• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 8 Mei 2024

Keislaman

Menilik 8 Hikmah Peristiwa Isra’ Mi’raj, Layak Jadi Pelajaran

Menilik 8 Hikmah Peristiwa Isra’ Mi’raj, Layak Jadi Pelajaran
Menilik 8 hikmah di balik peristiwa Isra’ Mi’raj. (Foto: Ilustrasi/ NU Online)
Menilik 8 hikmah di balik peristiwa Isra’ Mi’raj. (Foto: Ilustrasi/ NU Online)

Peristiwa Isra’ Mi’raj diperingati setiap tanggal 27 Rajab dalam hitungan kalender hijriyah. Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa bersejarah yang sangat agung dalam perjalanan kenabian Rasulullah SAW.


Saking agungnya peristiwa Isra’ Mi’raj, ia pun diabadikan dalam Al-Qur’an. Sebab itu, peristiwa bersejarah tersebut tentu memiliki banyak Hikmah yang layak dijadikan pelajaran oleh umat manusia. Berikut adalah beberapa hikmah di balik peristiwa Isra’ Mi’raj:


1) Tingginya derajat kehambaan
Penyebutan Nabi Muhammad SAW dalam ayat Isra’ (QS Al-Irsa [17]: 1) menggunakan kata ‘Abdun’ yang memiliki arti hamba, tidak menggunakan –misalkan– kata ‘nabi’, ‘rasul’ atau pun ‘khalil’ (kekasih). Ini menunjukkan bahwa derajat kehambaan di sisi Allah memiliki nilai yang sangat tinggi. Oleh karena itu, ketika Al-Qur'an berbicara tentang orang-orang ikhlas menggunakan kata ‘Abdun’. Allah SWT berfirman:


وَعِبَادُ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنٗا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَٰمٗا 


Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furqan [25]: 63)


Melalui Jibril, Allah pernah memberikan pilihan kepada Nabi Muhammad SAW untuk memilih ingin ‘menjadi nabi sekaligus raja’, atau ‘menjadi nabi sekaligus hamba’. Kemudian Nabi lebih memilih menjadi hamba yang mengabdi kepada Allah. Ini menunjukkan bahwa status kehambaan merupakan derajat paling agung di sisi Allah.


Penyebutan Nabi Muhammad SAW menggunakan kata 'Abdun' tidak hanya dalam surat al-Isra. Dalam beberapa ayat lain juga sama. Seperti QS Al-Baqarah [2]: 23, QS Al-Hadid [57]: 9 dan QS Al-Jin [72]: 19.


2) Pembekalan dakwah untuk Rasulullah
Kita tahu, sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj, Rasulullah SAW berdakwah di Kota Makkah. Di sana beliau merasakan betapa berat cobaan dan ujian dirasakan. Orang-orang tercinta dan orang-orang tempat beliau bersandar silih berganti wafat, saat orang-orang Quraisy tengah begitu ganas menindas. Sampai kemudian para sejarawan menamai duka Rasulullah atas kewafatan orang-orang tercinta dengan nama ‘amul huzni (tahun kesedihan). Setelah itu Allah mengisra’kan Nabi-Nya.


Ini semua sudah skenario Allah agar Nabi Muhammad SAW menjadi sosok yang tangguh. Tantangan dakwah beliau ke depan akan sangat berat dan berliku. Menyebarkan agama Islam dengan perlawanan dari pemuka-pemuka Quraisy, dari pasukan perang bersenjata lengkap, dan musuh-musuh Islam kelas jenderal lainnya. Allah telah membekali Nabi Muhammad SAW sejak ia lahir dengan kehidupan pedih yang mengasah ketangguhannya.


Bahkan kita tahu, setelah Isra’ Mi’raj, tepatnya setelah hijrah ke Madinah, hambatan dakwah Rasulullah SAW lebih berat. Peristiwa perang badar, perang uhud, perang mu’tah, dan perang-perang lainnya adalah fakta sejarah bahwa perjuangan dakwah Nabi periode Madinah penuh tantangan dan berliku.


3) Sampaikan kebenaran walau pahit
Sepulang Nabi Muhammad SAW dari Isra’ Mi’raj, beliau sampaikan perjalanannya itu pada sekalian penduduk Makkah. Tapi apa respons mereka? Banyak di antara mereka tidak percaya.

 
Bahkan ada yang semula beriman, tapi setelah mendengar ‘cerita tidak masuk akal’ ini, mereka keluar dari Islam. Sampai Nabi Muhammad SAW harus menceritakan bukti-bukti untuk memperkuat argumennya; seperti soal bangunan Masjid Aqsha dan kafilah dagang yang beliau lihat saat Isra'.


Nabi tetap menyampaikan kabar peristiwa Isra’ Mi’raj yang dialaminya dengan terus terang. Meski harus dibalas dengan cacian dan ejekan dari orang-orang musyrik. Bukankah beliau pernah bersabda, “Katakanlah kebenaran, walau pahit kenyataan.”


4) Syariat Nabi Muhammad SAW menghapus syariat nabi-nabi terdahulu
Saat peristiwa Isra’ Mi’raj, Rasulullah SAW menjadi imam shalat bagi nabi-nabi terdahulu. Ini bukti bahwa mereka tunduk dan mengikuti risalah Nabi Muhammad SAW. Sekaligus menjadi isyarat bahwa syariat Nabi Muhammad SAW telah menghapus syariat nabi-nabi sebelumnya.


5) Keistimewaan Masjid Al-Aqsha bagi umat Muslim
Sebelum peristiwa Isra Mi’raj, Masjid Al-Aqsha dinamakan Baitul Maqdis. Perjalanan Isra' dari Masjidil Haram menuju Baitul Maqdis dan Mi’raj dari Baitul Maqdis menuju langit dunia sampai bertemu Rabb-nya, merupakan isyarat bahwa Masjid Al-Aqsha memiliki keistimewaan bagi umat Islam.


Bahkan masjid ini pernah menjadi kiblat shalat sebelum akhirnya berganti Ka’bah. Pahala shalat di Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsha) juga 500 kali lipat dibanding masjid biasa.


6) Islam adalah agama yang suci
Saat Nabi Muhammad SAW diberi pilihan antara air susu dan khamr, Nabi memilih susu. Kemudian Malaikat Jibril berkata, “Engkau telah diberi hadiah kesucian.” Ini sebagai isyarat bahwa Islam adalah agama suci (fitrah). Allah berfirman dalam Al-Qur’an:


فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ 


Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum [30]: 30)


7) Pentingnya persoalan shalat
Peristiwa Isra’ Mi’raj juga menjadi hari ulang tahun bagi shalat lima waktu. Dalam hadits Nabi dijelaskan bahwa kewajiban shalat bagi umat Muslim terjadi pada malam Nabi Muhammad SAW Mi’raj ke langit. Hanya syariat shalat yang beliau terima langsung, bukan dengan wahyu melalui perantara malaikat Jibril sebagaimana kewajiban-kewajiban lainnya. Tidak heran, dalam agama Islam, shalat merupakan tiang agama (Imad ad-Din).
 


8) ‘Ilmul Yaqin Nabi Muhammad SAW naik level ke ‘Ainul Yaqin
Sebelum Mi’raj, Rasulullah SAW hanya mendengar sifat-sifat soal surga, neraka dan hal-hal gaib lainnya melalui wahyu. Ini namanya ‘ilmul yaqin; Nabi mengimaninya tapi belum melihat langsung. Ketika Mi’raj, Rasulullah SAW melihat langsung dengan mata kepala beliau sendiri. Ini namanya ‘ainul yaqin.


Keislaman Terbaru