• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Mengenal Shalat Tasbih dan Cara Mengerjakannya

Mengenal Shalat Tasbih dan Cara Mengerjakannya
Shalat sunah yang demikian dianjurkan antara lain adalah shalat tasbih. (Foto: NOJ/Syaifullah)
Shalat sunah yang demikian dianjurkan antara lain adalah shalat tasbih. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Islam memberikan banyak piranti kepada umatnya untuk selalu ingat kepada Allah SWT. Dari mulai ibadah mahdlah, hingga ghairu mahdlah yang ujungnya adalah agar manusia dapat terus merasa berada dalam lindungan-Nya. Dan salah satu cara untuk terus mengingat dan merasa diri terus mengingat Allah SWT adalah dengan melaksanakan shalat tasbih.

 

Salah satu shalat sunah yang dianjurkan oleh para ulama adalah shalat tasbih. Dinamakan demikian karena di dalam shalat tersebut banyak dibaca tasbih. Para ulama mendasarkan kesunahan shalat tasbih pada sebuah hadits riwayat Abu Rafi’ di mana Rasulullah memberitahukan kepada paman beliau Abbas tentang tata cara dan berbagai keutamaan melakukan shalat tasbih.

 

Dalam berbagai kitab fiqih yang menuturkan perihal shalat tasbih para ulama menyebut hadits yang cukup panjang tersebut. Meski dipandang sebagai hadits dlaif (lemah) namun para ulama Syafiiyah seperti Abu Muhammad al-Baghawi dan Abul Mahasin ar-Rayani menetapkan kesunahan shalat tasbih ini. Ini sebagaimana dituturkan oleh Imam Nawawi dalam Al-Adzkâr (Jakarta, Darul Kutub al-Islamiyah, 2004, halaman: 202).

 

Bila dilihat dari sisi keutamaannya para ulama memandang shalat tasbih memiliki keutamaan yang begitu besar sampai Imam as-Subki menyatakan bahwa tidaklah orang yang mendengar tentang keutamaan shalat tasbih namun ia meninggalkannya (tidak melakukannya) kecuali orang itu adalah orang yang merendahkan agama (lihat: Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Minhâjul Qawîm, Beirut: Darul Fikr, tt., halaman: 203).

 

Waktu Pelaksanaan

Adapun waktu pelaksanaan shalat tasbih dapat dilakukan kapan saja, baik siang hari ataupun malam hari, sepanjang tidak pada waktu yang dilarang untuk shalat. Hanya saja Imam Nawawi memiliki pendapat yang menyatakan adanya perbedaan dalam teknis pelaksanaan shalat tasbih di siang dan malam hari. Bagi beliau, bila shalat tasbih dilakukan di malam hari maka akan lebih baik bila dilakukan dua rakaat – dua rakaat masing-masing dengan satu salam. Namun bila dilakukan di siang hari maka bisa dilakukan dua rakaat satu salam atau langsung empat rakaat dengan satu salam. Dalam kitab Al-Adzkâr-nya beliau menyatakan:

 

فإن صلى ليلاً فأحبّ إليّ أن يسلّم في ركعتين؛ وإن صلّى نهاراً، فإن شاء سلّم، وإن شاء لم يسلم

 

Artinya: Bila shalat dilakukan di malam hari maka lebih kusukai bila bersalam dalam dua rakaat. Namun bila di siang hari, maka bila mau bersalam (pada dua rakaat) dan bila mau maka tidak bersalam (di dua rakaat).

 

Cara Pelaksanaan

Ibnu Hajar al-Haitami di dalam kitabnya Al-Minhâjul Qawîm menuliskan sebagai berikut:

 

و صلاة التسبيح وهي أربع ركعات يقول في كل ركعة بعد الفاتحة والسورة: سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر، زاد في الإحياء: ولا حول ولا قوة إلا بالله خمس عشرة مرة وفي كل من الركوع والاعتدال وكل من السجدتين والجلوس بينهما والجلوس بعد رفعه من السجدة الثانية في كل عشرة فذلك خمس وسبعون مرة في كل ركعة

 

Artinya: Dan (termasuk shalat sunnah) adalah shalat tasbih, yaitu shalat empat rakaat di mana dalam setiap rakaatnya setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar—di dalam kitab Ihyâ ditambahi wa lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh—sebanyak 15 kali, dan pada tiap-tiap ruku’, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan duduk setelah sujud yang kedua masing-masing membaca (kalimat tersebut) sebanyak 10 kali. Maka itu semua berjumlah 75 kali dalam setiap satu rakaat. (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhâjul Qawîm, Beirut: Darul Fikr, tt., halaman: 203)

 

Dari penjelasan Ibnu Hajar di atas dapat disimpulkan tata cara pelaksanaan shalat tasbih sebagai berikut:

 

1. Pada dasarnya tata cara pelaksanaan shalat sunnah tasbih tidak jauh berbeda dengan tata cara pelaksanaan shalat-shalat lainnya, baik syarat maupun rukunnya. Hanya saja di dalam shalat tasbih ada tambahan bacaan kalimat thayibah dalam jumlah tertentu.

 

2. Setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya, sebelum ruku’ terlebih dahulu membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar (selanjutnya kalimat ini disebut tasbih) sebanyak 15 kali. Setelah itu baru kemudian melakukan ruku’.

 

3. Pada saat ruku’ sebelum bangun untuk i’tidal terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali. Setelah itu baru kemudian bangun untuk i’tidal.

 

4. Pada saat i’tidal sebelum turun untuk sujud terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian sujud.

 

5. Pada saat sujud yang pertama sebelum bangun membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian bangun untuk duduk.

 

6. Pada saat duduk di antara dua sujud sebelum melakukan sujud kedua membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian melakukan sujud yang kedua.

 

7. Pada saat sujud kedua sebelum bangun membaca tasbih sebanyak 10 kali.

 

8. Setelah sujud yang kedua tidak langsung bangun untuk berdiri memulai rakaat yang kedua, namun terlebih dahulu duduk untuk membaca tasbih sebanyak 10 kali. Setelah itu barulah bangun untuk berdiri kembali memulai rakaat yang kedua.

 

Artikel diambil dariTata Cara Pelaksanaan Shalat Tasbih

 

Dengan demikian maka dalam satu rakaat telah terbaca tasbih sebanyak 75 kali. Untuk rakaat yang kedua tata cara pelaksanaan shalat dan jumlah bacaan tasbihnya sama dengan rakaat pertama, hanya saja pada rakaat kedua setelah membaca tasyahud sebelum salam terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian membaca salam sebagaimana biasa sebagai penutup shalat.


Keislaman Terbaru