• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Madura

3 Cara agar Manusia Hijrah di Jalan Allah

3 Cara agar Manusia Hijrah di Jalan Allah
Kiai Moh Ali Maimun Saedy sampaikan mauidhoh hasanah. (Foto: NOJ/Firdausi)
Kiai Moh Ali Maimun Saedy sampaikan mauidhoh hasanah. (Foto: NOJ/Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim

Dewan Masyayikh Pondok Pesantren Al-Ibrohimiy Sumenep, Kiai Moh Ali Maimun Saedy mengatakan, makna hijrah dilakukan secara kontinu. Bila ingin hijrah, ada 3 cara yang harus dilakukan, yaitu muhasabah, tidak memiliki sifat sombong di dalam dirinya, dan memperbaiki lingkungan setelah berbenah diri.

 

Pernyataan itu disampaikan pada peringatan 10 Muharram 1445 yang dihelat oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC) Majelis Dzikir dan Shalawat Rijalul Ansor (MDSRA) Pragaan, Sumenep, Jawa Timur di aula Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) setempat.

 

Ia menegaskan, hijrah tidak diidentikkan dengan mengenakan pakaian syar'i, kemudian menilai orang yang mengenakan pakaian yang tidak syar'i itu tidak pantas dipakai. Selama pakaian itu sesuai dengan norma agama, orang itu berakhlak.

 

“Akhlak itu sesuatu yang senada dengan syariat dan adat. Artinya, syariat diselaraskan dengan adat dan tidak berseberangan dengan agama. Kita pakai peci nasional, baju batik, sarung, itu tidak berseberangan dengan syariat. Bahkan mayoritas penduduk di Indonesia menggunakannya. Itulah yang dinamakan adat dan orang yang pertama kali mengenalkannya adalah Walisongo,” ucapnya sebagaimana dalam tayangan TVNU Pragaan diakses NU Online Jatim, Rabu (02/08/2023).

 

Ia mengutarakan, hijrah atau melakukan perbaikan diri senantiasa disertai dengan muhasabah, berdzikir dan berpikir. Bila tidak bermuhasabah, tandanya mereka bohong. Manusia tidak lepas salah. Satu-satunya manusia yang tidak melakukan kesalahan hanyalah Rasulullah Saw, karena beliau ma’shum.

 

Setelah bermuhasabah, lanjutnya, di dalamnya dirinya tidak ada sifat sombong atau takabur. Syariat memberi konsep bahwa, seseorang tak usah mencari Tuhan atau keagungan Tuhan. Menurutnya, orang akan mengenal keagungan Tuhan bila mengenal dirinya sendiri, tahu hakikat dirinya, tahu kelemahannya sendiri. Jadi, Allah akan tampak di dalam dirinya bila seseorang istiqomah memperbaiki diri setiap hari.

 

“Setelah berhasil menghijrahkan diri sendiri, barulah kita mengajak orang lain. Kendati kita belum bisa memperbaiki diri, tidak apa-apa melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Siapa tahu apa yang kita sampaikan, orang itu berubah walaupun diri kita sendiri belum bisa melakukannya,” sitir dawuh KH Ahmad Bahauddin Nursalim.

 

Jika seseorang berhasil memperbaiki dirinya sendiri, maka ia mudah memperbaiki orang lain. Jika seseorang berkumpul dengan orang yang hatinya menyatu dengan Allah, maka orang yang ada di sampingnya akan memiliki semangat besar dalam beribadah.

 

“Orang itu tak perlu ngomong, dekat saja dengan orang itu, hati kita seakan-akan beribadah dan mendekat dengan Allah. Untuk menjadi pribadi yang seperti itu, bermuhasabah, berbudi pekerti, baru kita bermanfaat kepada orang lain,” pintanya kepada jamaah.

 

“Tidak ada masalah besar selagi dijalani dengan energi besar dan disertai pertolongan Allah. Jangan pernah berdoa kepada Allah bahwa sedang ditimpa masalah. Tapi katakan, datanglah wahai masalah karena saya punya Allah,” imbuhnya.

 

Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri ini menyatakan, apa yang ada di hati bisa berdampak pada orang lain. Hal ini senada dalam tasawuf bahwa penyakit hati sama dengan penyakit zhahir dan bisa menular. Misalnya, jika keseringan berkumpul dengan orang-orang yang memiliki semangat duniawi, harta, dan tahta. Terkadang terikut arus untuk berbuat hal yang sama.

 

“Sentuh hatinya, bukan telinganya. Ini bedanya ulama dulu dengan sekarang. Ulama pendahulu sedikit omongannya tapi maknanya komprehensif. Terbukti, dari tahun 2002-2023 KH Musleh Adnan jamaahnya membludak, karena yang diajak ngomong adalah hatinya. Bahkan di balik layar beliau mendoakannya,” terangnya.

 

Setelah menggalakkan hijrah, kata Kiai Moh Ali Maimun, langkah selanjutnya adalah meluangkan tenaga untuk memperbaiki lingkungan dan peradaban. Dalam sudut pandangnya, umat Nabi tidak akan pernah mau masuk dalam kesesatan. Munculnya polemik Al-Zaytun menandakan bahwa umat dijaga oleh Allah dan Islam akan berkembang.

 

Ia menjelaskan, hukum-hukum di kitab turats yang tidak relevan dengan kondisi zaman, seperti bursa efek, jual beli online dan sebagainya. Allah akan kirim mujaddid yang akan yang akan mengawal hukum itu agar tetap relevan. Sama halnya ketika orang tua resah terhadap ragam platform di media sosial, tiba-tiba berubah karena konten itu diisi dengan pengajian agama.

 

“100 tahun Allah akan kirim mujaddid ke dunia. Kini aroma mujaddid sudah tercium, tinggal siapa yang akan mujaddid selanjutnya sehingga Islam tidak dikenal agama yang kuno. Mudah-mudahan kita terpilih menjadi umat yang memiliki semangat juang dalam menyongsong perkembangan Islam. Ketika Allah berkehendak terhadap sesuatu, maka dipersiapkan sebab-sebabnya,” tandasnya.


Madura Terbaru