• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Keislaman

Silaturahim Virtual, Apakah Dapat Melebur Dosa?

Silaturahim Virtual, Apakah Dapat Melebur Dosa?
Silaturahim virtual menjadi solusi saat lebaran demi memutus penyebaran virus Corona. (Foto: NOJ/DSl)
Silaturahim virtual menjadi solusi saat lebaran demi memutus penyebaran virus Corona. (Foto: NOJ/DSl)

Hal yang tidak dapat dipisahkan dari tradisi hari raya Idul Fitri adalah silaturahim. Mendatangi rumah saudara, kerabat dan tetangga untuk tujuan utama yakni memintakan maaf atas segala kesalahan dan khilaf.

 

Namun dalam suasana pandemi Covid-19 seperti sekarang, ada anjuran dari pemerintah agar kegiatan anjangsana tersebut cukup dilakukan secara online. Hal tersebut demi memutus matarantai penyebaran virus Corona. Bisakah silaturahim virtual melebur kesalahan dan dosa antarmanusia?

 

Silaturahim atau menyambung tali kekerabatan tidak diragukan lagi adalah ajaran agama dengan sejuta manfaat. Ketika tali asih tetap tersambung dengan berbagai pihak, maka hidup akan menjadi jauh lebih mudah dan indah.

 

Anjuran silaturahim terdapat dalam banyak ayat al-Qur’an maupun hadits beserta sederet keutamaannya. Orang yang gemar melakukan silaturahim dalam Al-Qur’an tergolong sebagai salah satu kriteria ulul albâb (QS. ar-Ra’d: 21). 

 

Artikel diambil dariSilaturahim via Online, Cukupkah?

 

Bila dahulu bersilaturahim biasanya dilakukan dengan bertemu secara langsung, maka perkembangan zaman tidak lagi mengharuskan demikian. Orang-orang di masa modern lebih sering bersilaturahim secara online via berbagai aplikasi media sosial. Selain simpel, cara ini juga jauh lebih murah. Tapi apakah hal semacam ini sudah cukup untuk disebut sebagai silaturahim sehingga juga menghasilkan pahala yang sama?

 

Imam Zakariya al-Anshari menjelaskan tata cara silaturahim sebagai berikut:

 

  ـ (وَصِلَةُ الرَّحِمِ) أَيْ الْقَرَابَةِ (مَأْمُورٌ بِهَا) وَهِيَ فِعْلُك مَعَ قَرِيبِك مَا تُعَدُّ بِهِ وَاصِلًا غَيْرَ مُنَافِرٍ وَمُقَاطِعٍ لَهُ (وَتَكُونُ) صِلَتُهُمَا (بِالْمَالِ وَقَضَاءِ الْحَوَائِجِ وَالزِّيَارَةِ وَالْمُكَاتَبَةِ، وَالْمُرَاسَلَةِ بِالسَّلَامِ) وَنَحْوِهَا

 

Artinya: Menyambung tali rahim atau kekerabatan adalah diperintahkan, yakni tindakan Anda kepada kerabat Anda yang sekiranya dengan itu dianggap menyambung, tidak mengabaikan dan memutus. Caranya ada kalanya dengan memberi harta, menunaikan kebutuhannya, mengunjunginya, saling menyurati, saling berkirim salam dan lain sebagainya. (Zakaria al-Anshari, Asna al-Mathâlib, II, 486).

 

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa silaturahim tak harus bertemu secara langsung, tetapi bisa juga dengan berkirim salam atau pesan. Dengan ini kita bisa menyimpulkan bahwa berkirim pesan melalui media sosial juga cukup memenuhi syarat untuk disebut sebagai silaturahim.

 

Keterangan serupa itu juga disampaikan oleh Syeikh Muhammad Ramli dalam Syarh al-Minhâj (al-Ghurar al-Bahiyah, III, 393) dan Syeikh Zainudin al-Malibari (I’ânat at-Thalibîn, III, 182).

 

Kondisi ini semakin menemukan momentumnya karena penyebaran virus Corona yang masih mengancam. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan justru melahirkan klaster baru bagi tersebarnya Covid-19 yang sudah melandai.


Editor:

Keislaman Terbaru