• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Meneladani Ulama sekaligus Cendekiawan: KH Imam Yahya Mahrus Lirboyo

Meneladani Ulama sekaligus Cendekiawan: KH Imam Yahya Mahrus Lirboyo
Almaghfurlah KH Imam Yahya Mahrus. (Foto: NOJ/YTb)  
Almaghfurlah KH Imam Yahya Mahrus. (Foto: NOJ/YTb)  

Oleh: Asmawi Mahfudz


Sejak mengabdi di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin (HM) Al-Mahrusiyah Lirboyo, Kediri, penulis dan rekan lain merasakan sebagai santri biasa dari romo KH Imam Yahya Mahrus Lirboyo. Selama khidmah sejak tahun 1994 sampai Kiai Imam Yahya wafat, penulis mendapatkan pelajaran dan pengalaman keulamaan dari sosoknya. Di antaranya adalah sosok guru yang begitu totalitas dalam mengasuh santri sehari-hari, baik dari sisi lahir dan batin. 


Dari sisi lahirnya, Kiai Imam dengan kesibukannya yang begitu tinggi selalu menyempatkan diri untuk mengajar secara langsung kepada santri, baik di majelis, madrasah diniyah, juga forum perkuliahan di Institut Agama Islam Tribakti Lirboyo Kediri. Komitmen ilmiahnya yang tinggi dengan mengajar santri dalam kegiatan harian, tentu merupakan sikap seorang pendidik, ulama, dan kiai sejati. Materi-materi yang diajarkan pun berupa kitab-kitab otoritatif dalam tradisi ilmiah pesantren maupun akademik kampus. Misalnya mengajar pengajian Tafsir Ayat Al-Ahkam karya Ali al-Shabuni, syarah Alfiyah ibn Malik Ibn Aqil, Mukhtashar Jiddan, Fathul Qarib, Taysir al-Khalaq, fiqih muamalah, Tuhfah al-Saniyah, dan sebagainya. 

 

Sosok yang Lengkap
Kiai Imam merupakan sosok otoritatif dalam bidang kajian ilmu keislaman, baik dalam bidang khazanah ilmiah klasik maupun referensi  kontemporer. Hal ini tentunya dapat menjadi pelajaran bagi santri, di manapun berada berusaha menjaga komitmen keulamaan dengan mengajar pada siswa dan santri. 


Apa yang dilakukan selama ini sebagai pencerahan yang diajarkan, sebagaimana sabda Rasul SAW: Ittabiu al-ulama fa innahum suruh al-dunya wa mashabih al-akhirah. Yakni, ikutilah para ulama karena sesungguhnya mereka adalah penerang di dunia dan lampu-lampu di akhirat. Hal lain dari sosoknya sebagai organisatoris berpengalaman, baik dalam struktur organisasi (jamiyah) pesantren, maupun organisasi di luar. Hal tersebut karena kegiatannya begitu padat. Di Pesantren HM Al-Mahrusiyah mengajak santri aktif di pendidikan dan organisasi. Dengan demikian, jamiyah ijtimaiyah dianjurkan kepada semua santri dalam rangka menjalani pengalaman kemasyarakatan. 


Kiai Imam memberikan support dan kebebasan kepada para pengurus untuk mengelola pesantren secara demokratis. Kadang saking bebasnya, pengurus terlihat su’ul adab kepadanya. Namun demikian, Kiai Imam mengingatkan setelah menunjukkan sejumlah kesalahan yang dilakukan santri. 


Dirinya secara langsung mencontohkan bagaimana menerbitkan Kitab Wirid Sab’u al-Munjiyat, mengelola administrasi keuangan, pengurus, santri, membangun jaringan keluar pesantren, termasuk komunikasi efektif antara unit di Pesantren Lirboyo. Praktis, idealisme pengurus didukung dengan irsyadat dari Kiai Imam. Dan hal ini pula yang menjadi pendidikan lahir dalam hal sosial kemasyarakatan yang begitu berharga ketika santri pulang dan berperan di masyarakat. 


Selama mendampingi Kiai Imam Yahya, penulis pernah mendampingi kegiatan organisasi yang pernah diemban. Dari mulai Ketua Pengurus Wilayah (PW) Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Jawa Timur, Wakil Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur. Termasuk Plt Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur, A’wan Syuriyah PWNU Jawa Timur, Rektor IAI Tribakti Lirboyo Kediri, Ketua Yayasan IAI Tribakti Kediri, Penasihat Kodam V Brawijaya, dan masih banyak lagi kegiatan kemasyarakatan yang diikuti. 


Sebagai santri yang sering mendampingi kiai, penulis banyak belajar ilmu kemasyarakatan dari sosoknya. Dalam suatu waktu Kiai Imam dawuh kalau ingin mengurangi kegiatan di masyarakat supaya bisa istikamah memikirkan Pesantren Lirboyo, HM Al-Mahrusiyah dan IAI Tribakti. “Pesantren Lirboyo, HM Putra Al-Mahrusiyah, dan Tribakti saat ini sedang menjadi mercusuar, baik dari sisi kelembagaan, jumlah santri, alumni, jaringan dan perannya di masyarakat karenanya membutuhkan pemikiran yang total dan berat. Maka aku tak nek pondok karo ngopeni kampus, umpama enek kegiatan jobo tak nek NU ae,” katanya.


Begitu komitmen Kiai Imam kepada pesantren, pendidikan dan NU, yang wajib diteladani santri. Dan pendidikan lahir yang diterapkan dari paparan di atas dipahami sebagai pendidikan transformasi ilmiah yang dilakukan dengan istikamah, komitmen tinggi, juga menggunakan strategi suri teladan (uswah hasanah). Sehingga hal itu yang diikuti santri Lirboyo. Dan penting lagi adalah pelajaran dari sisi kemasyarakatan yang diterapkan untuk menyempurnakannya profil santri idaman. 


