• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Madura

Kiai Marzuki: Jangan Benturkan Gerakan Islam dengan Nasionalis

Kiai Marzuki: Jangan Benturkan Gerakan Islam dengan Nasionalis
KH Marzuki Mustamar (baju batik) saat pelantikan PC PSNU Pagar Nusa Kabupaten Sumenep, Ahad (23/01/2022). (Foto: NOJ/ Firdausi)
KH Marzuki Mustamar (baju batik) saat pelantikan PC PSNU Pagar Nusa Kabupaten Sumenep, Ahad (23/01/2022). (Foto: NOJ/ Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim

Seluruh pengurus Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa wajib membela NU, habaib, ulama, kiai, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sampai mati.

 

Seruan tersebut dilontarkan oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar di acara pelantikan Pimpinan Cabang (PC) PSNU Pagar Nusa Sumenep, Ahad (23/01/2022). Pelantikan ini dilaksanakan di aula Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Aengdake, Bluto, Sumenep.

 

“Di dalam pertemuan ini, ulama dan umara, NU dan pejabat, NU dan masyarakat berkumpul menjadi satu kesatuan. Perkumpulan ini untuk Islam yang rahmah, damai, yang moderat (tawassuthiyah), toleran (tasamuhiyah), dan kemanusiaan serta tegaknya NKRI. Ini yang dikatakan Nusantara,” ujarnya saat mengawali sambutan.

 

Dijelaskan pula, Nusantara memiliki arti. Nu, artinya Nahdlatul Ulama; San, berarti santri atau muridnya para wali dan ulama; Ta, adalah tentara dan polisi; Ra yaitu rakyat.

 

"Jangan mau digoreng-goreng, dibentur-benturkan. NU dan aparat, NU dan pemerintah tetap bersatu dan taawun. Jika demikian, maka negeri ini akan aman-aman saja. Sebaliknya, kalau ada orang yang membentur-benturkan antara ulama dan umara atau antara gerakan Islam dan gerakan nasionalisme, itu sejatinya misi dari orang yang anti Indonesia dan ingin memecah belah NKRI,” terangnya dengan lantang. 

 

Menurut pandangannya, jangan sampai ada kelompok yang ingin membuat NKRI seperti negeri Timur Tengah. Dulu negara besar di bawah Turki Utsmani, kemudian diadu domba hingga terpecah menjadi negara kecil.

 

Berangkat dari fenomena tersebut, Kiai Marzuki mengimbau agar tidak mudah dipecah belah oleh beberapa oknum, meskipun cara mereka menggunakan dalil, pakai jubah, atau berbasis keturunan atau pun ras.

 

“Kata nabi, ada dua kelompok yang akan menyebabkan suatu negeri rukun dan damai. Mereka adalah ulama dan umara. Jika kedua kelompok tersebut akur, maka negeri ini tidak mungkin rusak, bertengkar sesama saudara. Jika tidak terjadi, maka rusaklah rakyat ini,” sergahnya. 

 

Pengasuh Pondok Pesantren Sabilul Rosyad, Gesek, Malang itu memberikan alasan bahwa dirinya tidak suka membenturkan antara negara dengan agama. Karena konflik di Yaman, Libya, Sudan, Syuriah, Afghanistan, dan Irak merupkan potret dari hasil benturan antara harakah Islamiyah dan Wathaniyah. 

 

“Kami memaklumi, karena gerakan Islam di sana anti nasionalisme, sedangkan kaum nasionalis antri gerakan Islam. Berbeda di Indonesia, partai politiknya tak ada yang sekuler, komunis, dan sebagainya. Oleh karenanya, semestinya gerakan Islam tidak usah memusuhi partai nasionalis. Sebaliknya, kaum nasionalis tak usah memusuhi gerakan Islam,” pintanya.

 

Kiai Marzuki juga membuka fakta lapangan. Banyak dari para dzurriyah kiai NU di Jawa Timur aktif di partai Nasionalis, bahkan putra-putrinya mondok di pesantren NU dan perguruan tinggi NU. 

 

“Uniknya, partai yang disudutkan oleh beberapa orang, mengadakan tahlilan dan istighotsah untuk para pengurus Parpol yang wafat akibat Covid-19. Di bulan Ramadhan tahun lalu, ada yang tarawihan, tadarusan, dan sejenisnya. Bahkan banyak tentara dan polisi yang pintar ngaji Al-Qur’an dan hafidz. Warga jangan latah pada isu yang tak jelas kebenarannya. Mestinya warga bersatu bersama kekuatan ulama dan umara agar terwujud negara yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur,” ajaknya.

 

Tak hanya itu, lanjutnya, orang yang telah memfitnah Bapak Joko Widodo sebagai orang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan beragama Kristen, sudah meminta maaf melalui video yang beredar luas di dunia maya. Isu tersebut sengaja dibuat karena posisinya oposisi. Kini ia sudah meminta maaf, mencabut dan bertabayun. Sayangnya, efek Pilpres masih ada. 

  

“Insyaallah yang terlalu ke kanan dan ke kiri akan ke tengah. Sehingga yang ahli shalat memiliki jiwa nasionalis, sebaliknya yang nasionalis menjadi ahli shalat,” tandasnya.


Editor:

Madura Terbaru