• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Keislaman

Tidak Menghadiri Walimah Pernikahan Mantan Istri, Bolehkah?

Tidak Menghadiri Walimah Pernikahan Mantan Istri, Bolehkah?
Pernikahan adalah ikatan suci yang seharusnya dijaga hingga akhir nanti (Foto:NOJ/wallpaperacces)
Pernikahan adalah ikatan suci yang seharusnya dijaga hingga akhir nanti (Foto:NOJ/wallpaperacces)

Menikah adalah salah satu gerbang baru yang akan dilalui oleh dua sejoli. Mereka diikat dalam acara yang sakral dan penuh khidmah. Tak jarang ragam dinamika menghampiri selama prosesi pernikahan. Misalnya, ketidaksiapan mental kedua mempelai, terlambatnya penghulu, tidak hadirnya tamu undangan dan lain sebagainya.


Pernikahan yang diselenggarakan oleh dua pasang muda-mudi adalah hal yang lumrah, akan tetapi bagaimana bila yang akan menikah adalah mantan istri, bolehkah untuk tidak menghadiri undangannya?


Seperti diketahui bersama bahwa menghadiri acara walimah merupakan salah satu hal yang dianjurkan dalam syariat Islam. Anjuran ini ditegaskan dalam salah satu hadits shahih:  


عَنِ ابْنِ عُمَرَ - قالَ: قالَ رَسُولُ اللَّهِ - ﷺ: «إذا دُعِيَ أحَدُكُمْ إلى الوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِها». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ


Artinya: Dari Ibn Umar, ia berkata, Rasulullah bersabda: Jika kalian diundang dalam acara walimah, maka datanglah. (HR. Bukhari Muslim)


Hadits di atas mengandung sebuah perintah untuk menghadiri acara walimah. Dalam teori ushul fikih, sebuah perintah (amr) ketika terdapat dalam sebuah dalil, maka terdapat dua kemungkinan perintah, yakni perintah wajib (lil wujub) atau perintah sunnah (lissunnah).  


Para ulama fikih lalu merumuskan bahwa menghadiri acara walimah adalah wajib ketika berupa walimah pernikahan (‘urs). Sedangkan menghadiri walimah yang lain, seperti walimah aqiqah, khitan, haji, hukumnya sekadar sunnah. Perincian hukum ini seperti yang tercantum dalam kitab Fath al-Wahhab: 


والإجابة لعرس فرض عين ولغيره سنة 


Artinya: Menghadiri undangan walimah pernikahan adalah fardu ‘ain, sedangkan menghadiri undangan walimah lain adalah sunnah (Syekh Zakaria al-Anshari, Fath al-Wahab, juz 2, hal. 104)


Namun perlu dipahami bahwa rumusan di atas akan gugur tatkala terdapat salah satu dari beberapa uzur yang menjadikan acara walimah itu menjadi tidak baik untuk dihadiri. Khususnya bagi mantan suami, sebab akan membuka luka lama dan menyakiti hati.


وأما الأعذار التي يسقط بها وجوب اجابة الدعوة أو ندبها فمنها أن يكون في الطعام شبهة أو يخص بها الأغنياء أو يكون هناك من يتأذى بحضوره معه أو لا تليق به مجالسته أو يدعوه لخوف شره أو لطمع في جاهه أو ليعاونه على باطل وأن لا يكون هناك منكر من خمر أو لهو أو فرش حرير أو صور حيوان غير مفروشة أو آنية ذهب أو فضة فكل هذه أعذار في ترك الاجابة ومن الاعذار ان يعتذر الى الداعي فيتركه


Artinya: Adapun uzur yang menggugurkan kewajiban atau kesunnahan mendatangi walimah di antaranya adalah (1) suguhan yang tidak jelas kehalalannya, (2) undangan walimah hanya dikhususkan untuk orang kaya, (3) terdapat orang yang tersakiti jika ia hadir, (4) terdapat orang yang tidak layak baginya untuk bersama dengannya, (5) diundang karena khawatir perilaku buruk dari dirinya, (6) diundang karena mengharap sebuah jabatan darinya, (7) diundang agar ia berkenan membantu dalam hal kebatilan. Tidak boleh ada kemungkaran dalam acara, misalnya berupa adanya miras, alat musik (yang haram), perabot dari sutra, gambar hewan (yang dilarang syara’), cawan dari emas atau perak. Segala (tujuh) hal di atas merupakan uzur yang memperbolehkan tidak menghadiri undangan. Sebagian uzur yang lain adalah ketika seseorang mengajukan alasan ketidakhadirannya pada orang yang mengundangnya (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim li an-Nawawi, juz 18, hal. 246).


Berdasaran keterangan dari Syaikh Nawawi di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa kewajiban atau kesunnahan menghadiri undangan walimah menjadi gugur jika terdapat orang yang tersakiti, kemungkaran atau kemaksiatan dalam perhelatan acara yang berlangsung, sehingga dalam hal ini berlaku kaidah dar’ul mafâsid muqaddamun ala jalbil mashâlih, atau mencegah terjadinya kemudaratan lebih diutamakan dibanding melakukan kemaslahatan.


Dengan demikian, bagi siapapun yang menerima undangan walimah pernikahan dari mantan istri yang masih memiliki perasaan padanya, sebaiknya tidak perlu mendatangi walimah itu. Sebab hanya akan menimbulkan madarat dan mengakibatkan sakit hati semakin dalam.


Tidak perlu sok kuat maupun sangat mampu mengendalikan emosi jikalau perasaan masih terselip dalam hati. Ketidakhadirannya itu lebih baik dan akan terhindar dari perasaan menyakiti.


Keislaman Terbaru