• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 19 Maret 2024

Keislaman

Perayaan Kemerdekaan Bid’ah? Ini Penjelasan Kiai Ma’ruf Khozin

Perayaan Kemerdekaan Bid’ah? Ini Penjelasan Kiai Ma’ruf Khozin
KH Ma'ruf Khozin memberikan penjelasan terhadap tuduhan peringatan kemerdekaan sebagai kegiatan bid'ah. (Foto: NOJ/KLy).
KH Ma'ruf Khozin memberikan penjelasan terhadap tuduhan peringatan kemerdekaan sebagai kegiatan bid'ah. (Foto: NOJ/KLy).

Surabaya, NU Online Jatim
Bangsa Indonesia, terutama umat Islam tengah merayakan hari kemerdekaan. Saat awal bulan Agustus, nuanasa kemerdekaan demikian terasa. Akan tetapi, ada saja kalangan yang menyatakan bahwa merayakan kemerdekaan sebagai perbuatan bid’ah. Berikut penjelasan Ketua Pengurus Wilayah (PW) Aswaja NU Center Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin.


“Sejak kecil dan masa mondok saya selalu mendengar para sesepuh kita ikut perang melawan penjajah dan meraih kemerdekaan pada 17 Agustus,” kata alumnus Pesantren Ploso, Kediri ini di akub Facebooknya. 


Bahwa untuk dapat meraih kemerdekaan, semua cara dilakukan. Dengan demikian, harta, jiwa dan raga adalah sumbangan para pahlawan dan pejuang bangsa.


Namun, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur tersebut sangat menyayangkan kondisi saat ini. Karena tiba-tiba datang sekelompok orang yang tidak menyumbang apa-apa untuk bangsa ini malah membid’ahkan perayaan 17 Agustus.


Masalahnya, apakah perayaan 17 Agustus tersebut bid’ah? Dengan rinci, Kiai Ma’ruf Khozin menyertakan sejumlah argumen sebagai berikut.

Berdasarkan penjelasan ulama Al-Azhar, Mesir disebutkan sebagai berikut: 


ﻭاﻟﻤﻨﺎﺳﺒﺎﺕ اﻟﺘﻰ ﻳﺤﺘﻔﻞ ﺑﻬﺎ ﻗﺪ ﺗﻜﻮﻥ ﺩﻧﻴﻮﻳﺔ ﻣﺤﻀﺔ ﻭﻗﺪ ﺗﻜﻮﻥ ﺩﻳﻨﻴﺔ ﺃﻭ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻣﺴﺤﺔ ﺩﻳﻨﻴﺔ، ﻭاﻹﺳﻼﻡ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻫﻮ ﺩﻧﻴﻮﻯ ﻻ ﻳﻤﻨﻊ ﻣﻨﻪ ﻣﺎ ﺩاﻡ اﻟﻘﺼﺪ ﻃﻴﺒﺎ، ﻭاﻟﻤﻈﺎﻫﺮ ﻓﻰ ﺣﺪﻭﺩ اﻟﻤﺸﺮﻭﻉ


Artinya: Hari-hari yang diperingati ada yang murni bersifat duniawi dan bersifat agama, atau yang bersentuhan dengan agama. Islam, dalam menyikapi hal-hal yang bersifat dunia, tidak melarang selama tujuannya benar dan pelaksanaannya berada dalam koridor syari. (Fatawa Al-Azhar, juz 10, halaman: 160)


“Tujuannya sudah jelas diperbolehkan karena mensyukuri kemerdekaan. Sekarang pelaksanaannya, jika diisi dengan doa bersama dan makan bersama, tidak ada yang dilanggar dalam syariat,” ungkapnya.


Lebih lanjut dikemukakan bahwa kalau perayaan kemerdekaan tersebut diisi dengan musik, maka hukum musik masih khilafiyah.


“Ikuti saja ulama yang membolehkan,” tegasnya. 


Akan tetapi jika sampai dengan menenggak minuman keras, pesta yang sampai bersenggolan antara lelaki dan wanita, maka yang dilarang adalah perbuatan mungkarnya tersebut, bukan perayaan kemerdekaannya.


Bagaimana dengan alasan bahwa perayaan kemerdekaan disebut meniru negara-negara Barat sehingga berlaku dalil tasyabuh bil kuffar atau menyerupai kalangan kafir? 


“Jawab saja tasyabuh bil muslimin. Sebab, Arab Saudi juga merayakan hari jadi mamlakah Saudiyah pada 23 September,” tandasnya.


Keislaman Terbaru