• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Madura

Ketua NU Sumenep Sikapi Gerakan Terorisme

Ketua NU Sumenep Sikapi Gerakan Terorisme
KH A Pandji Taufiq (pegang mik) berikan pengarahan pada warga NU dan pengurus NU. (Foto: NOJ/Fordausi)
KH A Pandji Taufiq (pegang mik) berikan pengarahan pada warga NU dan pengurus NU. (Foto: NOJ/Fordausi)

Sumenep, NU Online Jatim
Di acara Bahtsul Masail dan Konsolidasi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep yang digelar di Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Rubaru, Ketua PCNU Sumenep, KH A Pandji Taufiq singgung gerakan terorisme yang baru-baru ini terjadi di Sumenep. Kegiatan itu berlangsung pada Ahad (14/11/2021) di Masjid Al-Irsyad, tepatnya di kediaman Kades Karang Nangkah, Dusun Langgar, Desa Karang Nangkah, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep.

Berkaitan penangkapan terduga teroris tersebut, ia mengaku ditelepon banyak wartawan lokal dan nasional berkaitan sikap PCNU Sumenep. Dirinya katakan tidak terkejut dengan penangkapan terduga teroris di Sumenep. Sinyal gerakan terorisme di Sumenep dalam amatannya sudah lama ada, sejak tahun 2014 lalu.

Bahkan pihaknya bersama jajaran pengurus secara terbatas, sudah lama berdiskusi tentang gerakan tersebut. Hanya diskusi semacam itu belum mengemuka ke publik, karena situasinya yang belum memungkinkan. Saat itu berbicara hal ormas yang baru dibubarkan saja dianggap tidak care dengan sesama ormas Islam.

"2014 lalu, kami sudah membaca gerakan terorisme di Sumenep konkrit dan massif. Kalau ada yang tertangkap saat ini kami tidak terkejut," ujarnya.

Selain itu, dirinya juga membaca sejak lama para ekstremis yang menggerakkan ekstremisme di Madura, sering memberi pengajian di Madura seperti Abu Husna alias Abdurrahim bin Toyib. Dia tersangka teroris
yang ditangkap Polisi Diraja Malaysia pada 31 Januari lalu. Pernah mengajar di Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki. Juga pendiri Jamaah Ansharul Khilafah (JAK), mantan Pemimpin Divisi Pendidikan Kelompok teror Jamaah Islamiyah (JI). Ada juga temannya Noordin M Top yang berbahaya.

"Itu kabar lama sekali, hanya kita tak mawas diri. Dan baru terkejut setelah ada penangkapan terduga teroris," tambahnya.

Menghadapi gerakan ekstrimis seperti itu, NU Sumenep tidak mengambil jalan khutbah yang vulgar. Karena bagi yang tidak paham, perlawanan dengan khutbah akan dibaca bertentangan dengan gerakan Islam radikal lainnya. Jangankan NU, aparat sekalipun akan sulit menyentuhnya sebelum menemukan alat bukti yang cukup.

“Karenanya kami berharap agar warga NU selalu waspada. Setidaknya yang dilakukan adalah memberikan pengetahuan kepada warga lainnya bahwa gerakan JI sekarang ini benar-benar marak dan massif bergentayangan dengan menggunakan jubah agama, berkedok surga,” ungkapnya.

Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk itu menjelaskan penggunaan jubah agama yang memiliki beberapa ciri. Pertama, berkedok rumah tahfidz Qur’an.

"Memang rumah tahfidz, tapi ada rumah tahfidz yang menjadi sarang gerakan fundamentalis dan teroris," ungkapnya tegas.

Karena itu dirinya mengimbau agar warga NU tidak sembarangan memondokkan anaknya ke lembaga tahfidz Al-Qur'an yang tidak jelas sanad keguruannya.

"Telusuri dengan teliti, sejak kapan pesantren tahfidz itu ada. Tiba-tiba datang atau sudah lama berdirinya, sanadnya kemana, kepada siapa? Nyambung tidak dengan guru-guru dan pesantren kita. Karena sanad bagi NU tiang utama," jelasnya.

