• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Matraman

Kader GP Ansor Teliti 4 Faktor Penyebaran Radikalisme di Sekolah

Kader GP Ansor Teliti 4 Faktor Penyebaran Radikalisme di Sekolah
Kholid, Kader Ansor Tulungagung buat karya buku radikalisme di sekolah. (Foto: NOJ/Dokumen Kholid)
Kholid, Kader Ansor Tulungagung buat karya buku radikalisme di sekolah. (Foto: NOJ/Dokumen Kholid)

Tulungagung, NU Online Jatim

Radikalisme di lingkungan sekolah menjadi bahasan riset salah satu kader Gerakan Pemuda (GP) Ansor Tulungagung. M Kholid Thohiri melakukan riset selama dua tahun yang kemudian melahirkan sebuah buku 'Radikalisme dan Deradikalisasi di Sekolah'.

 

Kholid yang juga Ketua Lembaga Kajian dan Riset Pengurus Cabang (PC) GP Ansor Tulungagung menjelaskan buku yang ia buat lahir berawal dari keresahannya terhadap problem radikalisme. Terutama yang menyasar anak muda di usia sekolah. 

 

"Konteks pendidikan seharusnya sebagai arena untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan. Namun ternyata data yang kita temukan justru sebaliknya, pemahaman terhadap nilai kebangsaan dan keagamaan itu tidak sinkron," ungkap M Kholid Thohiri, Selasa (05/09/2023).

 

Kholid mengaku makna keberagaman di sekolah yang ia bahas di buku, malah justru mengarah kepada gerakan ideologi radikal. Buku ini sebenarnya memperkuat dan bahkan mempertajam teori-teori yang berkaitan dengan radikalisme pada anak muda, khususnya di dalam konteks sekolah.

 

Pria yang juga Dosen STIT Diponegoro ini mengungkapkan temuan yang menarik, faktor radikalisme di sekolah yang menyebarkan ideologi di antaranya adalah guru non agama.

 

Menurut Kholid, guru tersebut yang dulu memiliki latar belakang sebagai aktivis di kampus favorit. Tetapi yang berhaluan radikal, lalu menjadi guru di sekolah dan menyebarluaskan kepada siswa.

 

"Yang jelas ini bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Guru PAI di sekolah. Faktor kedua, penyebaran melalui jejaring alumni," bebernya.

 

Alumnus Magister Pendidikan Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya ini menambahkan paham radikal juga disebar dengan melakukan komunikasi kepada adik-adik kelas melalui program-program yang ada di sekolah. Seperti remaja masjid yang sering melakukan kajian-kajian keislaman. Kholid mengaku, pola-pola ini ada di sebuah sekolah.

 

Selanjutnya, pembahasan yang penting dari buku Kholid adalah bagaimana diseminasi gagasan radikalisme marak di media sosial yang diakses oleh para siswa. Hal itu terjadi selaras dengan tugas-tugas sekolah juga rasa keingintahuan yang tinggi.

 

"Akhirnya termasuk bagian pola pola penyebaran dalam konteks radikalisme di sekolah," ulasnya.

 

Pria yang pernah mondok di Pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak Yogyakarta ini mengaku faktor keempat yaitu kerja sama sekolah terhadap narasumber agama yang dari luar tidak diseleksi.

 

Sehingga kadang-kadang, justru membawa narasi-narasi agama yang seringkali intoleran. Ia mencontoh temuan dari siswa sendiri secara acak yaitu membid'ahkan salah satu amalan tertentu di dalam organisasi keagamaan.

 

"Saya temukan di dua sekolah, SMA dan SMK favorit di Tulungagung jenjang kelas 11 dan 12. Kalau sekarang dengan deradikalisasi sudah membaik," terangnya.


Matraman Terbaru