• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 28 Maret 2024

Madura

Harlah Ke-99 NU

Habib Qodir Ba’abud Ulas Makna ‘Merawat Jagat, Membangun Peradaban’

Habib Qodir Ba’abud Ulas Makna ‘Merawat Jagat, Membangun Peradaban’
Habib Abdul Qodir bin Zaid Ba’abud, Pendakwah asal Kraksaan, Probolinggo. (Foto: NOJ/ Firdausi)
Habib Abdul Qodir bin Zaid Ba’abud, Pendakwah asal Kraksaan, Probolinggo. (Foto: NOJ/ Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim

Tema Hari Lahir (Harlah) ke-99 NU yaitu ‘Menyongsong 100 Tahun NU: Merawat Jagat, Membangun Perabadan’ memiliki makna yang dalam. Untuk itu, Habib Abdul Qodir bin Zaid Ba’abud mengulas makna dari tema tersebut. Disebutkan, bahwa jagat itu ada dua, yaitu jagat nyata dan jagat utama.


“Jagat nyata adalah bumi yang harus kita rawat secara dzahiran wa bathinan. Sedangkan jagat utama adalah perut ibu kita. Karena sebelum manusia masuk ke jagat raya, kita masuk di jagat sempit. Jadi yang dimaksud merawat jagat adalah merawat seorang wanita, karena wanita penentu keberhasilan sebuah bangsa dan negara,” ujarnya.


Hal terebut disampaikan saat mengisi tausiyah ke-NU-an di acara peringatan Isra’ Mi'raj dan Harlah ke-99 NU. Acara ini diselenggarakan oleh pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Pragaan yang dipusatkan di lapangan sepak bola Desa Pakamban Laok, Pragaan, Sumenep, Rabu (23/02/2022).


Penceramah asal Kraksan, Probolinggo ini pun memberikan alasan tentang penjelasannya tentang wanita harus dijaga, karena wanita mengandung yang di dalamnya ada jagat sempit. Menurutnya, adanya Fatayat NU, karena jagat kecil yang ada di dalam wanita menjadi penentu kemajuan bangsa.


“Kesuksesan seorang lelaki ditentukan dua wanita yang memiliki peran penting. Pertama, doa seorang ibu. Ulama dan umara sukses karena ada doa ibu yang dimunajatkan di malam hari. Kedua, istri yang sabar hatinya. Karena istri adalah lehernya rumah tangga,” terangnya.


Sementara terkait Membangun Peradaban, ia menyampaikan bahwa kunci peradaban adalah semua kebaikan di dunia dan akhirat, kuncinya adalah takwa dan taat pada Allah SWT.


“Ketahuilah kunci rusaknya peradaban jagat ketika melakukan maksiat, melanggar perintah Allah SWT. Jika peradaban lepas dari dua kunci ini, maka akan hina, gelap, bohong, tertinggal, dan terperosok pada penyesalan,” ungkapnya.


Ia menegaskan, peradaban di Indonesia sangat istimewa, karena para shalihin membangun peradaban dengan dua kunci tersebut. Sehebat apapun negara, namun tidak memiliki ulama yang shalih, perlahan akan ada kemunduran.


“Dari aspek seni dan kebudayaan di Indonesia, ulama membumbui seni ke dalam rel agama, sehingga kesenian dan kebudayaan itu memiliki nilai keagamaan. Ini yang dinamakan dakwah Indonesia,” tuturnya.


Adanya orang shalih, lanjutnya, merupakan nikmat terbesar. Menurut Ali bin Abi Thalib, ulama adalah cahaya. Dan orang alim adalah lampunya bumi. “Jangan membenci teknologi, karena ulama seperti teknologi. Lewat ulama kita berinovasi, karena NU adalah hadiah terbesar dari Allah untuk Indonesia. Lewat NU pula bangsa ini bisa berinovasi mewarnai ibu pertiwi yang tidak bisa dimiliki oleh negara lain,” ungkapnya.


Tak hanya itu, jika ingin mengenal orang shalih, kenali dari ahlinya. Kemudian ia menyitir pesan Habib Ali Al-Habsyi, bahwa kenali kebenaran dari orang yang benar agar sama-sama berjalan bersama mereka di belakangnya. ​​​​​​​
 


“Ketahuilah, semua keberhasilan, kesuksesan, kedamaian, berpusat pada mengikuti jejak mereka,” tandasnya.


Madura Terbaru