• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Opini

Dialektika Hukum Membaca Talbiyah bagi Selain Orang Ihram

Dialektika Hukum Membaca Talbiyah bagi Selain Orang Ihram
Ilustrasi jamaah haji saat di Tanah Suci. (Foto: NOJ/ ISt)
Ilustrasi jamaah haji saat di Tanah Suci. (Foto: NOJ/ ISt)

Oleh: Muh Fiqih Shofiyul Am *)

Berawal dari gambar yang diposting oleh akun Instagram @egyptdaralifta pada 26 Juni 2022, yang bertuliskan Aku memenuhi undanganmu wahai Tuhanku, meskipun aku bertalbiyah tidak berada di antara desakan orang-orang yang memenuhi panggilan-Mu. Penulis memahami diksi itu bahwa talbiyah sebenarnya boleh saja dibaca bagi selain orang yang ihram atau orang yang tidak berada di Masjidil Haram. Namun, mafhum muwafaqah ini tentunya sangat tidak ada tendensi mengingat pemahaman tersebut terkesan menyalahi terhadap arti talbiyah itu sendiri yang merupakan bentuk dari pemenuhan pangilan.

 

Perlu diketahui secara mendasar bahwa talbiyah adalah bentuk pemenuhan panggilan dari seorang hamba atas panggilan ibadah yang diserukan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim dalam surat al-Hajj. Talbiyah memang sangat identik dengan laku ibadah haji dan umrah, tapi talbiyah tidak sebagaimana dzikir yang lain atau doa pada umumnya atau bahkan seruan ibadah shalat seperti adzan.

 

Jika mencoba untuk riset terkait problematika ini dalam beberapa situs online, yang banyak muncul adalah fatwa dari kalangan wahabi yang sangat konservatif sebagaimana ciri khas mereka yang membid’ahkan ibadah yang tidak terdapat hadits yang menerangkan secara eksplisit. Alasan mereka sebenarnya sangat teoritis dan hampir sama dengan argumentasi ulama sunni tentang disyariahkannya talbiyah. Mereka menganggap talbiyah adalah salah satu simbol dari ihram dan itu memang benar sebagaimana disepakati para ulama lintas madzhab. Hanya saja dari kalangan wahabi melarang hal ini dan mengkategorikannya sebagai bid’ah dhalalah secara mutlak jika dilakukan karena tidak ada dasar hadits yang melegitimasi.

 

Problematika ini pernah dikupas dalam situs jatim.nu.or.id dengan judul Bolehkah Membaca Talbiyah Selain Jamaah Haji? yang ditulis oleh Ahmad Karomi. Dalam keterangannya disimpulkan membaca talbiyah bagi selain orang ihram dihukumi boleh dengan argumentasi bahwa talbiyah merupakan salah satu bentuk dzikir kepada Allah bertendensikan perkataan al-Syafi’i dalam al-Umm-nya juz 2 halaman 169, yang artinya:

Diriwayatkan bahwa Abdullah Ibnu Mas'ud bertemu kafilah di tepi pantai dalam keadaan ihram. Maka mereka membaca talbiyah, dan Abdullah Ibnu Mas'ud (yang sedang tidak melaksanakan ihram) ikut membaca talbiyah, padahal ia menuju Kufah. Talbiyah adalah sebuah dzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla dan tidak membatasi seseorang untuk mengucapkannya.

 

Setelah penulis rujuk kembali di kitab tersebut ternyata Al-Syafi’i menyebutkan riwayat itu untuk memperkuat pendapatnya bahwa ihram seseorang tidak ditentukan dengan bacaan talbiyahnya, akan tetapi ditentukan dengan niatnya. Riwayat itu ditulis Al-Syafi’i dalam bab Apakah lafadz Hajj atau Umrah disebutkan ketika bertalbiyah ataukah cukup dengan niat dari keduanya saja. Al-Syafi’i berargumentasi jika orang bertalbiyah akan tetapi dia tidak ingin berhaji atau umrah maka dia tidak serta merta berstatus muhrim, sebagaimana orang yang membaca takbir dengan tanpa niat shalat maka dia tidak dianggap melakukan shalat. Karena talbiyah menurut Al-Syafi’i hanya serangkaian dzikir yang boleh diucapkan oleh siapa saja dan tidak menjadikan seseorang berstatus muhrim jika membacanya tanpa niat ihram.

 

Argumentasi Ahmad Karomi dalam tulisan tersebut di atas sangat tepat untuk menyimpulkan hukum bolehnya membaca talbiyah bagi selain muhrim, hanya saja ia tidak mengutip dan menjelaskan secara lengkap argumentasi Al-Syafi’i yang bisa dijadikan legitimasi bahwa Al-Syafi’i memperbolehkan hal tersebut.

 

Kesimpulan hukum boleh ini juga disimpulkan oleh Imam al-Mawardi dalam al-Hawi al-Kabir juz 4 halaman 182. Menurut Imam Malik hukum membaca talbiyah bagi orang yang halal (bukan Muhrim) adalah makruh karena talbiyah merupakan salah satu dari syi’ar Ihram. Sedangkan Al-Syafi’i tidak memakruhkannnya karena menurut talbiyah mempunyai unsur pujian kepada Allah dan tidak ada batasan tertentu bagi siapapun untuk mengucapkannya.

 

Ibnu Qudamah al-Maqdisi dari kalangan madzhab Hanabilah dalam al-Mughni juz 2 halaman 256 juga memperbolehkan bahkan menganggap hal ini bukan merupakan masalah yang berbahaya jika dilakukan. Pendapat ini juga didukung oleh Ibnu al-Mundir dari kalangan Syafi’iyah.

 

Menurut al-Maqdisi, talbiyah sendiri merupakan dzikir yang memang disunahkan bagi orang yang ihram, akan tetapi tidak dimakruhkan jika dilakukan oleh orang yang tidak berihram sebagaimana dzikir yang lain.

 

Memang, membaca talbiyah hukum asalnya adalah sunah muakkad bagi orang yang ihram, dan teks para ulama yang membolehkan membaca talbiyah bagi selain muhrim adalah la ba’sa atau lam yukroh yang terindikasikan hanya boleh dan tidak mengandung kesunahan sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang berihram baik haji ataupun umrah.

 

Untuk itu, jika ditarik kesimpulan apakah masih disunahkan membaca talbiyah bagi selain muhrim, maka jawabannya adalah tidak disunahkan atau bisa dikatakan tidak disyariatkan. Hanya saja diperbolehkan menimbang talbiyah bagi selain orang yang ihram hanyalah sebuah dzikir sebagaimana dzikir yang lainnya karena dalam talbiyah terdapat unsur pujian kepada Allah. Sedangkan bagi orang yang ihram talbiyah tidak hanya sekadar dzikir tapi juga merupakan simbol pemenuhan jawaban dari paggilan Allah untuk melaksanakan nusuk.

 

Kebolehan itu bisa digunakan untuk melegitimasi kasus yang berkembang di masyarakat sebagaimana ketika prosesi acara penghormatan keberangkatan jamaah haji atau umrah. Tentunya paling sering terjadi di masyarakat ada dari mereka yang melantunkan bacaan talbiyah sebagai backsound dalam ritual prosesi pemberangkatan calon jamaah haji atau umrah dengan niatan sekadar tabaruk dan menepati momentum dengan iringan lagu yang sesuai. Wallahu a’lam.

 

*) Muh Fiqih Shofiyul Am, Tim Aswaja Center PCNU Sidoarjo sekaligus staff pengajar MA Salafiyah Tanggulangin, Sidoarjo.


Opini Terbaru