• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 19 Maret 2024

Keislaman

Nikah: Ibadah atau Kesenangan Belaka?

Nikah: Ibadah atau Kesenangan Belaka?
Menikah adalah bagian dari sunnah (Foto:NOJ/nuonline)
Menikah adalah bagian dari sunnah (Foto:NOJ/nuonline)

Oleh: Hasanah Maula


Nikah secara bahasa adalah berkumpul, sementara secara syara’ (istilah fikih) tercantum dalam kitab Syarah Al-Yaqut An-Nafis:


والنكاح شرعا عقد يتضمن إباحة الإستمتاع بالمرأة بلفظ نكاح أو تزويج أو ترجمتهما إلى اللغات الأخرى


Artinya: nikah secara syara’ adalah akad yang mengandung makna kebolehan istimta’ (besenang-senang) dengan perempuan menggunakan lafad nikah atau tazwij atau terjemahnya kepada bahasa lain (bahasa Indonesia, Madura, dan lain sebagainya). (Muhammad Bin Ahmad Bin Umar As-Syatiri, Syarah Al-Yaqut An-Nafis, halaman 580)


Nikah disyariatkan karena termasuk bagian dari hifdu an-nafs (menjaga jiwa-jiwa manusia) dengan kata lain melestarikan kehidupan manusia agar tetap berlangsung, mempererat tali persaudaraan. Terlebih lagi Allah sendiri juga memerintah dalam Al-qur’an Surah An-Nisa’ ayat 01:


يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا


Artinya: “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya dan mengembangbiakkan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan, dan bertaqwalah kepada Allah SWT yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah SWT adalah pengawas atas kamu”.(Q.S. An-Nisa’ : 01)


Di sisi lain menikah juga bernilai ibadah dan mendatangkan rezeki sesuai dengan hadist Nabi Muhammad: 


مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ أُعْطِيَ نِصْفَ الْعِبَادَةِ


Artinya: “Barang siapa yang menikah, makah ia telah diberi (menyempurnakan) separuh ibadah”. (H.R. Abu Ya’la)


اِلْتَمِسُوا الرِّزْقَ بِالنِّكَاحِ


Artinya: “Carilah rezeki dengan menikah”. (H.R.Ad-Dailami)


Tapi perlu digaris bawahi, bahwa nikah tidak selamanya bernilai ibadah. Kalau dikaji secara mendalam, hukum nikah beragam bisa sunnah,wajib mubah, makruh, bahkan haram.


Pada dasarnya hukum menikah adalah boleh. Oleh karena itu , seseorang boleh menikah dengan alasan istimta’ (bersenang-senang/memenuhi hawa nafsu) saja karena hakikat dari menikah itu salah satunya adalah untuk ibahatul istimta’ (kebolehan bersenang-senang atau kata lainnya jima’) karena tanpa menikah, perbuatan tersebut justru mengantarkan kepada salah satu dosa besar yaitu zina. Dasar kebolehan nikah tercantum dalam kitab Al-Fiqh Ala Madzahibul Arba’ah:


الشافعية قالوا: الأصل في النكاح الإباحة فيباح للشخص أن يتزوج بقصد التلذذ والاستمتاع فإذا نوى به


Artinya: Kalangan Syafi’iyah berpendapat bahawa hukum asala dari nikah adalah mubah (boleh), oleh karena itu seseorangan diperkenankan untuk menikah dengan tujuan taladdud dan istimta’. (Al-Fiqh Ala Madzahibul Arba’ah,juz 4/halaman 12)


Tapi perlu diingat, jika menikah hanya bertujuan untuk kebolehan istimta’ (bersenang-senang) saja, tidak lantas berhenti disitu, nikah tidak hanya bersenang senang semata karena ada sisi lain yang harus dipenuhi seperti mahar, nafaqah dan lain-lain. Seseorang yang asalnya hukumnya mubah untuk menikah tapi khawatir tidak dapat melaksanakan hak-hak dan kewajiban suami iistri seperti mahar, atau nafaqah istri maka hukum nikahnya menjadi makruh.


Nikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah taiq (butuh/ingin jima’) sekalipun disibukkan dengan melakukan ibadah, disamping itu juga mampu terhadap biaya nikah (mahar, nafaqah, dan lainya). Nikah juga hukumnya sunnah ketika diniatkan untuk iffah (menjaga diri dari hal-hal yang dilarang) dan untuk mendapat keturunan (anak) karena sudah disinggung sebelumnya bahwa menghasilkan keturunan termasuk hifdu an-nafs. Sementara bagi orang yang sudah taiq (butuh/ingin jima’) tapi tidak memiliki biaya nikah maka yang lebih utama adalah tidak menikah.


Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa hukum nikah tergantung niat kita dan kesiapan kita.jika kita berniat baik, yakinlah Allah akan memberi dua kali lipat kebaikan untuk kita. Semoga bermanfaat.


Keislaman Terbaru