Bahwa pelajaran kemasyarakatan ini tidak didapat dari kitab kuning saat mengaji, atau tatap muka perkuliahan di kampus, tetapi bisa dengan khidmah, mengabdi secara berkelanjutan dari aktivitas kemasyarakatannya. Dan dengan metode itu, Kiai Imam berhasil mencetak santri dan alumni yang ilmuwan. Jika mengutip pendapat Kuntowijoyo, disebut cendekiawan. 


KH Maimoen Zubair dalam suatu waktu pernah berkata: Seorang ulama sejati itu adalah orang yang dapat menghasilkan anak-anak didik yang alim. Maka predikat ulama telah disandang KH Imam Yahya Mahrus sejak masih hidup. Bahkan kebesaran keulamaannya semakin kelihatan ketika kian banyak alumni yang alim, demikian pula semakin besarnya pondok pesantren yang didirikan yakni HM Al-Mahrusiyah Lirboyo. 


Dari sisi pendidikan batiniah spiritualitas, Kiai Imam menekankan amaliah yang menjadi ciri khas Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah Lirboyo. Di antaranya dalam kegiatan hariannya, santri dibangunkan tengah malam untuk melakukan istighotsah bersama yang dipimpin langsung romo kiai. Dalam istighotsah itu diamalkan shalat hajat, witir, membaca Yasin, tahlil dan awrad istighotsah. 


Pada saat shalat lima waktu, Kiai Imam juga memimpin jamaah dengan dirangkai awrad istighotsah lagi. Kegiatan sepekan pada Kamis malam yakni memimpin pembacaan al-Sab’u al-Munjiyat, setelah jamaah isya santri dibimbing melaksanakan shalat tasbih. Di sela-sela kegiatan, Kiai Imam juga memberikan ijazahan berbagai doa untuk santri. Misalnya hizib khafi, alam nasyrah untuk menarik rizki, hizib bahr, hizib awtad, hizib nashar, doa untuk rizki, kelancaran bekerja, supaya berwibawa, mudah belajar, digampangkan jodoh dan rizki, dan masih banyak awrad diberikan romo kiai kepada santri. 


Ada pengalaman spiritual yang didapat oleh penulis, waktu mengamalkan  doa hizib nashar dari Kiai Imam. Suatu hari para santri diperintah untuk mengikuti apel di Lapangan Kodam V Brawijaya, yang kebetulan saat itu penulis bertugas untuk mengoordinir sekitar 40-an santri, dengan trasportasi bus dari Makodim 0809 Kediri. Saat itu penulis berangkat dari Lirboyo berpikiran, acara itu harus lancar, para santri harus aman. Sebagai santri yang masih baru mendapatkan ijazah hizib nashar, saya baca terus menerus mulai berangkat di dalam bus, setelah perjalanan sampai perbatasan kota dan Kabupaten Kediri. Tiba-tiba bus yang kami tumpangi berhenti dan tidak bisa jalan lagi. Saat itulah baru sadar apakah ini hikmah yang muncul dari wirid yang dibaca, atau memang busnya yang rusak. Tetapi setelah disadari, kemudian baca shalawat beberapa saat akhirnya bus bisa jalan kembali.


Pengalaman lain juga ditemukan dalam mengamalkan ijazah doa dari romo Kiai Imam, baik berupa awrad istighotsah, shalat maktubah, shalawat Al-Fatih, hizib nashar, hizib khafi dan sebagainya. Tetapi hikmah penting adalah Kiai Imam juga mengajarkan kepada santri tentang spiritualitas berbasis amaliah. Dan ini menjadi ciri khas santri pesantren pada umumnya yang mendapatkan pendidikan batin oleh kiai, yang tidak dimiliki lembaga pendidikan mana pun atau alumni non-pesantren. 


Santri pesantren selalu membekali dirinya dengan pendidikan spiritualiltas dalam rangka meneruskan misi perjuangan para kiai. Sehingga dapat disaksikan, santri alumni pesantren mempunyai keunggulan tersendiri dalam hal religiusitas, pengamalan dan pengajaran keagamaan di masyarakat, baik di tingkat lokal, nasional, hingga global. 


Santri adalah pribadi yang mempunyai kualitas ilmiah lahir yang mumpuni, juga pendidikan batin yang kuat. Karena Islam adalah agama universal yang diturunkan Allah ke muka bumi untuk umat manusia keseluruhan, yang pengamalannya juga harus komprehensif, dengan berbagai pendekatan. Allah berfirman untuk masuk ke dalam agama Islam secara keseluruhan atau kaffah. Dan model pendidikan yang diterapkan oleh romo Kiai Imam adalah pendidikan yang komprehensif. Yakni menyangkut aspek intelektualitas, nalar sosial, juga spiritual. Akhirnya mutakharijin dari pesantren Lirboyo Al-Mahrusiyah pada umumnya mempunyai karakteristik tiga hal tersebut, yang dapat dimanfaatkan di masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing. 


Kini, sebagian alumni menjadi pengusaha, politisi, kiai, akademisi, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), birokrat, petani, teknokrat dan semuanya serba santri. Para alumni adalah cendekiawan dan merupakan hasil pendidikan pondok pesantren di bawah bimbingan Kiai Imam. Selamat dan sukses haul ke 11 bagi almaghfurlah KH Imam Yahya Mahrus, al-Fatihah.  

 

Asmawi Mahfudz adalah Santri Lirboyo Angkatan 1994, Pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Tulungagung, dan Fungsionaris PCNU Kabupaten Blitar


Editor:

Opini Terbaru