Tak hanya itu, Kiai Pandji menyatakan, Kiai Azaim sejak lama mensinyalir bahwa ada lembaga Tahfidz di luar daerah yang sengaja mengkonsentrasikan pendidikannya pada tahfidzul Qur'an. Lulusannya
disiapkan akan dikirim ke Jawa Timur. Menghadapi gerakan seperti itu, katanya, jangan dimusuhi, melainkan lawan dengan cara mengabarkan pada warga NU agar tidak dipilih menjadi guru.

Lalu Kiai Pandji menjelaskan ciri yang kedua, sudah ada pondok beraliran wahabi masuk ke daerah Sumenep, bahkan ada Taman Kanak-kanak (TK) berafiliasi pada wahabi yang sudah ada lima lembaga.

"Sudah 3 tahun lalu kita mendengar ada pawai khilafah anak-anak PAUD. Periksa dengan teliti, jangan-jangan beraliran wahabi,” tambahnya.

Yang ketiga, mereka menyiapkan beasiswa gratis belajar di dalam dan luar negeri. Ia imbau agar warga NU tidak mudah tergiur dengan beasiswa gratis.

"Periksa dulu dari mana beasiswa itu. Jangan-jangan dari gerakan takfiri atau gerakan jihadis. Warga harus waspada terutama kita sebagai warga NU," imbuhnya.

Untuk memantau gerakan seperti itu yang paling tahu adalah pengurus MWCNU dan Ranting NU yang setiap saat dekat dengan warga. Menurut mantan pengurus BPM Annuqayah ini, gerakan terorisme di Sumenep bukan hanya menyusup ke lembaga pendidikan, tapi juga menyusup ke institusi pemerintahan.

“Sudah ada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terpapar gerakan radikal. Tidak mau pada bentuk NKRI, mau mendirikan negara Islam. Herannya, pada uang gaji dari negara dia mau, tapi negaranya ditentang," sergahnya.

Tak hanya itu, beliau juga sebut, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), institusi TNI/Polri pun sudah 17 persen terpapar gerakan khilafah. Ada yang dengan vulgar melakukan
gerakan perlawanan mau membuat negara khilafah. Ada yang masuk menggunakan perubahan institusi. Bahkan masih ada partai yang tidak suka dengan asas negara.

"Mungkin warga tidak tahu, atau tau tapi sengaja mendukung partai yang gerakannya mendukung negara khilafah," ujarnya.

Tak hanya TNI Polri dan Partai, gerakan fundamentalis menurutnya sudah masuk juga ke BUMN di daerah. Ada pemberian santunan yang memihak pada jaringan tertentu. Bahkan gerakan ekstrimisme ini disebutnya dengan tegas sudah masuk ke PLN, Telekom. Dalam kondisi di mana sudah banyak
institusi dimasuki kaum radikal, warga NU ini sepertinya masih terlalu jujur dan pede sekali. Seperti tak menaruh kecurigaan apa-apa.

"NU ini pemilik lapangan, ketika bergerak, jangan menjadi bahan tertawaan, sekali bergerak harus membuat gerakan lawan tak berkutik," pintanya.

Kemudian Kiai Pandji mengenang bahwa dulu disebut antek PKI. Sebagai pribadi, dirinya tak tersinggung, tapi sebagai organisasi sudah barang tentu tersinggung, karena organisasi NU dalam sejarahnya pernah
melawan PKI.

"Tak usah ditanya, sebagai ormas NU kita pasti tersinggung, tapi carikan cara paling elegan agar gerakan kita tidak frontal," tuturnya.

Berangkat dari kasus tahun lalu, secara kuantitas, NU pemilik lapangan. Cara yang paling tepat untuk menyikapinya adalah berbuat dengan cara NU. Artinya gerakannya tak usah di depan panggung. Kalau
sudah di panggung, maka yang dibidik tidak kena, malahan akan kehilangan muka.

"NU itu sekali bertindak, selesai. Bukan juga dalam pengertian targetnya masuk jeratan hukum, tapi sadar dan mengikuti langkah kita. Untuk mencapai itu semua, konsolidasi kewargaan menjadi sangat penting. Warga NU bukan hanya mayoritas di atas jumlah, tapi diharapkan mayoritas dalam amal kebajikan,” pungkasnya sambil menasehati.


Madura Terbaru