• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Matraman

Haul Perdana, Begini Cerita Gus Im dari Putra Pertamanya

Haul Perdana, Begini Cerita Gus Im dari Putra Pertamanya
Foto: NU Online
Foto: NU Online

Jombang, NU Online Jatim

Haul perdana Almaghfurlah KH Hasyim Wahid sering dikenal dengan sebutan Gus Im digelar secara hybrid pada Kamis (29/07/2021) malam. Dalam haul yang dipusatkan dari Masjid Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang terungkap bahwa Gus Im merupakan salah satu sosok yang ‘out of the box’ dalam berbagai aspek kehidupan.

 

Agus Abdul Aziz Hasyim Wahid, anak pertama Gus Im mengatakan, sosok sang ayah adalah pengejewantahan dari ikhtiar, riyadloh dan pemikiran segala lakon yang dijalankan serta diamalkan semasa hidupnya.

 

"Kalau saya lebih halus dan banyak aspek, ya sebagai perlawanan dengan cara alternatif yang out of the box, mirip tapi mungkin didasari gagasan minas sauri ila dauroh," kata Agus Abdul Aziz saat sambutan atas nama keluarga Gus Im dalam acara haul tersebut.

 

Menurutnya, Gus Im mampu mengejewantahkan dan mungkin juga kagum figur Hasan Hanafi. Menambil konsep dari dauroh akidah keyakinan menuju pada sebuah revolusi. Terlihat dari bacaan pada teks buku kapitalisme global, namun bisa ditarik benang merah kembali kepada kebaikan.

 

"Pemikiran yang out of the box sebagai upaya ikhtiar dan riyadloh sebagai resistensi. Kalau bukan perlawanan terhadap pakem yang sudah establish. Sudah diakui dan dianut oleh konsep secara umum," ujarnya.

 

Agus Abdul Aziz menjelaskan, seperti tokoh Hasan Hanafi keluar gagasan dari kapitalisme sebagai perlawanan orientalisme. Sebagai perlawanan kaum orientalis melihat Islam. Membedah Islam dan menyimpulkan Islam sesuai dengan prespesktif dan agenda mereka.

 

Kemudian, jauh berbelas berpuluh tahun kemudian itu semua berproses dalam keseharian Gus Im dengan seluk pergulatan intelektual, spiritual, dan lakon. Seperti yang telah diceritakan membuahkan buku saku kapitalisme global di Indonesia.

 

"Satu yang saya jadikan. Gus Im dikenal dengan lingkungan merah kapitalis global. Gus Im berproses sangat panjang sekali. Dari cerita-cerita kecil, masa remaja, SMP sempat kuliah dan seterusnya seperti yang dikatakan Bu Nyai Lily," jelasnya.

 

Setelah wafat dan dikebumikan, putra Gus Im kemudian bersinggungan dengan beberapa peninggalan almarhum. Di situ ditemukan banyak sekali benda yang tidak terawat.

 

Sejak mulai sakit, Gus Im tidak pernah bersinggungan secara fisik ageman tersebut. Sampai putranya mengupayakan merapikan dan merawat.

 

"Ternyata pengejewantahan out of the box thingking tadi tidak berhenti pada teks, pergulatan intelektual atau di kaderisasi saja. Bahkan ke per-tosan-aji (keris, red)," paparnya.

 

Tentang Keris

Agus Abdul Aziz menuturkan, bukan mengimani benda-benda keris dan sebagainya. Melainkan sebagai norma pakem yang norma sudah establish sudah baku diterima oleh kalangan umum. Gus Im mempunyai pemikiran alternatif dan pendekatan yang berbeda.

 

Ia mencontohkan, mendapati sebilah keris kira-kira buatan tahun 1980-an akhir sampai awal 1990-an awal. Ketika ditelusuri bersama menantu dan anak penempa keris di Madura, terejewantahkan bilah-bilah tersebut.

 

Misalnya keris nagasasra, mempunyai pakem dari besi ke atas, bilah sampai ke pucuk ada gaman istilahnya naga. Lalu naganya harus terlihat sisiknya sampai pucuknya wilah (bagian keris melengkung).

 

Tetapi keris yang dimiliki Gus Im begitu dilihat kembali, yang seharusnya ada aksen kidangmas, aksen ornamen perwakilan  lain terkait hal-hal tentang kesejahteraan kelancaran rezeki dan lain-lain dispekulasi olehnya . Di bagian tengah-tengah ada gambar tulang belulang, tengkorak dan posisi vetus di dalam rahim artinya di luar pakem.

 

"Kalau saya lihat, beliau dari situ mengesampingkan tentang itu. Ikhtiarnya mengingat kita ke mana dan akan kembali ke mana," ungkapnya.

 

Agus Abdul Aziz menambahkan, ada sebilah keris di bagian bawah terdapat pudhak sategal. Pudhak bagaikan daun pandan, mempunyai filosofi keharuman dan kesemerbakan. Identik dengan kepamoran, serta popularitas. 

 

Kalau dihubungkan dengan bilah keris sendiri filosofinya secara pakem pudhak sategal yang seharusnya aksen keduniawian. Oleh Gus Im dibuat hanya sebelah satu sisi.

 

Merepresentasikan idealisme lain keluar dari pakem, diamanatkan kepada empu pembuat keris sebagai pengejewantahan idealisme Gus Im tidak disertai pudak sategal lengkap.

 

"Filosofinya maka pangkatmu setengah, pudak sategalmu setengah itu hanya didunia (belum di akhirat) dan percuma," jelasnya.

 

Ia juga menuturkan, pesan yang disampaikan ibu sambung jangan hanya linier. Harus ada plan a, plan b dan seterusnya. Kemudian menguasai materi, pengetahuan, metodologi, menguasai pakem, tapi harus mempunyai alternatif lain, untuk mengcounter kekurangan-kekurangan tersebut.

 

 

Terakhir yang diingat Agus Abdul Aziz, Gus Im ketika menjalani perawatan di rumah sakit masih saja memikirkan masalah sosial. Sehingga ditenangkan oleh putera-putera Gus Im. Diingatkan bahwa sedang berada di rumah sakit.

 

Hal-hal kecil tersebut jarang diketahui, namun bukan berati mengkultuskan Gus Im. Hanya merepresentasikan Gus Im dengan pengorbanan yang besar.

 

"Namun yang pasti masing-masing berproses menjadi manusia yang lebih baik. Menjadi manusia yang paripurna insyaallah, terus berupaya dan beriyadloh," pungkasnya.

 

Editor: Romza


Editor:

Matraman Terbaru