• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Metropolis

Rakernas, Lembaga Dakwah NU Diingatkan tentang Realitas Keindonesiaan

Rakernas, Lembaga Dakwah NU Diingatkan tentang Realitas Keindonesiaan
Lukman Hakim Saifuddin saat Seminar Internasional Moderasi Beragama dalam Rakernas IX LD PBNU di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Rabu (26/10/2022). (Foto: NU Online)
Lukman Hakim Saifuddin saat Seminar Internasional Moderasi Beragama dalam Rakernas IX LD PBNU di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Rabu (26/10/2022). (Foto: NU Online)

Surabaya, NU Online Jatim
Menteri Agama RI periode 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin mengingatkan pengurus Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) untuk memahami realitas keindonesiaan. Penegasan tersebut disampaikan saat Seminar Moderasi Beragama pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IX LD PBNU di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Rabu (26/10/2022).


“Realitas keindonesiaan terbagi dalam dua bagian. Pertama, tentang keberagaman dan kemajemukan, serta kedua soal religiusitas,” ujarnya dilansir NU Online.


Ia mengatakan, Indonesia dikenal oleh dunia sebagai bangsa yang sangat beragam. Keberagaman tersebut hampir terjadi di semua aspek kehidupan, lebih-lebih dalam hal agama.


"Paham keagamaan beragam, agamanya saja sudah beragam. Etnis, suku, bangsa juga beragam. Aliran dalam Islam ada Ahlussunnah, Syiah, Ahmadiyah. Yang sama-sama Ahlussunnah juga macam-macam, ada salafi, wahabi, dan An-Nahdliyah. Ini hakikat yang sudah sunnatullah," ungkapnya.


Terkait religiusitas, ia menyebutkan masyarakat Indonesia sangat agamis dalam kehidupan kesehariannya. Apa pun etnis, suku bangsa, dan agama yang dipeluk oleh setiap anak bangsa, nilai-nilai agama sangat menjadi vital dan tidak bisa dipisahkan dari urusan apa pun.


Karenanya, hemat Lukman, perlu kembali didudukkan mengenai istilah-istilah yang selama ini jamak diketahui seperti politisasi agama atau jangan bawa-bawa agama ke ranah politik. Ia berpandangan, istilah-istilah tersebut menjadi problem bila tidak diklarifikasi atau dipahami secara baik.


"Bagaimana mungkin negara yang sangat agamis kok tidak boleh bawa-bawa agama? Kita ini sangat agamis," tutur putra dari Menteri Agama RI Ke-10 periode 1962-1967 KH Saifuddin Zuhri itu.


"Bahkan, ada anekdot orang Indonesia mau melakukan tindak kejahatan sekalipun diawali dengan doa. Saking agama itu sudah sangat menyatu pada diri kita," imbuh Lukman berkelakar, disambut gemuruh tawa hadirin.


Karena itu, menurut Lukman, para dai mesti memahami relasi hubungan antara agama dan negara sebagai sebuah realitas yang terjadi di negeri ini.

 
"Kita memegangi nilai-nilai agama dan sekaligus menjadi orang yang hidup di Indonesia. Kita harus memahami dengan baik bagaimana relasi ini," pungkasnya.


Metropolis Terbaru