: Yang dimaksud adalah bahwa waktu ijabah tersebut tidak keluar dari rentang waktu ini, bukan keseluruhan rentang waktu tersebut, karena waktu ijabah sangat singkat sekali. (Lihat: Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhajul Qawim, Hamisy Hasyiyah At-Tarmasi, Jeddah, Darul Minhaj, cetakan pertama, 2011, juz 4, halaman: 345). 


Pertanyaannya kemudian, bukankah saat khutbah berlangsung dianjurkan untuk diam dari bicara? Bukankah sibuk berdoa justru bertentangan dengan anjuran mendengarkan khutbah secara seksama? Syekh Jalaluddin al-Bulqini sebagaimana dikutip Syekh Mahfuzh at-Tarmasi menjawab sebagai berikut: 


 وَسُئِلَ الْبُلْقِيْنِيُّ كَيْفَ يُسْتَحَبُّ الدُّعَاءُ فِيْ حَالِ الْخُطْبَةِ وَهُوَ مَأْمُوْرٌ بِالْإِنْصَاتِ؟ فَأَجَابَ بِأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ شَرْطِ الدُّعَاءِ اّلتَّلَفُّظُ بَلِ اسْتِحْضَارُ ذَلِكَ بِقَلْبِهِ كَافٍ فِيْ ذَلِكَ


Artinya: Imam al-Bulqini ditanya: Bagaimana mungkin jamaah Jumat disunahkan berdoa saat berlangsungnya khutbah sementara ia diperintahkan diam? Ia menjawab: Doa tidak disyaratkan untuk diucapkan. Menghadirkan doa di dalam hati saat khutbah berlangsung sudah cukup. (Lihat: Syekh Mahfuzh Termas, Hasyiyah at-Tarmasi ‘alal Minhajil Qawim, Jeddah, Darul Minhaj, cetakan pertama, 2011, juz 4, halaman: 344). 

 


Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa cara berdoa saat khutbah berlangsung adalah dengan dibaca dalam hati, tidak perlu diucapkan dengan lisan. 


Demikianlah penjelasan mengenai waktu yang paling ampuh untuk berdoa di hari Jumat. Perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini tidak bisa dihindarkan. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan waktu ijabah terjadi. Oleh karena itu, sebaiknya selama hari Jumat berlangsung kita dianjurkan untuk senantiasa memperbanyak doa dan ibadah serta melepas urusan-urusan duniawi, dengan harapan dapat menjumpai waktu ijabah yang sangat sebentar tersebut. Wallahu a'lam.


Keislaman Terbaru