• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Metropolis

Gus Kautsar Sebut Sejak Dulu Sidoarjo Tempatnya Orang Alim

Gus Kautsar Sebut Sejak Dulu Sidoarjo Tempatnya Orang Alim
Gus Kautsar saat di Ponpes Al-Hidayah Ketegan. (Foto: NOJ/Boy Ardiansyah)
Gus Kautsar saat di Ponpes Al-Hidayah Ketegan. (Foto: NOJ/Boy Ardiansyah)

Sidoarjo, NU Online Jatim

KH Muhammad Abdurrahman Al Kautsar atau yang akrab disapa Gus Kautsar mengatakan, Kabupaten Sidoarjo merupakan tempatnya orang alim sejak dulu.


Hal tersebut ia katakan saat mengisi acara Haul Masyayikh dan Milad ke-48 Pondok Pesantren Al Hidayah Ketegan, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo di pesantren setempat, Senin (02/10/2023).


“Kakek saya, Kiai Djazuli pernah ngaji di Sidoarjo. Di sini tidak perlu ada kantor NU, semua warga Sidoarjo sudah NU,” katanya.


Gus Kautsar mengingatkan untuk tidak mengukur kealiman para kiai dengan melihat berapa banyak pengikut atau followersnya. Hal yang benar tetap benar dan salah tetap salah, tidak dibenarkan menilai sesuatu dengan melihat jumlah banyaknya.


“Berapa banyak para kiai yang alim hanya dangan berkah kiai kampung yang tidak popular,” terangnya.


Kiai muda NU ini menjelaskan, sudah selayaknya para santri harus mempunyai rasa syukur kepada kiai yang telah membimbing dengan ikhlas. Jika santri sudah memiliki status atau jabatan di masyarakat, tetap akan senantiasa mendahulukan kiai-kiainya. Bahkan untuk memilih nama, mau mendirikan rumah dan semacamnya santri akan meminta izin ke kiainya.


“Tidak layak seorang santri tidak menghargai kiainya sebagaimana mestinya atau bahkan hanya murid bodoh yang merasa bisa mandiri tanpa bimbingan kiainya,” ungkapnya.


Kiai besar yang santrinya tersebar dimana-mana saat ini pun tidak pernah meninggalkan kiainya dalam urusan-urusan pribadinya. Seorang santri yang mengatakan cinta kepada kiai, akan tetapi tidak menitipkan putra-putrinya untuk mondok adalah cinta yang palsu. Sejak zaman dulu cinta tidak cukup dengan kata-kata, meskipun kata-kata adalah penguat cinta.


“Santri selesai mondok harus belajar kerja dengan serius, jangan sampai tidak punya uang. Karena akan banyak dampak negatif, di antaranya akan membuat orang berfikir tidak memondokkan anak karena takut nanti anaknya menjadi orang yang miskin,” tandasnya.


Metropolis Terbaru