Tulungagung, NU Online Jatim
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien (PPHM) Ngunut (Pondok Ngunut), Tulungagung menggelar haul muassis, yakni KH Muhammad Ali Shodiq Umman ke-25 dan Nyai Hj Siti Fatimatuzzahro ke-24. Salah satu agenda dalam giat ini ialah bahstul masail yang membahas peruntukan dana masjid untuk kebutuhan sosial hingga ‘mantu’ masjid yang terbagi dalam dua komisi.
Salah satu pengurus PPHM Ngunut, Muhammad As'ad Faidl mengatakan, bahtsul masail ini digelar selama dua hari, yaitu pada Rabu-Kamis (15-16/11/2023), yang bertempat di PPHM Pusat Ngunut, Tulungagung. Kegiatan ini terbagi menjadi dua komisi, yakni komisi A dan komisi B, yang diikuti perwakilan pondok pesantren dari berbagai daerah.
"Panitia menyelenggarakan bahtsul masail ini diikuti perwakilan pesantren se-Pulau Jawa dan Madura. Kurang Lebih 150 pesantren masing-masing mendelegasikan dua orang," ujar Muhammad As'ad Faidl.
Ia mengatakan, setiap komisi membahas enam asilah atau persoalan. Komisi A salah satunya membahas Masjid Jogokarian yang menjadi pusat kegiatan sosial, seperti program ATM beras, fasilitas penginapan gratis untuk para musafir tidak mampu plus tiket pulang, dan buka puasa gratis untuk lebih 3000 orang.
“Dalam suatu wawancara di tayangan televisi pada 5 Mei 2019 lalu, justru dengan pelayanan tersebut kini infaq masjid setempat mencapai Rp3,6 miliar per tahun,” terangnya.
Pembahasan pada bahtsul masail tema dimaksud ialah apakah hukum dari gerakan saldo infaq nol rupiah itu? Lalu, apa hukum mengalokasikan dana kas masjid untuk memberi bantuan sosial kepada masyarakat sekitar seperti permodalan usaha, hingga mengganti sandal atau motor jamaah yang hilang?
“Jika tidak dibenarkan, bagaimanakah pentasarufan dana infak masjid yang benar? Asilah itu diusulkan oleh Pondok Pesantren Haji Ya'qub Lirboyo Kediri," ungkap As'ad.
Sementara komisi B usulan dari Pondok Pesantren Darussalam Jajar Trenggalek membahas pembangunan masjid dengan cara mantu masjid. Yaitu warga sekitar diundang berbondong-bondong datang seperti hajatan biasanya (mantu) diadakan.
Warga yang berkumpul itu terlebih dahulu melihat sekeliling masjid dan saling berbincang dengan panitia tentang bagaimana masjid ke depan. Pasca itu warga dan tamu pun dipersilahkan untuk makan dan bagi setiap orang disediakan wadah amplop guna memberikan sumbangan amal.
"Bolehkah praktek di atas dengan mempertimbangkan kebutuhan pembangunan masjid masih banyak? Jika tidak diperbolehkan bagaimana solusinya, mengingat hal ini sudah terlanjur terjadi," pungkas As’ad mengurai pertanyaan dalam asilah tersebut.